Lembar Kesekian Untuk Anda Baca

Dinda Rendrasetya
Chapter #7

Chairil Agin

"Vin, kamu boleh pulang."

"Aku akan menemanimu dan mengantarmu pulang, Gin."

"Aku masih ingin tinggal."

"Aku juga."


Tidak ada lagi percakapan di antara kami. Saat matahari telah benar-benar tenggelam, Kevin memaksaku untuk pulang bersamanya. Aku sudah tidak memiliki tenaga untuk melawannya. Aku tidak menangis, hanya saja kesedihan yang menyelimutiku seperti sedang berlomba menghabiskan tenagaku.

Hari itu aku kehilangan satu-satunya sosok yang selalu menemaniku, Keiran Nugraha. Dia kakakku, teman berebut tamiaku, teman mengerjakan latihan soal matematikaku, orang yang sering membelikanku makanan atau minuman saat dia gajian.

Ya, dia bekerja dan berkuliah. Orang-orang sering memanggilnya Keiran. Tetapi, aku dan Kevin memanggilnya Ranu. Ranu senang menulis, dia aktif berorganisasi, dan sering memenangkan lomba matematika. Sedang aku, seorang yang asing. Aku tidak aktif berorganisasi, tidak pintar, pun kurang suka menulis. Aku lebih suka bermain gitar sendiri di atap rumah.

Kehilangan Ranu adalah hal yang tidak pernah berani aku bayangkan. Aku hanya memilikinya dan sekarang aku benar-benar sendirian.

Jika bicara tentang penyesalan, mungkin aku akan banyak hitungannya. Apalagi mengenai Ranu.

Jika saja aku berani meninggalkan acara tidak penting itu kemudian datang di hari ulang tahun Ranu. Jika saja aku membelikan Ranu banyak jaket denim yang ia sangat suka. Jika saja malam itu pemberitahuan ponsel aku suarakan. Jika saja, aku sempat mengatakan aku menyayanginya. Jika saja.

Deret penyesalan semakin bertambah. Aku tahu ini tidak ada gunanya. Hanya saja aku tidak bisa berhenti. 

*

"Malam ini aku akan tidur di sini."

"Kamu sudah hampir dua minggu di sini, Vin."

"Tidak masalah."

"Aku baik-baik saja."

"Aku percaya. Sudah, aku tidur dulu. Besok ada kelas pagi ... "

"Oh ya. Kamu juga ada kelas pagi besok. Buktikan padaku kalau kamu sudah baik-baik saja. Selamat malam."

Lihat selengkapnya