Ponsel Ana berdering. Lamunannya buyar seketika dan menyadari dirinya tengah menatap Andrian di sana. Gadis itu lalu menggelengkan kepala berkali-kali. Sadar akan tindakannya yang di luar keinginan.
"Halo? Iya, Ma kenapa?" Ana tengah berbicara dengan seseorang di seberang sana, rupanya Rina, Mamanya sedang menelepon.
Ana terlihat menghela napas dan dengan wajah kesalnya ia menutup telepon. Gadis itu mengemas peralatannya, meminum cappucinonya dengan terburu-buru dan mulai berdiri dari sana. Bahkan cheese cakenya belum ia sentuh.
Andrian mengikuti pergerakan Ana. "Kemana?" tanyanya yang membuat Ana risih.
"Bukan urusan lo."
Andrian hanya diam sembari menatap Ana yang berdiri di depan Rio, membayar pesanannya lalu meninggalkan kafe itu.
Ana kembali ke kampus dan mencari Satria. Cewek itu tidak lupa menghubungi Satria terlebih dahulu.
Satria, lo dimana? Ada kelas? Bisa anterin gue ke sekolah Nino nggak?
Ana menghentikan langkahnya begitu mendapat balasan dari Satria.
Duh, An, gue masih ada urusan, gue pinjemin motor aja ya, nih ambil kuncinya di perpustakaan.
Melihat balasan dari Satria membuat kembali menghela napas kesal. Dirinya benar-benar sadar kini sudah tidak bisa lagi bergantung dengan sahabatnya itu.
Nggak usah, Sat. Gue pesen gojek aja.
Ana menggeser-geser layar ponselnya dan memesan ojek online, lalu ia menunggu sang tukang ojek di halte dekat kampus.
Selang beberapa menit, bapak-bapak dengan jaket dan helm berwarna hijau berhenti di dekat Ana. "Mbak Ana?"
"Iya, Pak."
"Tujuan sesuai aplikasi, Mbak?"
"Iya."
Ana menaiki motor bapak-bapak tadi dan menuju sekolahan Nino. Dia mendapat kabar dari Mamanya bahwa ada panggilan orang tua, Nino dikabarkan telah membuat keributan di kelasnya. Rina yang sibuk bekerja itu tidak bisa memenuhi panggilan dan mengutus putri sulungnya untuk mewakilkan.
Terik matahari di siang bolong ini membuat Ana semakin kegerahan ditambah kabar dari Nino tersebut. Raut wajah Ana pun sangat cemas sekaligus marah.
"Terima kasih, Pak. Ini ongkosnya." Ana menyerahkan uang dan helm milik bapak gojek lalu dengan terburu memasuki area SMP Teladan, sekolahan Nino.
Cewek itu langsung menuju ruang BK setelah bertanya dengan siswa di sekitar.
Tok ... tok ... tok ...
Ana membuka pintu ruang itu. "Permisi ... assalamualaikum ...."
Mata Ana langsung tertuju pada Nino yang terlihat berantakan dan sedikit babak belur serta temannya yang kondisinya terlihat lebih parah daripada Nino yang duduk berseberangan terhalang meja.
"Saya walinya Nino Putra, Pak," ujar Ana begitu melihat seorang guru yang berdiri di dekat sana.
"Oh iya, silakan duduk dulu, Mbak. Kita nunggu walinya Daffa dulu," ujar guru tersebut dan menunjukkan tempat duduk untuk Ana.
Ah, Ana baru ingat setelah mendengar nama Daffa. Bukankah Daffa adalah teman dekat Nino sejak SD? Apa yang membuat mereka berkelahi hingga keduanya tampak kacau seperti ini? Ana memasang tatapan tajam pada adiknya, berujung Nino yang hanya tertunduk di sana.