Siang itu, di SMK NATRAKA. Sinar matahari menyengat tanpa ampun, seakan matahari sedang menjalani hari terburuknya dan memutuskan untuk melampiaskan semuanya ke bumi. Udara gerah, angin nyaris tak terasa. Jam istirahat pun bukan lagi waktu santai, melainkan ajang berburu tempat teduh.
Suasana kantin seperti pasar malam. Ramai, panas, bau keringat bercampur dengan aroma gorengan, mie instan, dan soto ayam. Suara gelak tawa, obrolan tak jelas, serta panggilan penjual bersahut-sahutan, menciptakan kekacauan yang justru terasa biasa saja—tak mengganggu. Di tengah keramaian itu, di pojok kanan kantin yang paling dekat dengan kipas angin rusak, duduk seorang gadis dengan seragam abu-abu dan rambut kepangnya.
Sheeka Arbhaca—biasa dipanggil Aca. Siswi kelas X BDP 3 yang dikenal dengan wajah datar dan komentar sarkasnya. Saat ini, dia sedang duduk dengan tatapan kosong sambil memainkan kipas portabel yang baterainya tinggal dua garis.
"Ahhh, panas banget sih. Ini matahari emang lagi badmood apa ngamuk, sih?" gumam Aca sambil memiringkan kipas portabel ke wajahnya.
Baru saja ia hendak menyandarkan kepala ke meja, suara riang memotong keheningan pikirannya.
"Yuhuuu, soto ayam datang~! Lo tadi pesen soto sama matcha satu, kan? Monggo, Ndoro Ratu," kata Sela—Naseila Amarita, teman sebangkunya sekaligus sahabat paling cerewet sedunia.
Aca hanya mengangguk lemas.
"Makasih, Sel..." jawabnya singkat, masih sibuk mengarahkan kipas ke arah leher.
Sela duduk di sampingnya, meletakkan nampan miliknya dengan gaya yang lebay seperti pelayan restoran bintang lima. "Kucel banget, Neng. Belum ketemu mas-mas OSIS yaa?" godanya sambil mengedipkan mata.
Wajah Aca tetap datar. Tapi dari mata yang sedikit menyipit, Sela tahu dia sedang menahan tawa.
Sela lanjut, "Wajah lo lucu, Ca. Lucu banget. Lucu kayak pengen gue cuci pake sambel."
Aca tertawa kecil, tapi tidak menanggapi lebih jauh. Rasa lapar sudah mendominasi. Tanpa banyak basa-basi, dia mulai menyantap sotonya.