Ada pertemuan yang dimulai dengan sapaan
Namun, ada juga yang dimulai dengan kebencian
<><><><>
Kala berada di perpustakaan, ia habis mencari beberapa buku referensi untuk pelajaran nanti. Kala sebenarnya suka dengan membaca, jika ia bosan, ia akan membaca buku seperti novel atau komik. Hingga saat ini buku yang terbaik yang ia baca adalah Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer.
Sudah ia dapatkan buku-bukunya. Salah satunya adalah buku kimia. Semesta, sebenarnya Kala ingin terlepas dari pelajaran kimia. Ia bergumam karena merasa kesulitan membawa tiga buku dan berjalan dengan kedua tongkat.
Akhirnya, ketiga buku itu ia pegang dengan tangan kirinya sedangkan tongkatnya ia apit di ketiak, seperti biasanya walaupun agak susah untuk berjalan, ia tak mau jika buku yang ia bawa terjatuh ke lantai. Menunduk untuk mengambil buku adalah hal yang sulit.
Kala tersenyum pada guru yang sekaligus menjaga perpustakaan ini. Terlihat beberapa orang sudah berlalu-lalang karena jam istirahat sebentar lagi. Jarak antara perpustakaan dan kelas cukup jauh, Kala berada di kelas sebelas dan ia harus menaiki tangga. Sialan, sekali. Ia sudah berlatih turun naik tangga sewaktu di rumah.
Sebenarnya ada temannya yang menawarkan akan membawakan buku yang Kala pegang sekarang, tetapi temannya ini ternyata mengulur-ulur waktu sedangkan Kala membutuhkannya sekarang. Kala tak mau terlalu bergantung pada orang-orang. Ia hanya ingin dipandang biasanya seperti ia yang dulu.
Saat berjalan, Kala melihat jika ada sepatu yang berhenti tepat di hadapannya. Ia menghentikan langkahnya, menyeimbangkan diri dengan bertumpu pada kedua tongkatnya ini.
“Hai,” sapa gadis itu dengan senyuman. “Akhirnya kita bertemu.”
Kala menatap wajah gadis itu. Wajah Kala datar, namun manik matanya terlihat sinis. Siapa gadis yang ada di hadapannya ini, Kala tak ingat namun seolah pernah bertemu.
“Siapa lo?” suara datar Kala terdengar.
“Serius, lo gak kenal gue?” Sial, Thalia hampir tertawa. Apakah Kala hanya berpura-pura tak mengenalnya, mustahil jika ada makhluk di sekolah ini yang tak mengenal Thalia.
“Gak.” Kala sebenarnya tak peduli, ia hanya ingin segera pergi namun gadis di hadapannya ini tak mau menjauh.
“Kalau gitu kita kenalan aja, walau gue sudah tau lo. Gak apa sih, kan kata orang-orang, tak kenal maka tak cinta.”
“Bacot, ungkapan apa itu.” Kata sudah bersiap untuk kembali melangkah namun dicegah oleh Thalia. “Minggir.”
“Gue belum perkenalkan siapa gue.” Thalia menahan tongkat Kala.
“Gak butuh.”
“Ayolah, Kala!” Thalia berisi keras. Akhirnya Kala berhenti juga dan menatap sinis gadis itu. “Kenalkan nama gue Thalia Auristela, anak IPA 4, cewek paling cantik di SMA ini, gue baik hati dan gak sombong serta gue cerdas kok, sering ikut cerdas cermat sains. Oh, ya dan gue jomlo!” Thalia tersenyum manis pada Kala hang berwajah masam.
“Sudah? Minggir!” Kala tak peduli, ia langsung berjalan kembali.
Thalia merasa kesal, apa-apaan ini? “Kala tunggu, kok respons lo gitu sih! Harusnya lo senang karena gue secara ekslusif perkenalan di hadapan lo!”
“Gue gak butuh perkenalan eksklusif atau premier!”
Thalia terdiam, apa batu saja ia ditolak? Mustahil, kan, ini pertama kalinya seorang cowok menolaknya terlebih si cowok cacat ini?
“Kala berhenti, lo belum perkenalkan diri lo ke gue!”