Dinginnya Kota Balikpapan membuat Jingga selalu mengenakan bomber berwarna merah putih dengan lambang garuda, baju couple paskibra 2018.
Jingga meraup oksigen sebanyak-banyaknya. Udara sejuk menemaninya dengan hembusan napas panjang serta senyum terukir di bibirnya, sensasi menyamankan, membuatnya merindukan kasur dan gulingnya.
Suasana hari ini benar-benar tepat untuk rebahan ditemani mi kuah serta susu hangat. Tapi mengingat perannya sebagai pelajar, dengan berat hati ia meninggalkan markas berharganya. Realitanya Jingga berada di sekolah dengan lalu lalang siswa-siswi berteriak menyaksikan futsal di lapangan.
Hari Jumat merupakan hari yang Jingga tunggu-tunggu. Mengingat usai liburan semester sehingga tidak begitu banyak kegiatan sekolah. Sehingga besok Jingga libur ekskul paskas. Setelah masa MPLS berakhir, harusnya hari Kamis dan Jum’at bebas masuk sekolah dan bermain dengan teman untuk melepas rindu. Tapi sekarang berbeda, guru di SMA Martadinatha memaksakan diri untuk memberikan tugas.
Sebenarnya Jingga ingin protes. Namun teman-teman di kelas unggulannya terlalu ambisius sehingga mereka hanya diam mengerjakan. Dan akhirnya Jingga mengikut suara terbanyak.
Jingga menatap dari kejauhan seseorang yang tengah bermain futsal di lapangan indoor. Dia menganakan pakaian berwarna merah muda. Meskipun terlihat warna cewek, tapi tidak mengurangi kadar ketampanannya dan cool-nya.
“Rayan ganteng banget.” Hal tersulit yang Jingga lakukan adalah menahan hawa nafsunya untuk melihat cowok ganteng.
Jingga tertegun, pantas saja Rayan memiliki banyak penggemar. Selain karena wajahnya yang tampan, kepintarannya dalam akademik selalu masuk lima besar di kelas, skill fotografer, dan hampir semua olahraga dia kuasai kecuali silat.
“Jangan mikirin dia terus, Ji!” decaknya penuh halu. Jingga mengenyahkan pikirannya tentang Rayan. Ia tidak ingin terlarut mengaguminya secara berlebihan.
Cinta itu fitrahnya manusia, tapi terkadang manusia meletakkan cinta itu pada minset yang salah. Sehingga sering ditemui kasus hamil di luar nikah, oleh karena itu ayahnya selalu memberikan penekanan untuk tidak pacaran.
Tak heran apabila teman laki-laki Jingga sangat sedikit, hanya Husen, Abip, dan Rayan. Selain mereka bertiga, Jingga jarang mengobrol. Mereka bertiga juga sangat dekat dengan ayahnya sehingga ayahnya hanya mempercayai tiga cowok itu. Semakin lama Jingga juga sadar batasan berteman dengan lawan jenis, beruntungnya semua teman sekelasnya adalah perempuan.
Mata Jingga tertumbuk pada satu cewek yang tak lain teman sekelasnya tengah memberikan sebotol minum untuk Rayan. Senyum yang tadi terukir seketika lenyap diikuti mendung yang seolah mengerti perasaannya. Rasanya Jingga ingin memberontak, tapi ia sadar bukan siapa-siapa. Untuk mengaku bahwa ia menyukai Rayan, rasanya sulit. Mungkin Jingga akan membiarkan perasaannya memudar atau justru semakin bergejolak.
“Lihatin Rayan?” Suara Orlin, sahabatnya itu mengagetkannya. “Belum move on?”
Hanya Orlin yang mengetahuinya, tempatnya curhat dan bercerita untuk meringankan sedikit bebannya.
“Ngapain lihatin dia," ucap Jingga. “Mending lihatin lapangan aja, lapangannya lebih bagus,”
“Bagus sih bagus, tapi lapangannya hitam jadinya panas banget kalau lewat. Lagian bagus-bagusnya warna hijau kenapa diganti hitam coba?” cerocos Orlin.
Jingga terkekeh geli saat menatap lapangan dipenuhi warna hitam serta merah muda di dekat ring basket. Ia bahkan berpikir guru-guru di sini pecinta BLACKPINK.
