Lemon of 10 Days

Shenita Sora
Chapter #1

鼓吹 (kosui) : inspiration

Sekar


"Morniiing! Ke GI, yuk!"

Yana menoleh ke arahku sebentar dengan tatapan jengah. Kedua bola matanya berputar menyaksikanku yang segera merebahkan diri di kasur. Di sebelahnya duduk. Yana sudah berpakaian rapi, karena sebelum ke sini, aku sudah mengirim WA untuk bersiap-siap. Selalu ada kegiatan wajib setelah rutinitas gilaku ini.

"Cowok mana lagi yang lo putusin sekarang?"

"Apa, ya?" Kurentangkan kedua tanganku. Mataku menatap langit-langit kamar Yana. Mengulang setiap kejadian pagi ini. Keluar rumah. Bertemu Keenan. Sarapan berdua di warung bubur ayam langganannya. Tanpa suara. Tanpa kata-kata.

"Semester depan kita mulai PKL, mencicipi realita kehidupan kantoran. Semester depannya lagi mulai nyusun Proposal, kalau nggak molor semester delapan udah pusing Skripsi. Thesis is coming, Nyet. Dan lo masih begini-begini aja?"

"Masih begini-begini aja gimana?" Belum ada niatan membalik badan menatap lawan bicaraku saat ini, otakku masih memproyeksikan momen terucapnya kata putus dari mulutku setelah bubur ayam Keenan habis tadi.

"Nan, kamu tahu, kan? Sudah sadar, kan?"

Keenan menenggak air minumnya. Wajahnya datar, menungguku menyelesaikan kalimat.

"We're done, Keenan. We're done."

"Lo pilih gue cekik atau gue racun obat nyamuk biar tobat, hah?" Yana menyembur.

Kali ini aku tergelak. Memberi tatapan ngeri ke Yana. "Psikopat, ya?"

"You're more than a psychopath." Tatapan Yana tajam.

"Keenan, Yan. You know him."

"I don't. Lebih tepatnya gue nggak hapal nama-nama cowok yang lo pacari selama hampir empat tahun ini. I never imagine my friend is a player, tho. Nyesek banget hidup gue."

"Kenapa jadi hidup lo yang nyesek, dah? Bukan lo ini yang gue putusin."

Yana tidak menyahut. Matanya masih sengit menatapku.

"When am I gonna stop all this shit, ya Yan?"

"Talk to my hand!"

Aku tertawa lagi. Yang Yana tidak tahu, tiap kali mengakhiri hubungan singkat dengan cowok-cowok itu, aku selalu menangis. I'm crying over my stupidity. Sesuatu yang kumulai di tahun pertama kuliahku itu seperti menjadi kebiasaan yang membandel. Being a player isn't my plan at all. Kalau saja ada cara lebih ampuh untuk mendistraksi pikiranku dari laki-laki di negara seberang sana, mungkin aku bisa lebih manusiawi. Sesungguhnya aku capek. Berpura-pura seperti bisa menjalani kehidupan mahasiswi yang tidak sekedar berkutat dengan tugas kuliah, tapi juga menjalin cerita asmara. Tapi, ternyata yang namanya asmara itu mau di karya fiksi atau di kenyataan selalu pelik. Terlalu rumit. Aku ingin berhenti. Tapi, tidak tahu bagaimana caranya.

Like my question to Yana: when am I gonna stop all this shit?

"Seperti yang lo bilang sebentar lagi kita skripsi. Lo bakal sibuk dengan sketsa-sketsa desain. Gue bakal pusing analisa novel. Jadi, gue rasa gue berhak mendapat suasana yang kondusif."

"Terus?"

"Ya, salah satunya dengan cara begini."

Lihat selengkapnya