Lemon of 10 Days

Shenita Sora
Chapter #38

月見 (tsukimi) : moon-viewing

Sekar

"Ya ampun, Sekar, maafin kita, ya."

"Bayangin dibuka dengan seelegan itu sama Sekar, ditutup semerawut itu sama kita."

"Bengek gue. Lo apain tusuk konde gue tadi, ha? Untung nggak pake kondenya beneran gue."

"Astaga, kesenggol doang. Kesenggol."

"Gue tadi lupa harus ke kanan atau ke kiri."

"Nyerong aja."

Bus yang sudah meninggalkan Hotel Daiwa Roynet Sakai Higashi sekitar lima menit yang lalu ini sekarang ricuh dengan review penampilan grup oleh anggota grup itu sendiri.

"Udah paling bener yang pertama lagu dibawain Hana. Host family gue ikut angguk-angguk ngikutin nadanya. Terus ada tariannya Sekar, ibu host family sampe maju-maju ngerekam. Terakhir kita Poco-Poco, sakit perut bapak host family gue."

"Bayangin kalau kita perform duluan, Hana sama Sekar nggak punya harga diri, udah."

Tawa. Canda. Geli dengan kelakuan sendiri. Harusnya memang begitu yang kurasa. Tapi, aku masih belum pulih dari sesak napas akibat sesenggukan di akhir acara tadi. Makan sushi buatan salah satu host family ini saja masih dicampur isak yang tersisa.

Teh Ella yang juga sibuk mengusap-usap matanya, masih perlu menepuk-nepuk punggung tanganku. Berharap aku bisa segera tenang.

Yang aku heran, kok bisa satu bus ini—kecuali aku, tentunya—sudah sanggup heboh ceriwis meskipun mata mereka masih sembab. Sementara aku untuk bernapas normal saja masih tersendat-sendat.

"Hati-hati di jalan. Kalau sudah sampai di Indonesia, kabari kami, ya," pesan Yoko-san sambil memeluk dua anak barunya ini tadi sebelum meninggalkan hall.

"Sekar-san, Ella-san, saya benar-benar senang bisa bertemu kalian. Anak-anak baik. Jalan kalian di depan pasti cerah." Madoka-san membelai kepalaku dan Teh Ella bergantian.

Rena, Daichi, dan Yuki bahkan masih memegangi tanganku dan Teh Ella sewaktu Yoko-san mengajak ketiganya pamit.

Tiga scene menyiksa itu jelas menghancurkann seluruh pertahananku. Walau awalnya sempat tertawa-tawa karena salah gerakan Senam Poco-Poco, sesi berpamitan dengan keluarga host family tidak mampu membuatku tetap kuat menyimpan haru.

Boleh jadi waktu yang kami habiskan bersama memang sebentar. Terlalu sebentar, malah. Tapi, justru karena sesingkat itu waktu yang ada, membuat momen kebersamaan itu jadi lebih berharga.

"Masa dari kita semua ini ya, Juna-san doang lho yang lancar gerakannya."

Suara riuh kembali berdengung. Yang dibicarakan menoleh ke belakang sambil tertawa.

"Udah cocok jadi instruktur senam, belum?"

"Jangaaan! Please, jangan aneh-aneh. Udah Juna-san begini aja."

Kali ini bibirku ikut tertarik ke atas. Laki-laki itu tadi tak kusangka ikut masuk ke dalam barisan bersama Ayaka-san dan Yusuke-san, melakukan Senam Poco-Poco yang memang makin membuat meriah suasana. Aku juga sempat lihat reaksi Kiritaki-san tadi. Tawanya meledak sampai wajahnya memerah melihat junior-juniornya ikut menggila dengan dampingannya.

Si anime hidup itu pula yang pertama menenangkanku, ketika Keluarga Kariya benar-benar pamit.

"Nggak apa-apa. Nanti ke sini lagi, ngunjungin mereka," ucapnya tadi seraya merangkul pundakku.

🍋

Kegiatan kami hari ini tidak banyak, selain berdiskusi membicarakan hasil observasi dari semua lokasi kunjungan. Juga persiapan pelaporan kegiatan untuk besok di Tokyo. Damar dan Bagas, si peserta yang mendapat host family paling japanese karena tak satu pun dari anggota keluarga homestay mereka yang bisa berbahasa Inggris, menjadi perwakilan kelompok untuk mempresentasikan hasil kunjungan kelompok.

Malam ini pukul 19.15 kami sudah kembali ke Cosmosquare. Menghabiskan malam terakhir di Osaka sebelum besok pagi kembali bersua dengan Nozomi yang akan membawa kami kembali ke Tokyo.

"Pusing kepalaku, Teh." Aku dan Teh Ella sudah tumbang di kasur masing-masing. Usai mandi dan berganti pakaian, kami sudah tidak bisa melakukan hal lain selain rebahan.

"Masih ada obatmu?"

"Bukan, ini bukan pusing karena sakit. Kebanyak nangis ini."

Teh Ella tertawa. "Parah, ih. Nangis semua, ya? Gimana kalau acara homestay-nya lebih lama? Nggak kebayang dramanya gimana."

"Aduh, jangan dibayangin. Nggak sanggup."

"Oh, iya, Kar," tiba-tiba Teh Ella duduk tegak. "Surat dari Yoko-san. Dibaca, yuk!"

Kedua mataku langsung terbuka lebar. Segera kuambil totebag-ku yang tercecer di lantai. Salah satu pemantik emosi mengharu-biru itu harus segera kubaca.

Dipenuhi rasa penasaran, kubuka cepat amplop cantik yang membungkus kertas surat yang wangi itu.

"Dear Sekar-san, my pretty daughter.

I enjoy all the activities we do together. Your stories, your laugh, and your honest expression always stick in my memories. Thank you so much for having a good time with my family. Rena and Daichi are also happy to have you as their nee-chan. Remember, now you're not an only child. You have two siblings here. Okay?"

Nope. I'm not good at all in this kind of thing.

Aku menarik napas setelah baru membaca paragraf pertama surat dengan tulisan tangan rapi itu. Kutoleh Teh Ella, dia juga tampak mengusap pipinya yang basah.

Lihat selengkapnya