"Bagaimana kami bisa yakin bahwa apa yang kau katakan ini benar?" Tanya Ali.
"Saya dan Allah yang menjadi saksi. Setelah Rizky pulang dari rumah sakit, ia berlutut di hadapan ibunya, Rani. Meminta dengan sungguh padanya agar mau menerima Kira menjadi menantu mereka." Jelas Haris.
"Apa itu benar, Ky? Kau tidak perlu sampai melakukan itu." Tanya Gunawan, shock.
"Saya hanya melakukan apa yang seharusnya saya lakukan, Pa. Untuk putrimu, tidak ada satu alasan pun yang dapat membuat saya melepaskannya."
"Mas..." Mata Kira berbinar.
"Karena itu, saya ingin kembali membawa Kira pulang, kembali ke rumah kami. Saya berjanji, semua kenangan buruk yang pernah terjadi dulu, tidak akan terjadi lagi ke depannya. Akan saya pastikan setiap waktu, Kira tidak akan mengalami hal yang sama." Kata Rizky, meyakinkan.
"Tapi rumah itu... Ck! Terlalu banyak kenangan buruk yang akan terus terngiang dalam pikiran Kira. Bagaimana mungkin dia bisa merasa tenang dan bahagia tinggal di sana?" Tepis Ali.
"Kak, lupakanlah semua yang lalu, kita sambut yang baru." Gubris Kira.
"Tidak semudah itu, Ra..." Ali kesal.
"'Janganlah kau ragu 'tuk maju, kejar semua impianmu."
"T-tapi..."
"Hadapi semua rintangan, kuatkanlah tekadmu."
"Ra..."
"Gapailah semua anganmu, yakinkanlah dirimu."
"..."
"It's a brand new day."
Kok kayanya aku pernah dengar ya kalimat itu, tapi di mana... Batin Haris.
"Ra tahu, Kak Ali dan Papa khawatir soal ini. Tapi, jika kita terus-terusan terjebak dalam masa lalu yang buruk, sampai kapanpun kita tidak akan bisa bangkit dan memulai semuanya dari awal lagi, entah itu dengan suasana baru ataupun dengan orang baru yang akan membersamai kita nanti..."
"Ra, dengar dulu..." Ali tampak cemas.
"... Tapi, satu hal yang pasti, kebahagiaan itu dibentuk, bukan dicari, apalagi ditunggu..."
Ali hanya diam.
"... Untuk itu, Ra bersedia kembali ke rumah bersama Mas Rizky." Kata Kira sembari melempar senyum manis ke arah suaminya itu.
"Baiklah, jika itu yang menjadi keputusanmu, Papa ikhlas." Kata Gunawan. "Dan kamu, Rizky, Papa harap kamu benar-benar memegang ucapanmu. Papa tidak ingin Kira seperti ini lagi. Jagalah dia dengan baik, berikanlah dia kebahagiaan di masa-masa kehamilannya yang sudah tidak lama lagi."
Rizky tersentak, "Eh, iya, sudah berapa bulan, Sayang?" Tanyanya pada Kira.
"Enam bulan, Mas." Jawabnya.
"MasyaaAllah, anak Abi udah gede..." Kata Rizky sembari mengelus dan mencium perut Kira.
Hal itu membuat Kira tertawa. "Hahaha... Adek geli, Mas."
Ali kesal melihat keromantisan mereka berdua. Padahal, keinginannya agar Kira tidak kembali adalah karena dia takut melihat Kira sedih dan tertekan untuk yang kedua kalinya. Hatinya perih melihat air mata yang terus mengalir di pipi Kira.
Kemudian, Ali bangkit dari duduknya, "Jika nanti kamu sudah kembali tinggal di sana dan merasakan seperti ini lagi, saya harap kamu tidak akan pernah menyesal atas pilihanmu." Kata Ali pada Kira. Lalu ia pergi meninggalkan ruangan itu dengan kesal.
"Kak..." Sahut Kira, berusaha memanggilnya.
"Sudah, biar Mas saja yang susul. Kamu tenanglah, mungkin dia khawatir akan kesehatanmu jika kembali tinggal dengan Mas." Rizky pun menyusul Ali ke luar, meninggalkan Kira, Haris, dan Gunawan yang sedang bingung.
Sesaat setelah Rizky pergi, "Tidak apa, Ra, Ali hanya menjalankan tugasnya sebagai kakak." Kata Gunawan dengan senyum tipis.
"Al! Al!" Teriak Rizky di sepanjang koridor rumah sakit.
Ali berhenti. "Kau mau apa? Sudah, sana pergi. Pulanglah dengan Kira." Usirnya.
"Bisa bicara sebentar?" Ajak Rizky.
"Saya tidak punya waktu."
"Tidak akan lama."
Mereka pun duduk di salah satu ruang tunggu.
"Apa yang ingin kau bicarakan? Bukankah semuanya sudah jelas?"
