Lelaki Pilihan

Syafaa Dewi
Chapter #64

[2] BYE

Kini semua kenangan hilang begitu saja.

Lenyap, namun masih meninggalkan bekas di semua indra.

Ruang itu kembali dingin karena kepergian yang tak pernah terduga.

Sang lelaki pilihan kini telah menghadap Sang Pencipta. 

Apa ini pertanda cerita cinta telah sirna?

___

Detak jam dinding yang terdengar di kamar itu menandakan kesepian. Ali masih duduk di sebelah tempat tidur Kira sembari menggenggam tangannya. Sementara di sofa, Diana hanya bisa menatap dengan cemas.

"Al, mungkin saat ini semua orang sudah tiba di pemakaman, sementara Kira belum juga sadar. Bagaimana ini?" Tanya Diana setelah melihat jam menunjukkan pukul 15:30.

Ali menatap Kira sembari menghela nafas, "Hhhuuuhhh.... Suamimu akan segera dimakamkan. Apa kamu tidak ingin melihatnya untuk yang terakhir kali, Ra?"

Masih tidak ada respon.

"Di, aku akan tetap di sini. Kamu pergilah ke pemakaman. D-dia laki-laki yang pernah mengisi hatimu bertahun-tahun, kan? Pergilah. Aku akan tetap tinggal." Pinta Ali.

"Eh? Hmm... Itu, aku sudah mengikhlaskannya. Sudahlah tidak perlu dibahas lagi. Kamulah yang harusnya pergi, Al. Kamu anggota keluarganya. Kira, biar aku yang jaga."

"Apa tidak merepotkanmu?"

"Tidak. Pergilah. Jika ada perkembangan dengan Kira, aku akan mengabarimu secepatnya."

"Hmm... Baiklah. Aku tidak akan lama. Setelah dari pemakaman, aku akan kembali ke sini."

Diana mengangguk dan Ali bergegas pergi.

...

Salah satu area pemakaman dikelilingi oleh para pelayat yang memakai baju serba putih. Sesekali di antara mereka ada yang berbisik, "Kasihan ya, masih muda, tampan, anaknya juga masih kecil, orang kaya pula. Tapi sayang, cepat sekali meninggalnya."

Dan desas-desus itu terdengar hingga ke telinga Ivan yang baru saja sampai di pemakaman. Dia berdiri di sebelah Caca, adiknya. "Dengar kan, Ca? Mau sebanyak apapun harta, semuda apapun umur, secantik atau setampan apapun rupa, benarlah bahwa kematian tak pernah menunggu itu semua. Kita bisa mati tiba-tiba atau perlahan dengan tak terduga." Kata Ivan sembari melipat tangannya di dada.

"Lo j-jangan ngomongin soal mati dong. Gue belum tobat."

"Kapan mau tobat?"

"Ya, n-nanti. G-gak sekarang. Gue kan mau senang-senang dulu."

"Gimana saat kamu senang-senang, saat itulah 'jadwal' kematianmu?"

"Diamlah. Lo bikin gue takut."

Lihat selengkapnya