The Girls membawa Rizky ke cafe. Mereka duduk di salah satu area dengan pemandangan jalan raya yang ramai, sembari memesan kopi dan beberapa cemilan.
Suasana cafe yang cukup sepi membuat semuanya seolah pasti. Dara membuka obrolan, "Lo kenapa? Kok pakaian lo berantakan? Rambut lo acak-acakan, dan semuanya terlihat sangat tidak baik? Apa yang terjadi? Ada apa dengan Kira?" Dara seolah memberikan Rizky jutaan pertanyaan dalam satu tarikan nafas.
Rizky hanya diam. Dia ragu untuk menceritakan apa yang sedang terjadi pada mereka. Dia menghela nafas pasrah, "Hmmm... Apakah kalian mengenal Kira dengan baik? Apakah kalian tahu mengapa seorang wanita marah atau emosi dengan sangat besar kepada seorang lelaki?..."
The Girls hanya diam, menyimak.
"... Saya sangat bingung dengan apa yang sedang terjadi pada keluarga kami. Semuanya terasa hampa saat ini. Entah saya yang salah, atau memang keadaan yang membuat semuanya semakin runyam. Apakah ini artinya saya gagal menjadi seorang suami yang baik? " Rizky menatap The Girls dengan risau, mengharap jawaban terbaik yang dapat membuatnya semangat untuk menghadapi masalah dan mengatasinya.
Kini, Caca yang membuka obrolan, mencoba menjawab pertanyaan Rizky, "Kami memang belum berpengalaman menjalani rumah tangga. Namun, sebagai wanita, kami tahu alasan dasar mengapa wanita marah atau emosi yang sangat besar kepada laki-laki. Namun, dalam kasus kalian yang sudah berumah tangga, terlebih memilih menikah muda, gue pribadi gak bisa memberikan suatu alasan ataupun jawaban yang terbaik untuk lo.."
Rizky hanya diam, sedikit kecewa.
"... Hanya saja, secara umum, jika seorang wanita marah atau emosi besar, itu berarti dia sedang kecewa yang teramat dalam, juga karena tidak bisa berdamai pada suatu keadaan. Jadi, sebagai seorang lelaki yang diciptakan dengan pundak ternyaman, pahamilah itu. Jadilah sandaran untuknya." Lanjut Caca.
Tidak bisa berdamai pada suatu keadaan, ya. Kalimat itu membuat Rizky berpikir. "Lalu, apa yang harus dilakukan wanita itu?" Tanyanya, semangat.
"Hmm... Gini..." Luna memperbaiki posisi duduknya agar terlihat sopan, "Tidak ada satupun wanita yang bisa berdamai dengan keadaan tanpa bantuan atau dukungan dari berbagai faktor. Bisa lingkungan, keluarga, atau lainnya, di mana faktor-faktor itu sangat dekat dan berkaitan erat dengannya."
Bantuan atau dukungan. "Begitu, ya?"
"Dan, karena sekarang status lo adalah seorang suami, lo harus menjadi jalan terang dari setiap masalah yang kalian hadapi." Sambung Pika.
"Karena, mau bagaimanapun juga, lelaki memang diciptakan untuk itu." Tambah Caca.
Rizky terlihat berpikir. Mas akan menyelesaikan ini, Sayang. Bertahanlah sebentar lagi. Batinnya.
"Terima kasih banyak atas semuanya. Kini, saya tahu apa yang harus saya lakukan. Hmmm.. Apa mobil saya sudah selesai?" Tanyanya pada Caca.
Caca melihat keluar jendela. "Sudah selesai, Pak?!" Teriaknya.
"Sudah, Non." Jawab montir itu.
"Saya akan bayar biayanya nanti."
"Ah, santai saja."
"Saya permisi dulu. Ada hal yang harus saya lakukan." Rizky pamit.
The Girls masih tinggal di cafe, "Untuk pertama kalinya gue merasa kuliah itu berguna." Kata Caca.
"Iya. Dan untuk pertama kalinya, gue juga merasa beruntung mengambil jurusan psikologi." Sambung Luna. Sementara Dara dan Pika hanya mengangguk setuju.
***