"BUKA PINTUNYA!!" bentak perempuan gila yang berada di depan pagar seraya memukulkan punggung cangkul yang dibawanya ke pagar besi.
Matanya yang melotot garang membuat Dinar yang masih terpaku kaget, segera mundur ketakutan.
"Ada apa, Mbak Dinar?!" teriakan Katiyah yang datang tergopoh-gopoh dari arah samping rumah menyadarkan Dinar dari keterkejutannya.
"Yuk Yah!" seru Dinar meminta tolong. Beberapa saat kemudian Katiyah yang sudah berada di teras segera berteriak seraya mengibaskan tangan untuk mengusir perempuan gila itu.
"Husssh... PERGI!..PERGI!!" usirnya.
"SUMANTRI... KELUAR KAMU!" Tanpa memperdulikan usiran Katiyah, perempuan gila itu berteriak-teriak sambil tetap memukul-mukul pagar besi dan mengacungkan-acungkan cangkul ke arah Dinar dan Katiyah. "SUMANTRI...!!"
Dinar dan Katiyah berpandangan penuh tanya. Sumantri? Siapa Sumantri?
"Heh kamu, ... SURUH SUMANTRI KELUAR!" teriaknya lagi.
"Tidak ada, Mbok! Di sini tidak ada Sumantri!" seru Katiyah menjawab.
"Bohong! Kamu istri Sumantri kan? Suruh Sumantri keluar!" Masih dengan pandangan beringas perempuan gila itu menunjuk Dinar dengan cangkulnya.
"Bukan, Mbok! Di sini tidak ada yang namanya Sumantri!"
"Ini rumah Sumantri! Suruh dia keluar! SUMANTRI KELUAR KAMU! KEMBALIKAN SUCI KU!!" Perempuan gila itu menggoyang-goyangkan pagar besi yang terkunci sehingga menimbulkan keributan.
"YU RUMI... !! BERHENTI!!"
Tiba-tiba terdengar seruan seorang lelaki. Sejurus kemudian sebuah becak yang dikayuh lelaki setengah baya berhenti tak jauh dari tempat perempuan gila itu berdiri. Lalu tanpa ada rasa takut sedikitpun lelaki paruh baya yang terlihat masih gagah itu berjalan cepat mendekat.
"Ayo pulang, Yu Rumi! Sumantri tidak ada di sini!" bujuk lelaki itu setelah berada di depan pagar rumah Dinar. Memandang Dinar dari balik pagar dengan pandangan sungkan dan mengangguk sopan.
"Sumantri sudah kembali. Suruh dia keluar, Man! Suruh dia kembalikan Suci!" ujar perempuan tua itu pada si penarik becak. Kali ini suaranya tak lagi segarang tadi meskipun tetap dengan nada tegas memerintah.
"Tidak ada, Yu. Sumantri tidak ada di sini. Rumah ini sudah bukan milik Sumantri. Ayo kita pulang! Kita tunggu Suci di rumah saja!" ajak lelaki itu seraya menggandeng tangan perempuan yang ia panggil Yu Rumi itu setelah terlebih dahulu mengambil cangkul dari genggamannya.
"Mana Sumantri? Mana Suci?" tanya perempuan itu linglung.
"Sumantri belum kembali, Yu. Tapi aku sudah menyuruh Wanto dan Dirman mencari mereka ke kota. Kita tunggu mereka pulang ya, kita tunggu di rumah saja!" bujuk lelaki itu dengan suara lemah lembut.
"Tidak! Aku mau menunggu mereka di sini. Biarkan aku masuk! Buka pintunya!"
"Jangan, Yu! Ini bukan lagi rumah Sumantri!"
"Tapi mereka masih menyembunyikan Suci di sini! Aku mau mencari Suci!"
"Pergilah, Rumi! Sumantri dan Suci tidak ada di sini. Mereka tidak akan kembali!" Sepasang lelaki dan perempuan setengah baya yang berada di luar pagar sama-sama terkesiap kaget dan serempak menoleh pada pemilik suara yang baru saja menegur mereka dari arah kebun jati samping rumah Dinar.
"Pak Suhar?" sapa Dinar dengan lega setelah mengetahui siapa lelaki yang baru saja datang itu, lalu buru-buru mendekati pagar, bermaksud membukakan pintu pagar untuk lelaki paruh baya lain yang datang terakhir.
"Tidak usah dibuka pagarnya, Bu Dinar! Saya hanya mampir sebentar!" ujarnya seraya melambaikan tangan sebagai isyarat agar Dinar menghentikan langkahnya.
"Iya Pak Suhar!" Dinar mengurungkan niatnya untuk membuka pintu pagar untuk Pak Suhar, pemilik rumah yang baru saja dibelinya beberapa bulan lalu itu.
"Bawa pulang Mbak Yu mu, Man! Pagi-pagi sudah membuat keributan di rumah orang!" perintahnya tegas.