Lembayung Senja

Setya Kholipah
Chapter #4

Detak

“GOL!!!” 

Semua murid di lapangan memusatkan pandangannya kepada Jingga. Beberapa detik kemudian Jingga sadar dirinya menjadi sorotan. Pasalnya hanya Jingga yang berteriak heboh ketika Rayan berhasil membobol gawang. 

“Ji, kayaknya kamu harus cabut dari sini.” 

Langkah besarnya berlari menaiki tangga diikuti Orlin di belakangnya. Benar-benar memalukan. Bahkan orang yang dikabarkan dekat dengan Rayan tidak seheboh Jingga. 

Sampai di kelas Jingga meneguk air sebanyak mungkin. Sekuat tenaga Jingga mengenyahkan pikirannya untuk menghapus hal konyol yang beberapa menit Jingga lakukan. 

“Bisa gawat kalau mereka curiga, nanti mereka tahu kalau kamu suka—“ 

Dengan cepat Jingga membekap mulut Orlin. “Jangan sebut dia.” 

“Ye—pya—sin!” 

Jingga menjauhkan tangannya dari mulut Orlin lalu mendelik kesal. “Awas berani buka suara lagi.” 

Orlin menunduk dengan penuh penyesalan. “Maaf,” sesalnya. “Lagian kamu ngapain nontonin dia?”

“Aku mau semangatin dia aja sama lihat dia.”

"Kamu dilihatin tadi."

“Spontan aku teriaknya, Lin,” elak Jingga. “Btw, Rayan sempat lihat aku, nggak?” 

Orlin menatap serius. “Bukan sempat lagi, tapi lihatin kamu terus sampai kamu naik tangga.” 

“Jangan-jangan Ra—“

“Bukan!” potongnya, "natapnya itu aneh, malah aku pikir Rayan ilfil lihat kamu,” ucap Orlin dengan menjejalkan kalimat-kalimat yang tidak mengenakkan. 

Cewek pertama yang tidak rela Jingga pacaran selain ibunya adalah Orlin. 

“Kamu mending berhenti suka sama Rayan.” Orlin melengkungkan bibirnya. “Nggak baik suka sama orang terlalu berlebih. Hati-hati jangan sampai pacaran.” 

Tawa renyah menggema. “Aman, lagian aku mau fokus sekolah dulu biar sukses. Kalau sukses semua cowok yang mendekat. Daripada pacaran lebih baik ta’aruf.” 

“Awas aja kalau kamu pacaran. Jangan sampai kayak temenku.” 

“Itu ‘kan di sekolahmu, sekolahku dulu nggak ada yang sampai hamil di luar nikah.” 

“Sekolah favorit nggak jamin semua muridnya anak baik-baik,” ucap Orlin penuh peringatan. “Ingat kata-kataku.” 

Jingga mengangguk. Ia masih ingat perkataan Orlin. ‘Jingga kalau ada yang nembak kamu tolak aja. Kalau ada yang pegang-pegang tangan kamu juga tolak. Jangan sampai kejadian yang dialami temanku kamu alami juga. Sekarang aku nggak tahu kondisinya dia gimana. Jadi, jangan pacaran ya, jangan sampai hamil di luar nikah.’

***

Sembari menunggu Orlin, Jingga duduk cukup lama karena jam istrirahat pertama masih ramai kerumunan siswa dan siswi di kantin untuk mengantri makanan. Sedangkan jam istirahat hanya dua puluh menit.

Jingga menyipitkan mata hingga menimbulkan kernyitan tipis di dahi kala seorang cowok dengan seragam jurusan abu hitam tengah berkumpul di meja paling ujung. Tetapi pandangannya fokus pada satu orang di samping Husen yang membelakanginya.

Jemari lentik Jingga meraih ponsel dan membuka galeri. Matanya menatap ponsel serta tubuh pria itu secara bergantian. Ia memperbesar layar ponselnya dan mengulangi bahwa penglihatannya tidak salah. “Mirip."

“Sendirian di sini?” Tiba-tiba Rayan menyapa Jingga, duduk di bangku kosong sebelah Jingga. 

“Iya.” Jingga menjawab singkat. 

“Kamu ngapain lihatin dia?” 

Merasa canggung, Jingga menggeser tubuhnya, sepintas ia membetulkan posisiku. 

“Kayak nggak asing sama dia.” Jingga menunjuk cowok yang masih membelakanginya. Cowok itu tengah berkutik dengan kamera, menghiraukan beberapa temannya yang asik bercerita. 

“Anak OSIS,” terang Rayan. “Dia yang foto kamu sewaktu parade.”  

Jingga terperanjat sampai bola matanya melebar. “Jadi dia?” tanya Jingga memastikan. 

Anggukan dari Rayan sukses membuat Jingga bungkam. 

Sebenarnya Jingga tidak bisa memastikan apakah cowok itu sama dengan cowok yang Jingga temui di Taman Cemerlang atau hanya sekadar mirip. Pasalnya wajahnya tidak menghadap ke arahnya. 

“Dia murid baru?” tanya Jingga. “Kok kayaknya aku belum pernah lihat dia sebelumnya.” 

Rayan menggeleng. “Dia murid lama, Jurusan Multimedia. Emang jarang keluar kelas jadi ngiranya kamu murid baru.” 

Jingga mengangguk paham. 

“Aku sudah beli salome.” Orlin menyeringai tipis. Ia melirik Rayan dengan tatapan interogasi. “Kamu mau modus sama Jingga, ya?” 

Tatapan aneh dari Rayan membuat Jingga menutup wajah malu. Kehadiran Orlin jika tidak membuat masalah, menghancurkan rencana, dan membuat malu. 

“Nanti sore kamu ngumpul, nggak?” tanya Rayan, mengabaikan pertanyaan Orlin. 

Jingga termangu. Ia kenal Rayan sejak SMP dan belum pernah mengurusi hidupnya, walaupun sekadar bertanya ekskul. “InsyaAllah.” 

“Kamu modus lagi ya nanya-nanya begitu?” Orlin bertanya penuh selidik. 

Rayan melirik Orlin dan menjawab tenang, “Jadi cewek kok kepo.” 

Kepalan tangan Orlin membuat Rayan berdiri. “Nggak Abip, nggak temannya, nyebelin banget.” 

“Sampai jumpa nanti.” Rayan berlalu meninggalkan Jingga dan Orlin dengan ekspresi tercengang.  

Orlin duduk dengan heboh di samping Jingga dan memegang pipinya. “Jingga, tolong, kamu jangan terlalu baper sama dia!” 

Terlambat. Jingga sudah baper duluan. 

Lihat selengkapnya