"Hari ini kita jadi masak apa, Mbak Dinar?" tanya Katiyah setelah menaruh mangkuk bekas bubur yang sudah dicucinya ke dalam rak piring.
"Bikin rawon sama goreng tempe saja, Yuk! Tadi tidak lupa beli cukulan kan?"
"Sudah beli tadi satu ons cukulannya, Mbak." jawab Katiyah menunjukkan kecambah berukuran kecil yang sudah ia taruh di dalam mangkuk kecil.
"Ya sudah kita langsung masak rawonnya saja sekarang sama goreng kerupuk udang. Tempe nanti digoreng pas mau makan malam saja. Tempe goreng lebih gurih kalau masih hangat!" Katiyah mengangguk dan segera menjelang air untuk memasak daging sapi bahan rawon.
Sementara Katiyah membuat bumbu, Dinar menggoreng kerupuk udang dan memasukkannya ke dalam toples besar. Menjelang siang semua pekerjaan di dapur selesai.
Saat Dinar beristirahat siang, Katiyah membereskan kamar yang akan ditempati tamu majikannya.
***
Menjelang Maghrib saat Katiyah membukakan pintu pagar untuk majikannya. Dinar yang baru saja selesai bersiap segera keluar kamar untuk menyambut kedatangan suaminya saat mendengar suara mobil memasuki halaman rumah.
Dari teras rumah dilihatnya dua orang lelaki yang keluar dari dalam mobil dari dua pintu berbeda. Suaminya memberi isyarat pada teman kerjanya untuk segera masuk ke dalam rumah.
Seorang pemuda berwajah manis dengan tinggi badan melampaui Santos namun berusia sepantaran dengan Dinar berjalan mendekati teras. Menyalami Dinar dengan santun seraya memperkenalkan diri sebagai bawahan suaminya.
"Mari masuk, Mas Gusti!" ajak Dinar sopan sebelum berjalan membuntuti langkah suaminya yang sudah mendahului masuk ke dalam rumah. Sempat dilihatnya tamu suaminya berdiri diam selama beberapa saat dengan pandangan mata luruh sebelum melangkah masuk ke ruang tamu.
"Langsung ke kamar saja Mas Gusti, sebentar lagi masuk waktu Maghrib, barangkali mau membersihkan diri bisa gunakan kamar mandi yang ada di sebelah kamar!" ujar Dinar seraya menunjuk kamar tidur yang berada di tengah.
"Oh, iya Mbak Dinar, terima kasih. Maaf merepotkan!" jawab Gusti dengan senyum sopan tersungging di bibirnya, lalu segera berjalan memasuki kamar tengah yang ditunjukkan tuan rumah untuk ia tempati malam ini.
"Masih muda ya, Mas. Karyawan baru di kantor?" tanya Dinar setelah berada di kamar tidurnya menemani Santo.
"Bukan, Gusti itu karyawan lama juga, tapi dia lebih sering tugas luar kota. Jarang sekali dia diam di dalam kantor. Sesuai dengan hobinya yang suka berpetualang di daerah-daerah terpencil atau di daerah pegunungan yang sepi dan jauh dari keramaian."
"Aneh ya, biasanya anak-anak muda lebih suka berada di tempat ramai, di perkotaan. Tapi teman Mas Santo ini malah suka berpetualang di tempat sepi dan terpencil!"
"Dia memang agak berbeda orangnya. Tetapi hobinya yang agak aneh itu justru menjadi keuntungan juga buat perusahaan, karyawan lain tidak bakal ada yang mau jika ditugaskan ke daerah pedalaman, kecuali Gusti!" jawab Santo dengan senyum tersungging. "Sementara untuk Gusti sendiri, berkat kesiapan dia untuk dikirim ke manapun, membuat karirnya cepat menanjak. Dalam kurun waktu tiga tahun saja dia sudah mendapat posisi yang cukup penting di perusahaan. Prestasi yang bagus untuk pemuda seusianya!"
"Tapi dia bilang dia itu bawahan Mas Santo?"
"Dibilang bawahan juga sebenarnya kurang tepat. Karena tidak berada di divisi yang sama. Hanya saja untuk proyek yang akan kita kerjakan ini, perusahaan menempatkan aku dan Gusti dalam satu team, dan aku yang bertanggung jawab untuk proyek ini." jelas Santo seraya bergegas memasuki kamar mandi untuk membersihkan diri.
Bertepatan saat Santo selesai mandi, dari kejauhan terdengar suara Adzan Maghrib berkumandang.
Dengan mengenakan baju Koko dan sarung Santo mengajak Dinar untuk melaksanakan sholat bersama di ruangan khusus yang memang dimanfaatkan untuk melaksanakan sholat berjamaah di rumah yang berada di antara ruang makan dan ruang tengah.
Melewati kamar yang ditempati Gusti, Santo menyempatkan diri untuk berhenti mengetuk pintu kamar dan mengajak penghuninya untuk sholat berjamaah mushola keluarga.