"Saya paham bagaimana kondisimu. Kau juga tahu apa yang pernah terjadi di rumah saya belakangan ini yang menimpa Kira dan menghantam kesehatan psikologisnya. Tapi, di sisi lain, kau juga harus mengkhawatirkanku." Jelas Rizky.
"Kenapa aku harus mengkhawatirkanmu?" Gubris Ali.
Rizky menghela nafas, "Hhaaahh... Kau tahu tidak? Saat Kira pergi dariku, setiap malam aku selalu bermimpi buruk. Namun, aku selalu merasa tidak berguna saat bangun karena tidak bisa melakukan apapun."
"Apa maksudmu? Mimpi buruk apa?" Tanya Ali, heran
"Kau akan tahu nanti, saat kau menjadi suami. Pada akhirnya, kau harus mengerahkan seluruh tenagamu agar bisa menyeimbangi beban berat yang kian bertambah di pundakmu." Rizky berdiri, "Itu sedikit wejangan dari adik iparmu jika kau mau menikah nanti. Dan, untuk sekarang, ridhoilah saya untuk 'menculik' Kira kembali, karena beban di pundak saya sudah hilang." Katanya sembari tersenyum. Rizky pun kembali ke ruangan Kira.
Ali hanya diam.
Saat Rizky ingin membuka pintu, ia mendengar pembicaraan antara Gunawan dan istrinya.
"Apa kau yakin dengan pilihanmu, Ra? Kenapa kalian tidak tinggal dengan Papa saja?" Tanya Gunawan.
Kira tersenyum, "Pa, saat ini Ra sudah menjadi seorang istri. Ra akan pergi kemanapun Mas Rizky menginginkan Ra untuk ikut bersamanya..."
Haris tersenyum.
"... Ra percaya dengan Mas Rizky. Jika dia sudah mengatakan bahwa semua permasalahan ini selesai, maka benarlah itu. Apa Papa lupa? Dia adalah seorang lelaki pilihan." Jelas Kira sembari tersenyum bahagia.
"Adek..." Sahut Rizky yang tiba-tiba membuka pintu. "Terima kasih, ya.." Katanya dengan mata yang berbinar. "Ayo kita pulang.." Ajaknya.
"Hei, sabar, Ky. Kita tanya dokter dulu. Memangnya dia boleh pulang saat ini? Hahahah.." Kata Haris.
"Wah, saya melupakan hal itu, Mas. Coba kita panggil dokter."
...
"Bagaimana, Dok?" Tanya Gunawan.
"Alhamdulillah kondisi Bu Kira dan bayinya sudah stabil. Tapi, untuk hari ini Bu Kira belum bisa pulang, Pak. Untuk memastikan pemulihannya sudah benar-benar berhasil, Bu Kira harus istirahat dulu untuk hari ini, di sini. Besok sudah bisa pulang." Jelas Dokter.
"Alhamdulillah.. Baik, Dok. Terima kasih."
"Saya permisi dulu."
Di luar, Ali baru saja melihat dokter ke luar dari kamar Kira, Bagaimana kondisi Kira dan bayinya, ya?
"Eh, Al? Sudah kembali dari pelarian sesaat?" Tanya Gunawan, bercanda.
Tanpa menghiraukan pertanyaan ayahnya, Ali langsung bertanya, "Bagaimana kondisi Kira dan bayinya?"
"Alhamdulillah semuanya sudah stabil. Tapi dokter menyarankan agar Kira tetap dirawat dulu di sini hari ini. Besok sudah bisa pulang." Jawab Rizky. "Kakak ipar tenang saja, tidak perlu cemas." Ejeknya.
Kira, Haris, dan Gunawan tertawa kecil.
"Jika kau tidak bisa memegang ucapanmu untuk menjaga Kira dan tidak membuatnya sedih lagi, saya akan kembali membawanya pulang, dan saya tidak akan mengizinkanmu untuk bertemu dengannya lagi." Ali mengancam.
Kira tertegun, "Kak... Tidak bisa seperti itu. Mas Rizky adalah suami Ra. Dialah yang memiliki semua hak atas Ra. Kakak tidak bisa memutuskan hal itu, karena semua keputusan, kini berada di tangan Mas Rizky. Dan selama keputusan itu baik, maka Ra akan ikuti. Begitulah syari'at agama mengaturnya."
"Yasudah yasudah.. Anggap saja ini komitmen antar lelaki."
"Tenang saja, Kakak Ipar... Saya masih dan selalu punya Allah untuk mengangkat beban di pundak saya." Kata Rizky dengan tersenyum lega.
***
"Apa? Kenapa? Siapa? Bagaimana?" Diana bergumam di sepanjang halaman rumahnya. "Jika semua masalah ini selesai dan Kira sudah kembali, ini artinya sudah benar-benar tidak ada lagi celah bagiku untuk masuk menjadi bagian dari kehidupan Rizky."