Juna
"Sekelompok Pemuda WNI Diduga Bentuk Geng, dan Resahkan Warga Osaka." Dari Narasi News.
"Bikin Geng TKI 'Baju Hitam' Sampai Blokir Jalan di Jepang." Dari Kumparan.
"Segerombolan WNI di Jepang Dianggap Meresahkan, Ganggu Ketertiban dan Bikin Malu Indonesia." Dari Pikiran Rakyat.
"Heboh Warga RI Bentuk 'Geng TKI' di Osaka, Jepang. Kemlu Buka Suara." Dari CNBC Indonesia.
Dan headline berita serupa dari media lainnya. Sementara di X sudah ramai orang berkomentar di tulisan @Parsonalsecret yang disinyalir sebagai warga X pertama yang memviralkan video geng TKI di Osaka itu.
Kusimpan kembali handphone di saku mantel, setelah membaca berita dan melihat videonya. Saat ini, peserta sudah menyebar di AEON Sakai. Aku yakin mereka nggak tahu ada kehebohan ini di media, tapi aku akan menyembunyikan hal itu. Khawatir menganggu kegirangan mereka belanja atau sekadar window shopping dari gerai satu ke gerai lainnya. Biarkan dulu. Mereka berhak menikmati jadwal santainya.
Sebelumnya aku, Kiritaki-san, Yusuke, dan Ayaka sudah mendapat email dari kantor pusat. Meminta kami tetap menjaga ketertiban peserta, dan mengharapkan penjelasan yang baik untuk diucapkan ke peserta mengenai kabar tak sedap ini.
"Nanti saja saat di bus, jangan waktu di hotel. Malam ini malam terakhir mereka bersama kita, besok mereka sudah di rumah keluarga host family. Saya kira akan kurang nyaman kalau sampai menjelaskan berita ini ketika berkumpul di hotel," jelas Kiritaki-san serius. Bukan hanya dia, sebenarnya. Kami berempat ini sudah sama-sama tegang, nggak enak hati mengetahui berita semacam ini di tengah program yang mengusung tema persahabatan antar negara.
"Betul. Nanti malam mereka berencana diskusi lagi tentang pertunjukkan di farewell party dengan keluarga host family. Jadi, pasti akan berubah suasananya kalau baru tahu ada berita tidak enak ini," kataku setuju. Yusuke dan Ayaka mengangguk menanggapi.
"Ya, sudah kalau begitu kita tetap stand by di sini. Mereka sudah saya beritahu di sini jadi titik kumpul nanti jam delapan." Kiritaki-san mengecek arlojinya. Sekarang masih jam 19.20, masih cukup lama sampai mereka kembali. Kami ada di lantai dua, berada di salah satu area penghubung sisi kanan dan kiri mall.
Dari sini, bisa kulihat beberapa peserta tampak asyik memilih-milih barang di toko pernak-pernik. Salah satunya adalah Sekar. Dia tampak menimang-nimang antara kotak bento118 atau notebook bertema winter. Masih sibuk menentukan pilihan, dia tampak disapa seseorang. Laki-laki. Dari yang kulihat laki-laki itu orang Indonesia, dan terasa nggak asing. Sepertinya pernah beberapa kali kulihat wajah itu.
Kemudian, Sekar berjabat tangan dengan perempuan di sebelah si laki-laki. Mereka mengobrol sebentar, sesudahnya si laki-laki dan perempuan meninggalkan toko. Momen itulah, dengan kedua mataku aku menangkap lagi sorot mata yang ada di Taman Daisen tadi. Malah yang sekarang lebih lesu. Seperti agen FBI, mataku terus mengekor pergerakan Sekar. Aku belum tahu kenapa, tapi aku curiga dia sakit lagi.
Beberapa menit, dia keluar dari toko tanpa membawa satu pun barang belanjaan. Jalannya tergesa-gesa melewati kami, tim pendamping grup, menuju sisi kiri mall. Lalu berbelok ke tikungan yang di atasnya tergantung papan penunjuk arah ke toilet.
Semoga nggak terjadi sesuatu di dalam sana.
"Lima belas menit lagi, ya," kata Ayaka beberapa saat kemudian mengingatkan sambil menunjuk-nunjuk arlojinya.
Lima belas menit lagi, dan Sekar masih belum menampakkan diri dari toilet. Otakku sudah mulai merecokiku dengan banyak kemungkinan buruk. Sekar pingsan. Sekar terserang asma di dalam sana, walau aku nggak tahu pasti apa dia punya asma atau nggak. Sekar terkunci pintu kamar mandi.