Minggu pagi ditemani dengan teh hangat di genggaman tangan cewek itu. Sesekali teh hangat itu disesapnya, rasanya terasa hambar, pandanganya sedang menatap lurus ke depan. Ekor matanya tidak sengaja mendapati Sang Mama sedang menyiram tanaman di luar sana.
Kira-kira gue ngasih kado apa, ya, sama Galang? Jam tangan, baju, kemeja, jaket, sepatu? Gumam Clara.
Di dalam benaknya kini bersahut-sahutan barang-barang yang seperti menunggu untuk segera dipilihnya. Namun, Clara sendiri malah jadi bingung. Besok adalah hari yang sangat spesial. Hari dimana Clara harus mengucapkan terima kasih kepada Ibunya Galang. Karena besok, adalah hari ulang tahunya Galang. Dia lahir di dunia ini dan Clara merasa senang bisa kenal dengan orang seperti Galang.
Tiba-tiba saja suara cempreng berhasil membuat telinga Clara sakit. Dia sangat amat hapal sekali siapa pemilik suara itu. Suara itu adalah suara milik Abangnya yang mungkin sedang mengadakan konser tunggal di pagi ini sambil mencuci motornya. Clara berdecak sebal, namun tiba-tiba saja sebuah ide tersebit di benaknya, dia ingin bertanya mengenai kebingunganya kepada Abang. Clara sudah menaruh cangkir di atas meja, lalu berbalik badan. Baru satu langkah kakinya maju ke depan. Namun dia sudah menarik kakinya kembali. Dia urung melangkah. Rahangnya mengeras, bertanya hal seperti itu kepada Abang sepertinya kurang tepat. Malah pasti akan mendapat cobaan yang berat di pagi ini. Seharusnya cerita dan meminta pendapat kepada Papa saja. Tetapi Papa sedang keluar karena ada keperluan. Sedangkan dia membutuhkan saran saat ini juga. Tidak ada pilihan lain, selain bertanya kepada Abang.
Clara menjatuhkan diri di teras rumah, lalu berbasa basi dengan Abangnya terlebih dahulu.
“Bang, kalau lo ulang tahun, sukanya dikasih kado apa?” tanya Clara sembari menopang dagu.
Zain mengerutkan dahi, lalu berhenti dari aktivitas membersihkan motornya sejenak. “Di kasih uang yang banyak,” balasnya lalu melanjutkan menyiramkan air pada badan motor.
“Ck, ih serius bang,” Clara menurunkan tanganya sambil berdecak sebal.
“Kenapa tiba- tiba tanya soal itu, mau ngasih kado apa lo sama gue?!’’ Balas Zain dengan nada sarkatis.
‘’Biasnya juga kalau gue ulang tahun, lo nggak pernah ngasih gue kado.” Lanjut Zain, masih membersihkan badan motor.
Clara pun meringis, “Yaudah ganti pertanyaan aja deh, cowok itu sukanya dikasih kado apa sih, kalau lagi ulang tahun?”
Zain bangkit berdiri disertai dengan hembusan napas, lalu berkata. “ Ambilin minum dulu sana, nanti gue kasih tau.”
Clara pun menurunkan bahu, beranjak malas- malasan menuju dapur untuk mengambilkan air minum, selang beberapa saat dia kembali lagi ke depan dengan membawa segelas air putih dan menyodorkan kepada Abang.
Zain pun ikut duduk di sebelah adiknya sambil meneguk air mineral. “Cowok suka hadiah yang nggak biasa,” ucapnya sembari menyeka keringat di wajahnya.
“Maksudnya nggak biasa?”
“Yah, pokoknya beda sama yang lain, yang bisa memberikan kenangan tersendiri, gitu!” Balasnya menoleh ke arah Clara.
“Dulu, Fifi ngasih kado apa sama Abang, waktu Abang ulang tahun?” Tanya Clara, menopang dagu lagi.
Fifi adalah pacar Zain.
“Ngasih foto terjelek gue, tapi gue suka banget sama foto itu, diam- diam dia nyuri foto gue waktu di ruang Graha.” Jelas Zain.
“Daripada ngasih jam tangan, baju, itu udah terlalu biasa.” Tambah Zain.
‘’Foto, ya,‘’ Clara mangguk-mangguk.
“Lo udah punya pacar, ya?” potong Zain.
“Eng-nggak, buat temen, kok.” Jawab Clara agak gelagapan.
Clara pun menggeleng kepala sembari bangkit dari duduknya. Dia rasa sudah sangat cukup ngobrol dengan Abangnya.