Lembayung Senja

Setya Kholipah
Chapter #12

Kejutan

Kedatangan keempat temannya mampu mengembalikan senyum Jingga. Tentunya mereka punya sejurus alasan untuk diizinkan keluar sekolah dan datang ke rumah Jingga. Dengan hadirnya mereka setidaknya tidak membuat Jingga terlarut dalam kesedihan. 

“Kamu nggak punya PS, Ji?” tanya Abip. 

Jingga menggeleng. 

“Kalau TV di kamar?” 

Jingga menggeleng lagi. 

“Radio ada, nggak?” 

Lagi, Jingga menggeleng. 

Plak! 

Husen memukul Abip dengan guling dan melayang mengenai bahu Abip. “Jangan banyak tanya jadi orang, woy!” rutuk Husen dengan kesal. 

“Ini menghibur orang yang lagi sedih, Sen.” Abip menjawab, membela dirinya. 

“Ndasmu ngehibur,” celetuk Salwa sembari mengeluarkan beberapa makanan ringan dan buah-buahan. 

Bukan kalimat motivasi dan kata-kata yang mereka utarakan. Namun dengan tingkah konyol mereka yang membuat Jingga sesekali tertawa. 

Mereka mempunyai cara yang unik untuk menghibur sahabatnya jika sedih. 

“Jingga minta snack punyamu.” 

Baru saja Abip hendak mengambil makanan ringan, Salwa sudah melemparkan pukulan mengenai lengan Abip dan membuat korban mengaduh kesakitan. Tidak ada rasa bersalah dari Salwa, ia justru tampak cekikikan melihat Abip meringis karenanya. 

Jingga terkekeh geli melihat wajah Abip yang memberengut kesal. 

“Makan, Bang.” 

Jingga menggeleng mendapat tawaran Husen. 

Plak! 

Gantian Abip yang kini menabok bahu Husen bahkan lebih keras. “Cantik-cantik gini kok dipanggi Bang, sih?” tanya Abip tak terima. 

“Kalian pasti ribut aja kerjaannya,” adu Zara yang mulai jengah. “Kalau nggak Abip sama Salwa, Husen sama Salwa, pasti Husen sama Abip berantem mulu. Capek tahu.” 

“Sebentar lagi kita mau lulus—“ 

“Masih lama kali. Dua tahun lagi, Bip,” potong Zara. 

“Nah, justru selama dua tahun kita harus buat kenangan yang menarik tentang masa kita di putih abu-abu.” 

Husen melempar bantal dan tepat mengenai perut Abip, membuat Jingga terkekeh. “Sekolah kita aja yang putih biru muda bukan putih abu-abu celana dan roknya.” 

Abip, Zara, dan Salwa menatap rok dan celananya masing-masing. Mereka sama-sama termenung sesaat.

"Iya, aku baru sadar rokku putih biru muda, mendekati abu-abu," gumam Salwa.

Mendadak Jingga diam dan menyadari sesuatu selama satu tahun ini. “Kok benar, Sen?” 

“OH MY GOD!” 

“JINGGA NGOMONG BRO!” 

“AKHIRNYA SETELAH SEKIAN LAMA!” 

Plak! 

“Sekian lama ndasmu.” Zara berdecak kesal. “Cringe tahu.” 

“Zara sensi banget sama Husen,” gumam Abip, "kamu nggak cemburu, Wa?” 

Salwa bergidik geli dan memasang tampang seolah jijik. “Nggak, ngapain aku cemburu sama Husen.” 

“Sekarang aja bilangnya gitu. Coba nanti pasti kamu kepincut sama aku,” ujar Husen dengan sombong sembari menyibakkan poni rambutnya ke belakang. 

“Kalian sudah makan?” tanya Anggi menatap satu persatu teman putrinya. 

“Hah?” Abip terperangah. 

“Makan, ayo?” Salwa berseloroh.  

“Saya belum makan Tante bebe—“ 

Abip membekap mulut Husen. “Jangan numpang makan lol. Tahu malu dikit kenapa?!” 

Husen menjauhkan tangan Abip dari mulutnya dan menatap Jingga penuh senyum. “Jangan repot-repot, Tante. Aman aja kok kita nggak makan.” 

“Ibuku nggak nawarin kalian makan, kok. Cuma nanya aja,” ucap Jingga santai.  

Blush! 

“Tenggelamkan aku, Bip, tenggelamkan sekarang juga!” pekik Husen dengan teriak. Mungkin ia malu terlalu kepedean. 

“Lebay.” Zara mendelik. 

“Jingga, masa temennya digituin?” 

“Makanya, marahin aja, Tan,” ucap Abip mengompori. 

Jingga tertawa kecil yang membuat mereka melongo. “Aku bercanda. Ibu sudah masak banyak untuk kalian jadi kalian makan, ya?” 

“Oke!” ucap Husen dengan semangat. “Jangan tenggelamin aku , Bip.” 

Lihat selengkapnya