ASAL USUL TANAH URUK
"Tanah makam?" seru Dinar dan Katiyah ngeri.
"Bukan tanah langsung dari pemakaman Mbak, tapi mungkin ada yang ngikut saja." sahut Gusti kalem.
"Terus gimana?"
"Ya bagaimana lagi? Rumah sudah terlanjur direnovasi, mau dibongkar lagi ya sayang. Akhirnya karena keluarga kenalan saya itu sudah tidak kerasan lagi ya rumahnya terpaksa dijual dan mereka pindah ke daerah lain."
"Walah, toko materialnya perlu diprotes itu!" gerutu Katiyah gemas.
"Tapi mereka juga membeli tanah urug itu dari orang lain, Yuk Yah. Kalau berhubungan dengan hal-hal seperti itu ya memang susah, kadang orang tidak percaya pada yang ghaib-ghaib begitu."
"Iya juga ya, mungkin baru percaya kalau sudah mengalami sendiri ya Mas?"
"Eh iya, terus.. terus aku harus gimana ini untuk masalah di rumah ini?" sela Santo dengan melempar pandangan serius pada Gusti. Dinar dan Katiyah juga memandang pemuda berwajah manis itu dengan rasa penasaran.
"Ya itu tadi, coba ditanyakan saja asal-usul tanah uruk itu. Jangan langsung di buang sembarangan, karena kalau benar itu ada tercampur tanah pemakaman ya sebaiknya dikembalikan ke tempat asalnya.
Kalau dibuang sembarangan nanti malah susah kalau sudah tercecer kemana-mana!"
"Ya sudah, nanti kalau ketemu pak Suhar biar saya tanyakan, Mas. Akhir-akhir ini Pak Suhar sering berada di kebun untuk bersih-bersih." sahut Dinar. "Tapi.. apa sudah pasti semua itu karena lemah uruk yang nimbun di tembok belakang itu?"
"Saya merasakan hawa tak biasa ya memang di situ, Mbak. Tapi saya tidak bisa melihat dengan jelas, hanya merasakan energi negatifnya saja."
"Jadi cukup dibersihkan saja ya, Gus? Kalau harus melepas rumah ini kok sayang. Sudah terlanjur cinta sama rumah ini. Ya kan Dik?"
"Iya, Mas. Rumah ini adalah aset berharga pertama yang kita berdua miliki loh! Bisa beli rumah ini adalah kebanggaan. Kalau bisa ya dipertahankan!" sahut Dinar cepat.
Dari balik tembok samping rumah yang berbatasan dengan kebun jati, seseorang mengendap-endap bergerak menjauhi rumah pasangan Santo dan Dinar. Suara derak kayu patah dan daun jati kering yang terinjak langkah kaki tak terlalu mengganggu perbincangan penghuni rumah yang sudah terlalu asik dengan bahan pembicaraan yang tak biasa itu, karena menganggap segala suara yang berasal dari kebun jati adalah hal yang hanya dihasilkan oleh hembusan angin dan gerakan serangga serta hewan malam yang hidup di kebun jati tersebut.