“Lebih baik kamu pulang. Aku antar sampai depan gang.” Nadin tidak berniat untuk mendengarkan percakapan seorang yang baru saja ia kenal. Bukan, bukan seorang yang baru saja ia tahu. Tetapi, Nadin sudah sampai di warung dekat kos Kevin. Jika ia keluar maka Kevin akan melihatnya ...
“Bukankah ia sudah berlari pergi? Bagaimana bisa lebih dulu aku daripada dia sampai disini?” Gumam Nadin.
“Mbak ini jas hujan sama sabunnya, total 30 ribu nggih Mbak.”
“Ini uangnya. Terimakasih bu.” Nadin mengambil kantong plastik berisi payung dan sabun itu. Kali ini dia tidak bisa lagi menahan rasa ingin tahunya. Perlahan ia dekatkan telinga dengan dinding warung.
“Ini kak, aku ingin meminta maaf karena selama lebih dari satu tahun ini aku terus mengajak kakak memulai hubungan yang sebenarnya sudah jelas-jelas berakhir. Tiga bulan lalu ada seorang datang melamarku. Dan ini adalah jawabanku. Kak, terima kasih karena telah mengajariku banyak hal, maaf atas semua kesalahan yang sudah aku perbuat. Semoga kakak bahagia dan mendapatkan seorang yang benar-benar bisa memahami kakak. Aku pamit ya kak.” ... dan yang pasti Kevin akan kehilangan waktu untuk meratapi kepergian seseorang.
Tik tik tik
Nadin hanya mendengar gerimis yang mulai turun dan langkah kaki seorang yang semakin menjauh. Tidak ada jawaban, tidak ada langkah kaki lain, tidak ada derit gerbang yang terbuka.
“Kak Kevin masih disana tidak ya? Atau aku lihat saja? Tapi mau apa aku tiba-tiba muncul di hadapannya. Sudahlah, aku tunggu sampai dia masuk saja”
Rintik hujan semakin deras dan Kevin belum juga bergeming. Nadin masih setia duduk bersandar dikursi panjang dan berdoa semoga hujan segera reda. Tetapi yang ada malah tetesan air semakin sering berjatuhan.
*
Hari ini adalah hari terakhir masa Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus atau akrab disebut OSPEK. Seperti kegiatan pada umumnya. Di hari terakhir, setiap mahasiswa baru harus membuat sebuah surat di dalam kaleng dan satu tangkai bunga mawar untuk Panitia acara dari masing-masing fakultas.
“Siapakah kakak tingkat beruntung yang akan diberi surat cinta oleh Nana?” Seseorang tiba-tiba merangkul Nadin dan mengambil paksa surat Nadin.
“Hei, apa yang kamu lakukan dibarisan fakultasku?”
“Tentu saja aku ingin tahu siapa yang akan kamu berikan surat dan bunga ini. Hahaha.”
“Jun, kembalikan padaku. Aku akan memberikan pada ketua BEM Fakultas” Nadin mengambil kembali surat yang telah dirampas Juni.
“Wah, kenalkan aku padanya” Juni merapatkan pelukannya. “Apakah dia tampan? Baik hatikah? Apakah dia memberimu kata-kata manis? Dia punya pacar? Dia ... ”
“WAKTU MENUNJUKKAN PUKUL 07.25 WIB, DIHARAPKAN UNTUK SEMUA MAHASISWA BARU BERBARIS SESUAI JURUSAN MASING-MASING”
Nadin menolehkan kepala, melepaskan tangan Juni, dan mendorongnya perlahan, “Silahkan berbaris sesuai jurusan J. Uzma Nirmala. Bye-bye.”
“Aku belum selesai bertanya perihal laki-laki itu. Nanti aku akan melanjutkannya. Sampai jumpa.” Juni berlari kecil menuju jurusannya dan melambaikan tangan ke Nadin.
“SESUAI DENGAN INFORMASI YANG DIBERIKAN KEMARIN, SILAKAN SETIAP MAHASISWA BARU MENYERAHKAN SURAT DAN BUNGA KEPADA KAKAK PANITIA YANG MENURUT KALIAN PANTAS MENDAPATKANNYA”
Para mahasiswa barupun mulai berhamburan mencari target mereka. Begitu pula Nadin yang berusaha memberikan surat dan bunga kepada ketua BEM Fakultas. Pasalnya, bukan hanya satu, dua, tiga orang yang mengantre. Akan tetapi lebih dari puluhan orang berebut memberikan surat dan bunga mereka kepada Ketua BEM Fakultas.
Nadin memilih untuk mundur dan menunggu. “Tahu begitu aku tujukan bukan untuk dia. Ha. Harusnya aku tahu setiap ketua organisasi apapun itu pasti banyak pengagumnya. Kalau beginikan aku harus menunggu.”
“Mau diberikan ke Seto ya?” Seperti suara yang Nadin pernah dengar beberapa hari lalu. Nadin menolehkan kepalanya dan melihat ada Kevin di sisi kirinya.
“Kak Kevin? Eh aku menghalangi jalan kakak ya?” Nadin segera mundur dua langkah.
“Hahaha. Begitukah hal yang kamu ingat jelas dari aku?”
“Eh, bukan kak.” Nadin terlihat bingung, dan terlihat jelas bagaimana raut wajahnya bertanya-tanya tentang keadaan laki-laki yang ada di hadapannya kini.
“Terlihat biasa saja, tapi sorot matanya tetap memancarkan luka.” Bisik Nadin dalam hati.
“Oke-oke. Kamu belum menjawab pertanyaanku.”