Lembah Para Mafia

Yulistya Yoo
Chapter #34

Makhluk Paling Rakus

Satu tahun sebelum kematian sang ibu, Sinta sempat merasakan keganjilan dari perangai perempuan yang telah melahirkannya tersebut. Dengan dalih anak satu-satunya, Sinta diajak menemui Hasan untuk meminta bantuan. Jadilah hari itu, Hasan mulai mengurus segala yang diminta ibu Sinta. Mulai dari pembuatan surat hibah sawah dan rumah, sampai menerbitkan akta tanah atas nama Sinta.

"Pak Hasan orang yang pintar. Ringan tangan kalau soal membantu warga." Adalah ucapan sang ibu dulu yang membuat Sinta menetapkan hati untuk memilih Hasan sebagai makelar kali ini.

Berbanding terbalik dengan Jupri yang terang-terangan menampakkan sisi serakah ketika menawarkan jasanya dalam jual-beli tanah, Hasan cenderung tenang. Jumlah persenan tidak pernah dia targetkan kepada pemilik tanah. Semampunya. Cara mengurus berkas pun lebih rinci dan bisa dipertanggungjawabkan, legal secara hukum. Selain hubungan keluarga yang terbina baik, hal ini pula yang membuat Sinta percaya akan kemampuan dan kejujuran Hasan dalam bekerja sebagai seorang makelar.

Jujur. Satu poin yang seharusnya membuat Hasan lebih unggul dari pada Jupri yang licik. Namun saat ini, Hasan justru mengucapkan kalimat yang membuat alis Sinta terangkat tinggi-tinggi.

"Bapak teringat kejadian dua bulan lalu. Salah satu klien dari kota kecamatan dengan kasus jual-beli tanah yang sama persis dengan Nak Sinta. Dan urusan mereka terselesaikan hanya dalam hitungan jam," kata Hasan. "Apakah Nak Sinta dan Nak Arman mau mencoba cara yang sama untuk menyelesaikan persoalan?"

Arman dan Sinta saling melempar pandang. 

"Cara seperti apa itu, Pak?" tanya Arman.

Jantung Hasan berdentaman. Sudah telanjur tercebur dalam keputusan yang diambil, dia tidak lagi bisa balik kanan.

"Dengan ... uang."

Tidak sabar menunggu sang tuan rumah yang hanya bergeming, Hasan mengempas tubuhnya ke atas sofa. Tangannya menyambar segelas air mineral, meneguknya dengan cepat hingga tandas. Sinta dan Arman untuk kesekian kali kembali saling melempar pandang. Mereka merasakan keganjilan dari sikap Hasan. Tidak biasanya.

"Sporadik adalah berkas penting yang menjadi bukti sah jika seseorang itu memang pemilik bidang tanah." Hasan meletakkan gelas air mineral yang telah kosong di atas meja. "Untuk melawan Jupri, tidak bisa kita hanya berdiam menunggu."

Arman kembali duduk di depan Hasan. Pun Sinta yang merasa tertarik dengan pembahasan mereka selanjutnya, ikut mengambil tempat di samping suaminya.

Lihat selengkapnya