“Orang tuanya siapa, Pak?” tanya Arin pada Bapak- Bapak yang baru saja datang. Sedangkan Clara masih terpaku pada layar ponsel.
“Saya orang tuanya Galang,” jawab Bapak itu, sembari mengulas senyum.
Clara tersentak kaget, langsung menoleh ke arah Bapak yang katanya adalah orang tuanya Galang. Smartphone yang ada di genggaman tanganya nyaris mau jatuh karena saking terkejutnya.
Bapak itu sudah masuk ke dalam kelas setelah sebelumnya sempat tersenyum ke arah Arin dan Clara secara bergantian.
Arin langsung menyikut lengan Clara begitu Bapak itu baru saja masuk dan berkata setengah berbisik. “Calon mertua, tuh.” Arin terkikik.
Clara hanya menggerakan dagu, memakai sorot mata namun ada kebahagiaan yang terlukis di wajahnya. Tak lama, Yuni sudah keluar kelas dan segera mengajak Clara untuk pulang. Tapi Clara bilang kalau dia masih ingin di sekolah. Yuni akhirnya pulang duluan.
Saat Papanya Galang keluar, Clara langsung menghampirinya.
“Om, orang tuanya Galang?” tanya Clara.
“Iya,” balas Andi.
“Boleh saya lihat rapor-nya Galang?”
“Boleh-boleh.” Balas Andi sambil menyodorkan rapor pada siswi cantik di depanya itu. Clara segera membuka dan pandanganya langsung terpaku pada isi rapor.
“Teman kelas Galang?” tanya Andi saat Clara masih asyik menatap isi rapor.
“Iya, Om,” jawab Clara menatap Bapak itu sesaat, lalu kembali menatap raport.
“Saya dapat teguran banyak dari wali kelas, dia banyak membuat masalah di sekolah, benar- benar bandel anak saya itu.” Jelas Andi sembari mendesah kasar.
“Saya menyesal telah memaksa Galang untuk masuk jurusan IPA, trus saya sudah konsultasi dengan Guru BK, kalau Galang memang disarankan untuk masuk IPS. Tapi kok dia malah tidak mau pindah jurusan, ya, tetap mau di jurusan IPA. Katanya nggak jadi pindah jurusan itu, gara- gara ada cewek cantik di kelasnya.” Lanjut Andi.
Jadi benar? Galang mengurungkan pindah jurusan emang karna gue? Masa sih! Gumam Clara. Sedikit tidak percaya.
“Galang mengalami peningkatan, Om. Nilainya lumayan bagus, daripada UTS kemarin.” Ujar Clara kemudian sambil menutup rapor dan menyodorkan kembali pada Bapak itu.
“Galang hebat, Om. Walaupun dia nggak terlalu pintar di bidang akademik, tapi dia punya prestasi di bidang lain, anak Om ikut Popda tahun ini.” Lanjut Clara dengan wajah berbinar.
“Kamu sepertinya dekat sama anak saya, ya. Sepertinya kamu anak yang membuat Galang tidak jadi pindah jurusan itu.” Ucap Andi sembari rahangnya mengeras.
Mendadak pipi Clara jadi merah merona, dia tidak tahu harus ngomong apa lagi.
Andi lalu pamit pulang setelah melongok pada jam tangan yang dikenakanya. Clara mencium punggung tangan Andi sebelum Andi pergi dari sana. Rasanya senang sekaki bisa bertemu dengan Ayahnya Galang.
Clara pun tidak bisa menyembunyikan senyum merekahnya sembari menatap punggung Bapak itu sampai menghilang.
***
Keputusanya sudah bulat, cowok itu sudah yakin, sudah siap untuk menyatakan cinta kepada cewek yang dicintainya pada hari ini. Galang tidak mau membuat Clara merasa dikasih harapan, dia tidak mau membuat Clara salah paham lagi. Teringat dengan penjelasan Clara beberapa hari lalu, membuat Galang tidak berhenti tersenyum. Membuat hatinya berbunga-bunga setiap waktu, artinya Clara sedang menunggu dirinya. Galang tidak ragu lagi untuk suka dan cinta kepada seorang cewek cantik, teman sekelasnya. Cewek itu pula sudah memberikan sinyal-sinyal, harapanya sudah terlihat sangat jelas.
Tiba-tiba saja jantungnya berdebar debar hebat. Gugup agak melanda dirinya. Galang buru-buru menjulurkan tangan ke dalam saku dan mengeluarkan ponsel dari sana. Menghubungi Clara. Saat ini dia sedang bersama teman-temanya di warung dekat sekolah.
“Lo di mana?” tanya Galang saat suara manis Clara menyambutnya di ujung ponsel.
“Gue di sekolah, nih.”
“Gue ke sana sekarang ya!”
Panggilan langsung diakhiri. Galang langsung bangkit berdiri dan bilang kepada teman-temanya kalau hendak cabut duluan.
***
Galang menghentikan motor di halaman parkir di sebuah Sekolah Dasar. Clara di atas boncengan jelas bingung, mau apa Galang mengajanya ke sekolah dasar?
Clara turun dari atas motor dengan kening berkerut.
“Udah pantas jadi Bapak- Bapak belum?!” tanya Galang sehabis melepas helm. Lalu melepas jaket dan memberikanya kepada Clara. Tersisa batik yang menempel pas di tubuhnya.
“Maksudnya?”