Lenggak Tak Berkelok

Mahina 'Ai
Chapter #2

Lenggak Tak Berkelok

“Nona, bangun. Sebentar lagi kita sampai.” Seorang laki-laki asing membangunkanku dengan sangat sopan diiringi suaranya yang medok.

“Ah, terima kasih ya.” Aku melihat ke depan dan ke belakang yang ternyata kami menjadi penumpang terakhir di sini.

Setelah terlelap dalam perjalanan yang memakan waktu kurang lebih sembilan jam, akhirnya bus antar kota yang kunaiki sudah berhenti di terminal pedesaan. Suasana di tempat ini sangat berbeda dengan apa yang ada di kota. Jauh dari kata ramai, meski ini termasuk tempat umum.

Aku segera melangkah mendekati para kusir yang sibuk berbincang. Tatapan mata mereka menatap tajam ke arahku meski akhirnya senyum ramah mulai mereka tunjukkan kepadaku.

“Permisi, Pak. Bisa antarkan saya?” tanyaku.

“Iya, Non. Nona mau ke mana?” tanya salah satu kusir.

“Saya mau ke Desa Puri, Pak. Apa Bapak bisa mengantar saya?” Mataku menatap bergantian ke arah empat kusir yang ada.

“Waduh, aksesnya enggak ada Mbak. Delman enggak bisa masuk,” sahut kusir lainnya.

“Iya bener Neng. Mending naik ojek aja.” Kusir lainnya ikut menyahut sambil mengangguk-anggukkan kepalanya.

“Oh begitu ya, Pak. Baiklah, terima kasih, Pak.” Kepalaku menunduk menandakan kesopananku kepada yang berusia lebih tua.

Langkahku segera menuntun menuju pangkalan ojek yang berada tidak jauh dari tempat bersantainya para kusir itu. Sebenarnya aku ingin naik delman karena sudah lama sekali transportasi tradisional seperti itu tidak kunaiki. Namun, apa boleh buat, akses jalan saja tidak ada, bagaimana bisa harapanku terwujud.

Aku kembali berbincang pada tukang ojek yang ada di pangkalan. Mereka menanyakan hal yang sama dan kujawab pula dengan jawaban yang sama seperti saat berbincang dengan para kusir tadi.

Beberapa di antara mereka terlihat bingung, seolah tidak mengenal Desa Puri yang kumaksud. Namun, alangkah bahagianya diriku saat ada salah seorang tukang ojek yang mengatakan bahwa dirinya mengetahui tempat itu.

Dia adalah seorang pria paruh baya yang tidak berbaur dengan para tukang ojek lainnya. Memang membuatku sedikit curiga, terlebih lagi para tukang ojek lain sempat berbisik dan mengatakan hal yang tidak-tidak tentang pria itu. Namun, hal itu kuabaikan dan langsung saja kusetujui untuk diantar oleh pria itu.

“Hati-hati ya, Neng!” teriak salah seorang tukang ojek saat aku sudah menaiki motor pria paruh baya ini.

Lihat selengkapnya