Lemon of 10 Days

Shenita Sora
Chapter #28

木漏れ日(komorebi) : sunlight filtering through trees

Juna

Setelah sekian kali mendapati dia hampir collapse, susah rasanya untuk pura-pura nggak peduli. Memang sudah menjadi tugasku sebagai pendamping grup harus senantiasa awas di setiap kesempatan, karena nasib karirku ada di keselamatan peserta. Namun, nggak bisa kupungkiri kondisinya melebihi batas wajarku untuk siaga satu kepada peserta. Ini lebih dari status Siaga, sudah bisa dinaikkan level menjadi Awas.

Hujan yang tadi sempat membuat kami berhenti sebentar di Japanese Garden, sekarang sudah berganti menjadi titik-titik gerimis. Suhu lima derajat ditambah hujan, apalagi yang bisa membuatku tenang saat melihat dia? Nggak ada. Kalau bisa kupasang alarm penanda kondisi kesehatannya, tentu sudah kutempel di keningnya sejak hari pertama.

Beberapa saat yang lalu ketika kami mulai kembali berjalan menuju Museum Kota Sakai, lokasi kunjungan berikutnya, Sekar mengurangi kecepatannya berjalan, hingga akhirnya sekarang benar-benar ada di belakang. Paling belakang. Di depan sudah ada Kiritaki-san, Yusuke dan Ayaka, jadi aku yang sedari awal memang berjalan di tengah rombongan memilih untuk berhenti. Memastikan perempuan berambut pendek sebahu itu nggak tiba-tiba kehilangan kesadaran tanpa ada yang tahu.

"Juna-san? Kok, berhenti?"

Lihat, siapa yang mendadak berjalan paling belakang, siapa sekarang yang keheranan. Suaranya terdengar agak serak. Kutengok dengan fokus 100% meneliti apakah ada tanda-tanda kesehatannya drop lagi.

"Ada yang ketinggalan," jawabku tetap fokus.

"Oh, apa?"

Kedua matanya membulat polos. Aroma citrus dari parfumnya bercampur dengan petrichor, membuatku sedikit mengendurkan urat yang menegang.

"Kamu tahu, Jun, apa yang paling aku suka di Jepang?" Itu pertanyaan Lasya, tiga hari sebelum operasi terakhirnya. Aku di rumah sakit sore itu, setelah terburu-buru menuntaskan semua PR di rumah.

"Apa?"

"Payung bening."

Sangat kuingat bagaimana aku sampai tertawa mengejek mendengar jawabannya.

"Eh, bagus, tahu!"

"Iya, bagus."

"Waktu itu aku lagi di Shibuya sama Mama-Papa, tiba-tiba hujan. Orang-orang pada pake payung, dan banyak banget yang warnanya bening. Kelihatan seperti jamur. Lucu."

Kalau saja aku tahu hari itu terakhir kalinya aku dan Lasya bisa saling debat kecil, akan kutemani dia dengan ejekanku yang lain.

Yang di depanku sekarang ini bukan Lasya, tapi aroma parfumnya, keras kepalanya, foto masa kecilnya yang masih kucuri itu, selalu bisa membuatku berkhayal kalau Lasya sampai di umur 20-an mungkin seperti inilah wujudnya.

Lihat selengkapnya