"... Saat itu Papa merasa bahwa Papa-lah yang harus bertanggung jawab soal kematian Mamamu. Namun, dokter mengatakan bahwa benturan yang mengenai perut Hanin tidak begitu berdampak besar terhadap pendarahan yang terjadi padanya. Saat kamu dilahirkan, Papa sangat bahagia. Dokter juga mengatakan bahwa Hanin dalam kondisi yang normal, hanya saja ia sedang kritis dan belum bisa dijenguk. Hingga beberapa jam setelah itu, Hanin mengalami pendarahan hebat, pendarahan postpartum namanya. Ia kehilangan banyak darah hingga akhirnya meninggal..."
Rani dan Tyo terkejut, "Tunggu. Kau tidak memberi tahu hal ini pada kami sebelumnya?"
"Ya, saat mendengar Hanin sudah melahirkan, kalian pergi ke rumahku dan menjemput putraku -Rama- untuk ikut dibawa ke rumah sakit. Bukankah aku yang meminta tolong kepada kalian? Tidakkah kalian ingat?..."
Rani dan Tyo terlihat berpikir.
Gunawan melanjutkan, "... Saat asisten rumah tanggaku melihatku membanting barang dan mengamuk hebat, ia memutuskan untuk mengundurkan diri menjadi ART. Aku meminta kalian untuk menjemput anakku, Rama."
"Ah, iya. Aku ingat." Kata Tyo. "Setelah kami datang ke rumah sakit dan mendapati bahwa dokter mengatakan Hanin meninggal akibat pendarahan, kami langsung mengira bahwa pendarahan itu disebabkan oleh benturan yang terjadi pada perut Hanin, tanpa mendengar penjelasan dokter terlebih dahulu. Ditambah, melihat kau yang terduduk di depan pintu ruang jenazah semakin membuat kami takut bahwa kau akan menyakiti Rama dengan penyakitmu (IED)."
"Dan sejak saat itu, aku tidak pernah lagi melihat Rama." Sambung Gunawan. "Kematian Hanin membuatku depresi. Aku menitipkan Kira agar dirawat oleh Bi Iyem, ART-ku yang baru saat itu. Sementara aku pergi ke luar negeri untuk menenangkan diri tanpa sedikitpun terbesit di dalam pikiranku 'Di mana Rama?'. Hingga, sebulan setelah kematian Hanin, barulah aku menghubungi kalian berdua.."
"... Ya. Saat itu kami mengatakan bahwa Rama ada di panti asuhan. Bukankah kami juga sudah memberikan alamat lengkapnya padamu?" Tanya Rani.
"Tentu. Aku sudah pergi ke sana. Memang benar ada anak yang bernama Rama pernah dititipkan di sana, namun karena mereka mengira Rama adalah yatim piatu akhirnya mereka merelakan Rama untuk diadopsi oleh orang tua asuh yang baru..."
Rama dan Tyo terkejut. Rani mendesak, "K-kami sama sekali tidak mengatakan bahwa Rama adalah yatim piatu. Kami meminta pengurus panti asuhan itu untuk menitipkan Rama selama beberapa waktu agar nanti saat kondisimu sudah stabil, kau baru bisa menjemputnya. Bahkan kami menyiapkan dana khusus untuk biaya hidup Rama di sana."
Gunawan tersentak, "Aku tidak tahu. Begitulah yang mereka katakan padaku. Dan saat kudatangi rumah kalian ternyata kosong, ART kalian bilang bahwa kalian sudah di luar negeri dan akan tinggal cukup lama di sana karena urusan bisnis. Saat kucoba untuk menghubungi kalian, ternyata tidak bisa. Kalian hilang kontak..."
Kira yang sedari tadi menangis, bertanya dengan suara yang sesenggukan, "Lalu.. D-di mana Kak Rama sekarang, Pa? Kenapa Papa tidak pernah memberi tahu kalau Ra punya kakak laki-laki?"
"Karena Papa belum siap untuk menjelaskan ini semua padamu..." Gunawan diam sejenak. Kemudian dia melirik ke arah Fauzan, "Pengurus panti itu memberikan Papa nomor dan alamat orang tua Rama yang baru. Papa telpon dan diangkat oleh mereka. Namun, saat mereka tahu kalau Papa adalah orang tua kandung Rama, mereka langsung menutup telponnya dan tidak bisa dihubungi lagi. Tapi Papa tidak menyerah, Ra... Papa membayar orang untuk membantu Papa mencari tahu alamat orang tua asuh kakakmu. Nomor telponnya tidak ada, yang jelas namanya adalah Fauzan Firdaus."