Sejak lama saya ingin mengungkapkan secara kritis kenyataan umat, seperti yang pernah digambarkan Nabi Saw. sebagai “buih”. Mengapa prediksi Nabi tentang umat akhir zaman itu digambarkan begitu rapuh, memprihatinkan, dan bahkan tampak sebagai sesuatu yang sangat tidak berharga. Seperti layaknya buih, umat ini jumlahnya akan terus membengkak, tetapi tidak memiliki arti apa-apa bagi kehidupan.
Dalam sebuah refleksi sederhana, kenyataan umat seperti dilukiskan Nabi itu tampak berkaitan dengan tema ukhuwah. Ukhuwah dalam Islam memiliki makna yang tidak sederhana. Ia tidak semata menggambarkan kenyataan adanya persekutuan di antara sesama manusia, tapi juga sekaligus mencerminkan ekspresi ketuhanan secara transendental. Istilah ukhuwah memang sering kali digunakan untuk mengilustrasikan tatanan masyarakat yang satu sama lain saling mengikat kebersamaan. Bahkan untuk menegaskan semangat keislaman yang menjadi napas kebersamaan di antara individu. Istilah tersebut hampir selalu digandengkan dengan kata Islam, Ukhuwah Islamiyah.
Berkali-kali Al-Quran mengingatkan agar umat Islam tetap memelihara ukhuwah. Sebab, hanya dengan memelihara ukhuwah inilah umat Islam akan mampu membangun kekuatan yang utuh dan kukuh. Berkali-kali pula Al-Quran mengingatkan bahwa setiap individu itu sarat dengan kelebihan dan kekurangan. Tidak ada yang sempurna. Dan dengan memelihara kebersamaan, potensi kelebihan setiap individu itu dapat dijadikannya sebagai media untuk saling melengkapi, sekaligus saling menutupi kelemahan masing-masing. Jadilah bangunan yang utuh dan dapat memberikan makna bagi kehidupan.