Lentera Ukhuwah

Mizan Publishing
Chapter #3

Ukhuwah: Paradigma Islam Proses

Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara, karena itu damaikanlah (ishlâh) antara kedua saudaramu (yang berselisih), dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.

Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum menyangka kaum lain, karena boleh jadi mereka yang (disangka) lebihbaikdaripadayangmenyangka.Danjanganpula(sekelompok) wanita menyangka wanita lain, karena boleh jadi wanita yang disangka lebih baik daripada yang menyangka. Janganlah kamu saling mencela. Jangan kamu panggil-memanggil dengan gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah panggilan yang buruk setelah beriman. Dan barang siapa tidak bertobat, mereka termasuk orang-orang zalim.

Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa. Janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain. Janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.

(QS Al-Hujurât [49]: 10-12)

Dengan demikian, tauhîdullah dan ukhuwah merupakan dua ajaran penting dalam Islam yang menjadikan dasar dan semangat yang melekat pada wujud umat dalam melakukan berbagai aktivitas hidupnya. Karena perpaduan kedua ajaran inilah, dalam doktrin Islam, perilaku apa pun yang didasarkan pada motivasi pengabdian kepada Allah dapat dikategorikan sebagai ibadah. Sebab, ibadah sendiri pada dasarnya mencakup seluruh aktivitas manusia, baik yang langsung berkaitan dengan transendensi ketuhanan maupun yang dilakukan dalam konteks kehidupan sosial.

Ajaran tauhîdullah merupakan landasan keyakinan yang dapat melahirkan sikap-sikap ikhlas, ridha, sabar, syukur, tawakal, dan bahkan haya (malu) dan hubb (cinta). Sikap-sikap tersebut terlihat dalam perilaku empiris, baik dalam kapasitas individual maupun dalam lingkungan sosial. Ia menjadi sumber motivasi psikologis dalam membentuk tatanan kehidupan yang berlangsung mengikuti arus zaman dan kehidupan. Karena itu, tatanan masyarakat yang terbentuk atas dasar semangat religiositas seperti disebutkan tadi, langsung maupun tidak langsung akan melahirkan perilaku dan budaya yang tetap santun.

Proses sosialisasi individual untuk membentuk apa yang secara sosiologis disebut masyarakat (society) berlangsung secara alamiah. Sebab, melalui motif-motif intrinsik yang bersumber pada ajaran agama, seorang individu akan mampu mengakui kehadiran individu lainnya untuk melakukan interaksi secara fungsional sesuai dengan karakteristik masing-masing. Dalam konteks sosial seperti itu, proses interaksi berfungsi menyalurkan makna-makna sosial yang saling membutuhkan, sesuai dengan isyarat ajaran untuk saling mengenal, saling mengakui perbedaan, sekaligus mampu mempertemukan kepentingan-kepentingan (QS Al-Hujurât [49]: 13).

Lihat selengkapnya