Lembar Tentang Galang

Muhammad Nasokha
Chapter #8

Menyatakan Perasaan

  Sudah dua hari Galang tidak masuk sekolah. Seisi kelas tidak ada yang tahu kenapa cowok itu sampai tidak masuk sekolah dan sepertinya mereka tidak peduli. Bahkan, ketika Rafi teman sebangkunya ditanya mengenai hal itu, dia tidak tahu. Ada seorang cewek di kelas itu yang merasa kehilangan Galang tidak ada di kelas. Seharusnya dia merasa bahagia sekaligus bersyukur, karena hari-harinya akan terasa lebih tenang. Terbebas dari gombalan dan kata- kata manisnya. Tidak akan ada yang tiba-tiba menyambar bangku, duduk di sebelahnya. Tidak akan ada yang tiba-tiba mengajak ngobrol hal-hal yang membuatnya terkadang malu, kesal dan geleng-geleng kepala. Cewek itu tidak lain dan tidak bukan adalah Clara. Clara sudah mencoba untuk bahagia, karena tidak akan ada lagi yang mengganggunya di kelas. Namun, yang dirasakan sebaliknya. Dia merasa kehilangan, merasa sedikit cemas pula, sekaligus penasaran, kenapa Galang tidak masuk sekolah? Awalnya Clara bersikap biasa saja dengan tidak adanya Galang di kelas, kemarin. Namun, hari ini, dia benar-benar merasa kehilangan cowok yang super menyebalkan itu. Entah kenapa kedua bola matanya selalu memutar ke arah bangku cowok itu. 

Clara mengirimkan pesan kepada Galang pada akhirnya setelah sebelumnya sempat bimbang. Sepuluh menit telah berlalu, whatsapp dia centang satu. Berarti dia tidak aktif. Cewek itu menopang pelipis. Seketika Clara teringat dengan Budi. Kenapa tidak mencoba menanyakan hal ini kepada Budi. Tanpa berfikir panjang, Clara beranjak dari kelasnya untuk menemui Budi. Saking buru-burunya, dia sampai tidak kepikiran untuk mengubungi Budi lewat chat saja. Dia pun menepuk dahinya saat di luar kelas. Clara langsung menjulurkan tangan ke dalam saku dan mengeluarkan ponsel dari dalam sana. Dia menghubungi Budi. Setelah terdengar sahutan di ujung ponsel, Clara langsung menanyakan Budi sedang ada di mana, Budi menjawab, kalau dia sedang berada di kantin. Clara pun meminta Budi untuk menemuinya di perpustakaan dan Budi mengiyakan. Clara bergegas menuju perpustakaan begitu selesai ngobrol dengan Budi di ponsel. Sesampainya di sana, Budi juga baru saja sampai.  

‘’Galang kenapa nggak masuk sekolah, Bud? Udah dua hari dia nggak masuk sekolah, lo tau nggak kenapa dia nggak masuk?‘’ tanya Clara. Keduanya menjatuhkan diri di bangku yang ada di depan perpustakaan.

Budi tersentak, seperti teringat sesuatu. ‘’Oh, ya, gue lupa, Clar. Mau ngasih tau lo kalo Galang ada di rumah gue, tapi lupa!‘’ balasnya setengah memekik sambil memegangi kepala menggunakan kedua telapak tanganya. Lalu meringis setelahnya. 

“Kok bisa, dia di rumah lo?” tanya Clara sambil menautkan kedua alisnya.

“Dia kabur dari rumah, gara- gara dimarahin sama Bokapnya. Gue udah bujuk dia tadi pagi buat berangkat sekolah, tapi dianya nggak mau, lagi males katanya. Besok kayaknya udah berangkat sekolah lagi.‘’ Jelas Budi.

“Dia kabur dari rumah?” Ulang Clara.

Budi mengangguk.

“Tadi dia bilang, kalau lo kangen sama dia, gue disuruh bawa lo!” Tambahnya, sebelah alisnya terangkat.

Clara merasa malu untuk mengiyakan. Bukan karena kangen tapi karena penasaran kenapa Galang tidak masuk sekolah!

“Kalau diem, berarti kangen. Nanti pulangnya bareng sama gue aja, lo tunggu di halte.” Ucap Budi langsung bangkit dari bangku dan ngeloyor begitu saja.

Clara menurunkan bahu, menyesal sekali hari ini dia tidak membawa motor!

***

“Lang, ada Meta tuh di luar!” ujar Budi begitu sampai di kamarnya, melemparkan tas ke arah ranjang dengan sembarang. Galang sedang bermain gitar langsung berhenti.

“Gue kan nyuruhnya bawa Clara! Kenapa lo malah ngangkut si Meta, sih!” decak Galang sebal, sambil menaruh gitar di sampingnya.

Budi hanya membalas dengan senyum tertahan sambil melepas seragamnya. 

“Udah! temui aja dulu!” suruh Budi. 

