Lembar Kesekian Untuk Anda Baca

Dinda Rendrasetya
Chapter #5

Hadiah Tidak Terduga

Hari ini adalah hari libur Nadin setelah hari-hari yang selalu penuh jadwal mata kuliah dan tugas yang berdatangan sudah Nadin selesaikan. Nadin telah membuat to do list apa saja yang akan ia lakukan tiga hari kedepan. Mulai dari membersihkan kos yang ia tempati dengan Juni, ke pasar malam bersama Juni, menonton series drama, ke toko buku, hingga membeli cat untuk mengubah warna dinding kamar mereka. Juni tidak akan menuliskan rencananya, apa yang dia akan melakukan apa yang ingin, dia lakukan saat itu juga.

 

“Na, mau warna apa? Kamu bisa buat mural, Na? Kayaknya bagus deh.”

“Bisa, Jun. Bisa berantakan maksudnya.”

“Benar juga, nilai prakaryamu saja lebih rendah satu poin dibawahku.”

“Nah itu kamu ingat.”

“Oke, lupakan tentang itu. Bagaimana kalau kita beli tanaman yang bisa diletakkan di dalam rumah, Na?”

“Setuju. Ayo kita beli kaktus.”

“Kamu yakin, Na? Tidak ingat kalau dulu kamu sering banget kena duri kaktus waktu SMP?”

“Yakin, Jun. Kali ini aku akan membeli yang kecil dan akan aku letakkan didekat jendela ruang tamu.”

“Oke.”

*

“Na, kalau aku menikah sebelum lulus kuliah bagaimana menurutmu?”

“Sudahkah memikirkannya ?”

“Aku sudah memikirkannya.”

“Lalu apa yang membuatmu bimbang?”

“Dia belum ada target usia untuk menikah.”

Then, let it be.”

“Kita baru saja menjadi mahasiswa kan, Jun? Mari kita lihat kedepannya, apakah ada peluang untuk mencapai impianmu sebelum lulus atau tidak.”

“Hm, oke. Aku akan memperhatikannya.”

 

Menikah ya? Nadin juga ingin, tapi tidak seterburu Juni. Banyak orang akan mempertanyakan tentang seorang mahasiswa tingkat pertama dan baru beberapa hari menapaki jalan cerita kampus sudah memikirkan tentang pernikahan. Bukankah itu terlalu dini? Terlalu cepat atau terlalu lambatnya, itu bukan kita yang menentukan. Bukankah setiap kita punya definisi masing-masing akan sesuatu? Meskipun mereka telah betahun-tahun menjadi sahabat, tapi definisi cepat atau lambat Juni dan Nadin pun berbeda.

Kita tidak perlu mengikuti tempo orang lain, meskipun tujuan kita dan mereka sama. Tetapi langkah kaki setiap orang berbeda, ada yang bisa berlari, ada yang bisa berjalan, ada yang merangkak saja harus berderai air mata.

 

“Na, kemarin kamu beli sabun di mana?”

“Di warung gang sebelah, Jun.”

“Aku ingin membeli pasta gigi, warung dekat kos kita sedang kehabisan pasta gigi.”

“Ah iya. Aku juga ingin membelinya.”

“Kenapa tidak sekalian beli bersama sabun kemarin sih, Na?”

“Hehe, aku hanya membawa 25 ribu, Jun. Dompetku tertinggal di kamar.”

Lihat selengkapnya