“Kamu latihan paskibraka lagi?” tanya Jingga.
“Biasa,” jawabnya dengan nada melemah.
Jingga mengusap bahunya. “Jalanin aja dulu, di bulan Juni sampai Juli emang capek-capeknya latihan.”
“Makasih. Hampir aja aku nyerah dulu karena capek. Tapi aku sadar, banyak murid yang pengin di posisiku, jadi aku nggak mau sia-siain ini.”
Jingga menahan napas sesak. “Alhamdulillah.”
Jingga bangga dengannya, sangat bangga, melebihi bangga pada dirinya sendiri. Dia satu-satunya perwakilan di Jurusan Akuntansi yang berhasil menjadi paskibraka provinsi Kalimantan Timur.
Dari seluruh paskibraka, yang terpilih hanya tiga di SMA Martadinatha dan Orlin orang yang beruntung mendapatkan itu. Orlin yang sebelumnya belum mengerti tentang LKBB kini mulai paham. Dia yang semula tidak tahu apa-apa hanya mengikuti perintah dari guru untuk mewakili kelas dalam seleksi paskibraka tingkat kota. Dan suatu keajaiban, Orlin dipilih bahkan ke provinsi.
Sedangkan Jingga yang sedari SMP sudah bergelut dalam paskibra tidak bisa mengibarkan bendera ke tingkat kota. Sedang tahun depan yang dipilih seleksi hanya kelas sepuluh. Mungkin Allah sudah merencanakan sesuatu lain yang lebih indah.
“Tapi Mama dan Papa juga masih sama kayak dulu.” Dia bergumam pelan.
Jingga mengusap bahu Orlin. “Kamu cuma butuh waktu. Semua akan baik-baik aja.”
“Capek, Ji,” kilah Orlin.
“Kamu sekarang fokus latihan. Tunjukkan sama orang tua kamu kalau kamu bisa, kamu itu sanggup, dan kamu kuat,” ujar Jingga. “Dengan remehan orang sekitar kita harus belajar bahwa kejutan itu akan datang seiring berjalannya waktu."
Orlin mengangguk dan tersenyum manis. “InsyaAllah.”
“Zara, mau kemana?” Zara melirik Orlin selintas. “Kantin, ya?”
“Iya, aku mau ngajak kamu, tapi kamu sudah sama Orlin.”
“Mau aku teme—“
“JINGGA ADA KUJANG!” Teriakan menggelegar dari sekretaris kelas itu mengagetkan Jingga.
Zara membalik tubuhnya dan menatap orang yang berteriak itu. “Aku sendiri aja.” Lantas Zara berlalu. Sedangkan Jingga menghela napas dengan perasaan tidak enak.
Anya memegang kedua lututnya dengan napas tersengal. “Ku--Kujang datang ke kelas. Dia rusuh lagi.”
Jingga memutar bola mata malas. Heran dengan tingkah Kujang, ia pikir liburan semester membuat Kujang berubah. Baru beberapa hari masuk sekolah sudah membawa onar dengan mengganggu salah satu siswi cantik di kelasnya
Baiklah. Jingga tidak tinggal diam.
“Dia dimana?” tanya Jingga.
“Di kelas.”
Jingga berjalan cepat menuju kelas untuk menghentikan aksi cowok menyebalkan itu.
Benar saja, cowok itu datang membawa segerombol bubuhannya sebanyak sepuluh orang.
“KUJANG!” pekik Jingga sangat keras hingga semua orang menoleh ke arahnya, tanpa terkecuali.
Julukan 'Kujang' untuk cowok tinggi berkumis tipis dengan nama asli Kurnawan Joan Angkasa yang disingkat Kujang. Sebenarnya ide itu muncul dari salah satu geng Kujang yang diberi nama Serdadu yang artinya Serangan nggak ada urusan. Sehingga nama Kujang sudah tidak familiar lagi di SMA Martadinatha.
Jingga berdiri di hadapan Kujang sembari berkacak pinggang. “Sehari aja nggak ngerusuh di kelas orang bisa, nggak?!” teriak Jingga, tepat di hadapan Kujang. “Ini juga, anggotamu mau aja disuruh-suruh, cakep nggak pa-pa, lah ini kayak jamet banyak gaya!”
“Waduh! Mampus kita.”
“Monster datang.”