Lenggak Tak Berkelok

Mahina 'Ai
Chapter #3

Lenggak Tak Berkelok

‘Eh? Menari?’ Pertanyaan yang diajukan padaku semakin tidak masuk akal. Memangnya apa hubungannya menari dengan tujuanku ke tempat ini?

“Te-tentu saja bisa. Saya sering menari di bar.”

“Bar? Ya sudah kamu ikuti saja kami.”

Setelah pria itu memintaku mengikutinya, aku masih melayangkan beberapa pertanyaan. Namun, tidak ada satu pun yang menjawab pertanyaanku. Menyebalkan sekali, memangnya mereka ini tidak punya mulut apa?

Meski merasa janggal, akhirnya aku memutuskan untuk menginap di tempat ini. Mungkin besok pagi aku bisa keluar dari desa ini dan kembali ke terminal. Menurutku, lebih baik mengikuti para pria ini dan tinggal di penginapan daripada harus berjalan sendiri di tengah hutan gelap tanpa penerangan.

Tidak lama setelah kami berjalan, aku sudah melihat sebuah desa kecil yang berada di tengah hutan. Tepat saat sinar mentari menyembunyikan diri, langkah pertamaku memasuki desa terpencil ini. Orang-orang yang masih berada di luar rumah seketika menatap ke arahku dengan tatapan tajam. Perasaanku yang sebelumnya tidak enak kini semakin menjadi-jadi setelah salah satu di antara mereka berteriak kepadaku.

“Dia datang! Dia datang!” teriak wanita tua itu dengan histeris. Tangannya terus menunjuk ke arahku hingga beberapa warga lain menyeretnya entah kemana.

“Dia memang gila. Abaikan saja orang itu. Mari, akan saya antar ke penginapan.”

“Ah, baik.” Pandanganku masih fokus menatap wanita tua yang sedang diseret itu. Tidak mungkin aku salah dengar kan? Dia datang? Kenapa menunjuk ke arahku? Siapa dia yang dimaksud?

Setelah wanita itu hilang dari pandangan, langkahku kembali fokus mengikuti pria yang sudah lebih dulu berjalan di depan. Tidak ada percakapan yang menemani keheningan ini. Bahkan suara serangga mulai terdengar mengiringi langkah kami. Ah, benar-benar suasana yang membuatku tidak nyaman.

“Kita sudah sampai,” ujar pria ini saat langkah kami terhenti di depan bangunan besar yang berbeda dengan rumah-rumah warga di desa ini. Dia juga meminta dua orang lainnya untuk masuk lebih dulu dan membuka akses dari pagar menuju teras rumah.

‘Apa dia bercanda? Seperti ini penginapan? Jalan masuk saja masih harus dibersihkan.’

“Di dalam bersih. Jangan khawatir. Lampu dan air juga menyala dengan baik. Memang aksesnya saja yang seperti ini.” Pria itu seakan tahu apa yang ada di pikiranku.

“Ah, baiklah.” Aku tidak berani banyak bertanya meski di dalam benakku banyak sekali pertanyaan yang sedang mengantre.

Lihat selengkapnya