"Tidak ada yang sanggup bertahan dengan kesepian. Ketika kerinduan datang maka hadir yang menjadi obatnya. Ketika pondasi bangunan roboh, maka renovasi yang menjadi pilihan terakhirnya. Tidak ada satupun manusia yang luput dari kesalahan, hanya saja sedikit manusia yang menyadari bahwa Tuhan-nya Maha Pemaaf."
-Author
____________
Ruangan itu masih sama. Suasana di dalamnya juga masih sama. Kira belum juga sadar dari pingsannya. Wajahnya pucat dan Rizky selalu ada di sampingnya kala itu. Gunawan, Rani, dan Tyo memutuskan untuk membiarkan mereka berdua di dalam, sementara mereka membicarakan permasalahan mereka di ruang tamu.
"Sekarang harus bagaimana, Pak Gunawan yang terhormat?" Tanya Rani dengan nada sombong.
Tyo melanjutkan, "Ya, dia hamil. Dan pasti menambah beban Rizky untuk merawatnya. Memang dari dulu keluarga kalian itu selalu menyusahkan orang, ya?! Dari bibit, bebet, bobotnya masiiiiihhhh sama saja. Sudahlah, tidak ada yang perlu kita bicarakan lagi saat ini. Aku sudah muak. Pergi dan bawa anakmu jauh-jauh dari rumah ini. Ceraikan saja jika perlu. Hah! Sampah!" Tegas Tyo yang berbicara mengarah ke luar jendela dengan kedua tangan yang berada di kantung celana.
"APA?! SAMPAH?!! Berani sekali kau mengatakan putriku sampah?! Hey Tyyyyoooo! Berkacalah dari masa lalu agar membuatmu lebih dewasa ke depannya, bukan justru malah seperti anak-anak yang penuh belas kasihan seperti ini. Tolonglah bersikap dewasa, ingat umur juga, sudah bau tanah." Balas Gunawan.
Suara ribut dari luar mengambil alih pendengaran Rizky. Ia keluar dan berdiri di depan kamar.