Dengan malas, Galang beranjak dari kamar menuju ke depan. Cowok itu hanya mengenakan celana pendek dan kaus yang memperlihatkan lekuk tubuhnya. Rambutnya di biarkan berantakan, mencuat ke segala arah. Benar-benar tidak peduli dengan penampilanya saat ini. Ketika mendapati Clara sedang terduduk di depan, Galang langsung terlonjak, untung saja Clara tidak sempat menoleh ke belakang karena masih menatap lurus ke depan. Galang pun bergegas masuk ke dalam lagi, langsung meluncur menuju ke toilet. Sebelumnya sempat memaki Budi karena tidak bilang kalau Clara yang datang. Sedangkan Budi terkekeh puas sekali sambil berjalan menuju ke depan sembari membawakan minuman untuk Clara. 

‘’Galang lagi mandi, malu katanya, gue barusan di marahin sama dia. Gara-gara nggak bilang kalau lo ke sini.‘’ Jelas Budi, sambil menaruh nampan di atas meja, meraih kursi di sebelah yang dibatasi oleh meja kecil.

“Galang belum mandi” tanya Clara sambil menggelengkan kepala.

Budi mengangguk lalu terkekeh lagi. Keduanya pun ngobrol sembari menunggu Galang datang. Selang beberapa saat, Galang kembali dengan penampilan yang lebih rapi lagi - langsung menyambar kursi - padahal Budi sedang duduk di situ. 

‘’Kampret, punya mata nggak sih lo!‘’ decak Budi.

‘’Sorri-sorri, gue kira nggak ada orangnya,‘’ balas Galang cengengesan, sambil bangkit berdiri. ‘’Udah sana lo masuk ke dalam, jangan ganggu orang mau pacaran!‘’ suruh Galang.

‘’Ngaku- ngaku lo, jadian aja belum.‘’ Balas Budi sambil bangkit dari duduknya.

Clara ingin tertawa sebenarnya melihat kelakuan mereka berdua, namun hanya dia tahan. Kekanakan sekali!

‘’Clar, hati- hati sama dia, kalau diapa- apain sama dia, teriak aja, ada abang di dalam.‘’ ucap Budi sebelah alisnya terangkat, sebelum melangkah masuk ke dalam. Clara menoleh sesaat ke arah Budi.

‘’Udah sana masuk- masuk, jangan ganggu!‘’ usir Galang kemudian marah-marah sendiri.

Setelah Budi masuk ke dalam, suasana menjadi hening. Ada kecangguan diantara keduanya. Sesaat, keduanya saling terdiam. 

‘’Tenang, gue nggak ilang kok.‘’ Ujar Galang memulai obrolan.

‘’Lo kenapa dua hari nggak masuk sekolah?‘’ Potong Clara.

‘’Seragamnya basah,‘’ jawab Galang sekenanya.

‘’Ck, serius!‘’ decak Clara.

‘’Eh, bangunya kesiangan.‘’ 

‘’Tadi katanya seragamnya basah, trus, bangunanya kesiangan, yang bener yang mana sih!‘’ decak Clara lagi.

‘’Dua-duanya bener,‘’

‘’Tadi elo diboncengin Budi, ya?‘’ tanya Galang mengalihkan topik pembicaraan.

‘’Iya.‘’ Jawab Clara singkat tanpa menoleh ke arah Galang, menatap lurus ke depan.

‘’Kalau sekarang bonceng gue, mau?‘’

‘’Ke mana?‘’ ketus Clara tanpa memandangnya.

‘’Ke mana aja, yang penting sama kamu.‘’ Senyum tipis tercetak di bibir cowok itu. 

‘’Jawab dulu pertanyaan gue, kenapa lo dua hari nggak masuk?‘’ Tandas Clara. 

‘’Nanti gue ceritain di jalan,‘’ jawab Galang kalem, lucu juga kalau melihat cewek di sampingnya itu sedang ngambek.

Clara menyerah sekarang. Rasanya sudah tidak kuat lagi menghadapi candaan Galang. Tadi dia sungguh cemas sekali dan sekarang, rasanya menyesal sudah mencemaskan cowok itu.

‘’Yuk! kita jalan sekarang,‘’ ajak Galang, sudah berdiri.

Clara menurut saja dengan bangkit dari duduknya. Sebelumnya meminum es teh yang sedari tadi dibiarkan begitu saja. 

‘’Bud! pinjem motor lo!‘’ seru Galang dari luar, sudah naik ke atas motor jok motor astrea grand milik Budi dan memundurkanya.

‘’Jangan lo jual yang penting!‘’ sahut Budi dari dalam jendela kamarnya.

‘’Emangnya motor lo kenapa, Lang?‘’ tanya Clara.

‘’Lagi ngambek, lihat cewek cantik soalnya.'' Balas Galang sambil mengangkat sebelah alisnya. 

Clara tidak menimpalinya, mengenakan helm ke kepala. Galang menghidupkan mesin motor dan menyuruh Clara untuk segera naik ke atas boncengan. Clara naik dengan sedikit canggung melandanya saat ini. Saat sudah di atas boncengan, jantungnya malah berdegub tidak karuan.

“Udah?” tanya Galang begitu Clara sudah ada di atas boncengan.

Lihat selengkapnya