"MAS SANTOOO...!!"
"DIK... DIKK DINAR!"
Dinar kian ketakutan, suara suaminya terdengar kian jauh dan samar. Tangannya yang nyaris terkubur tanah terulur berusaha menggapai tubuh suaminya dalam kepanikan, tapi dalam kegelapan ia hanya menggapai ruang kosong.
Ia tak dapat menemukan tubuh suaminya yang tadi telah jatuh bersamanya ke dalam lubang. Saat terjatuh oleh dorongan keras di punggung mereka tadi suaminya memang langsung melepaskan genggaman tangannya dari Dinar.
Mereka juga sempat berusaha mencari jalan untuk keluar dari lubang gelap itu sebelum longsoran tanah bercampur pasir menimbun mereka.
"MAASSS ...!! pekik panik Dinar, kembali menggerakkan tangannya untuk mencari tubuh suaminya. Sekali lagi tangannya hanya menggapai ruang hampa yang gelap gulita.
"Maaasss ...!" sedu Dinar putus asa. Seperti kesetanan tangannya menggapai-gapai tak tentu arah.
"DIK! .. bangun, Sayang!"
Dinar merasa sekitarnya bergoyang.
Samar-samar telinganya menangkap suara suaminya tengah memanggilnya dari kejauhan.
"Dik Dinar ... Bangun!!" Kembali Dinar merasakan tubuhnya bergoyang. Gempa bumi kah?
"Bangun, Dik Dinar! Ayo bangun...!"
Dinar masih menggapai-gapai tak tentu arah, ia masih mencoba keluar dari himpitan tanah yang telah mengubur hampir separuh tubuhnya. Suara suaminya yang terdengar begitu jauh, seolah tengah memanggil namanya dari alam yang berbeda kian menumbuhkan harapannya.
Tapi sekelilingnya masih begitu gelap dan hampa, Dinar bahkan merasa kesulitan untuk bernafas.
Lalu tiba-tiba terasa ada tangan kokoh yang menariknya. Membantunya membebaskan diri dari himpitan tanah...
"Bangun, Dik! Ayo buka matamu!" panggilan suaminya terdengar kian jelas di telinganya dan perlahan Dinar membuka lebar kelopak matanya seiring dengan terbukanya jalan nafas yang memungkinkannya untuk menghirup lagi oksigen yang langsung memenuhi paru-parunya yang terasa nyaris kosong.
Astaghfirullah hal adziim!!
Dinar terbangun dari mimpi buruknya dalam pelukan suaminya. Tubuhnya yang kuyub oleh keringat, menggigil ketakutan. Wajahnya terlihat sangat pucat.
Santo segera meraih botol air mineral yang selalu disiapkan Dinar di meja nakas yang berada di samping ranjang dan menyerahkannya pada istrinya.
"Mimpi apa kamu Dik? Berantem sama maling? Aku tadi sampai kena pukul tanganmu loh."
"Ya Allah, Mas.. itu tadi serem banget.. Aku sampe gak bisa bernafas.." Dinar mengusap peluh dari wajahnya.
"Sudah.. sudah. Untung kamu bisa bangun. Aku juga sempat khawatir melihatmu tadi. Tanganmu memukul-mukul tak tentu arah, mangkanya kupikir kamu lagi mimpi berantem."
"Tidak, Mas. Tadi aku mimpi ada yang mau bunuh kita berdua. Kita hampir dikubur hidup-hidup tadi.."