Lemon of 10 Days

Shenita Sora
Chapter #27

忘れ物 (wasuremono) : thing left behind

Sekar

Chanoyu. Upacara Minum Teh Jepang. Dari semalam kepalaku sudah membayangkan banyak adegan untuk kegiatan hari ini, terutama chanoyu. Teh yang dimaksud di sini menggunakan bubuk teh hijau. Matcha.

Matcha aisukurimu jadi topik dialog tak kasat mata, sekaligus jadi benda yang dipegang anak laki-laki di foto akun Juna-san. Duniaku seolah berpusat pada hal berbau matcha sekarang. Ditambah kurang tidur dan banyak pikiran. Keluar-masuk Google, Instagram, X, Threads, sampai LinkedIn. Semua gara-gara foto anak laki-laki yang jadi display picture Juna-san di akun LINE-nya. Untungnya sejauh ini aku tidak merasa apa-apa, entah pusing atau tiba-tiba demam akibat kurang istirahat. Tadi sewaktu pengukuran suhu rutinan tiap pagi juga hasilnya normal. Semoga.

Oh iya, apa hasil gerilya medsos tadi malam? Nothing. Apa yang mau diharapkan dari pencarian berbekal kata kunci "Juna", "JENESYS", dan "JICE"? Tidak mungkin perusahaan mengobral identitas karyawannya, kan? Aku juga tidak tahu marganya apa. I don't know anything about him, literally.

That's it.

Tapi, memangnya informasi apa yang mau kulihat? Ekspektasiku juga sudah mulai agak-agak. Berharap ada sesuatu yang bisa jadi titik terang di antara rangkaian bayangan-bayangan aneh yang kulihat di Istana Osaka kemarin. Sebenarnya kalau mau jujur, semuanya seram. Hanya saja, karena si subjek ini ada di dekatku dan aku kenal, rasa penasaranku melebihi rasa ngeriku sendiri.

Seperti sekarang ini. Kengerian akan gambaran anak laki-laki, suaranya berdialog dengan anak perempuan bernama Lasya yang sama-sama masih misterius itu kalah dengan agendaku hari ini.

Pukul 9.30, lima menit lagi, kami akan mengikuti chanoyu di Taman Daisen. Setengah jam berikutnya, kami akan berjalan-jalan mengelilingi sebagian area taman. Dilanjut dengan mengunjungi Museum Kota Sakai, lalu berziarah ke Makam Kaisar Nintoku. Itu semua berada di lokasi yang berdekatan, lebih tepatnya berada di satu kompleks taman yang sudah dibangun seluas 38,5 hektar dari total perencanaan pembangunan seluas 81,1 hektar itu. Jadi kami akan berjalan kaki ke satu tempat ke tempat lainnya. Kuat-kuat, ya, dua kaki tercintaku.

Setelah makan siang nanti, jadwal tour yang makin lama makin terasa seperti jadwal kunjungan Miss Universe ini, akan disambut para mahasiswa Universitas Hagoromo Kokusai. Menurut jadwal, kami akan melakukan serangkaian kegiatan bersama mahasiswa-mahasiswi di sana mulai jam satu siang sampai jam lima sore. Usai ngampus, kami akan diantar ke surganya kaum hawa. Mall. Tepatnya ke AEON Sakai. Baru setelahnya ditutup makan malam bersama, dan kembali ke hotel.

Yak, padat merayap, Pemirsa. Jadi, tidak ada waktu untuk melanjutkan kengerian yamg mendera. Akan lebih cerdas kalau aku berani bertanya langsung pada si subjek mengenai display picture-nya. Iya, kan?

Itu seandainya kalau aku cerdas. Sayangnya, aku masih terlalu bodoh untuk menutupi kecanggunganku tiap kali berpapasan dengan laki-laki tinggi itu. Sorot matanya kini terasa lebih tajam dari biasanya. Mau dia senyum atau tertawa lebar sekali pun, sekarang tetap menghadirkan efek kejut yang membuat darahku berdesir cepat.

Kini, kami sudah berjejer rapi dengan posisi duduk seiza104 dalam barisan letter U, di sebuah ruangan beralaskan tatami105 yang diperuntukan chanoyu, yang disebut chasitsu, di Taman Daisen.

"Upcara Minum Teh yang akan kita ikuti hari ini sebenarnya versi informal untuk wisatawan, ya. Durasinya sekitar 30 menit. Kalau versi formal yang sesungguhnya bisa memakan waktu sampai 4 jam. Bisa nggak pulang-pulang kita kalau ikut yang versi formal," buka Kiritaki-san mengundang tawa kami, sebelum petugas yang bertindak sebagai tuan rumah mulai memperagakan urutan upacara.

Mula-mula dia memperagakan ritual penyucian peralatan upacara minum teh, dengan cara membersihkannya satu per satu menggunakan fukusa106. Kemudian, memanaskan chawan107 dengan air panas dan memurnikan chasen108 di dalam air. Langkah-langkah ini merupakan gerakan simbolis untuk memurnikan jiwa para tamu. Seluruh peralatan dalam chanoyu jelas sudah bersih semua sebelum upacara dimulai.

Tahap kedua yakni menyiapkan teh hijaunya. Biasanya akan ada dua jenis teh, koicha dan usucha, namun di versi chanoyu singkat ini kami hanya diberi usuchaKoicha sendiri adalah teh matcha kental dengan perbandingan sekitar dua atau tiga sendok teh matcha dicampur sedikit air di dalam chawan. Teh ini yang akan disuguhkan ke para tamu terlebih dahulu. Sedangkan usucha adalah teh matcha encer dengan perbandingan sekitar satu sendok teh matcha dengan satu cangkir air. Kedua jenis teh itu dibuat dengan cara mengocok campuran matcha dan air di chawan menggunakan chasen hingga berbusa.

Sebelum minum teh, tamu disuguhkan wagashi. Kue manis itu harus dimakan habis sebelum meminum teh matcha.

"Harusnya minum yang pahit dulu, kan, wagashi bisa jadi penetralnya nanti." Protesku itu sudah pernah kulontarkan ke Ruri, karena aku tidak punya cukup nyali menyuarakan isi hati ketika pelajaran bahasa Jepang hari itu diisi dengan materi chanoyu dan sensei menyetel video tata caranya.

"Tujuannya kan minum teh. Jadi, lakon utamanya datang belakangan. Wagashi cuma jadi peran pendukung. Yang paling penting lagi, bukan lo yang ngatur gimana jalannya chanoyu," begitu counter yang kudapat dari Ruri setelah dia dengar ceritaku soal urutan wagashi dan teh matcha yang menurutku terbalik itu.

Ah, Ruri lagi. Lagi-lagi Ruri. Kudunya otakku ini yang dikucuri teh matcha banyak-banyak, biar tidak memunculkan kenangan-kenangan manis dengan orang itu lagi dan lagi.

Perkara manis-pahit yang urutannya saling silang itu, sekarang benar-benar bisa kurasakan sensasinya. Sesuai dugaan, harusnya wagashi-nya yang di urutan terakhir. Lidahku terasa kebas setelah teraliri cairan teh hijau itu.

Lihat selengkapnya