Lek Santo hilang. Pria yang umurnya setengah abad lebih itu tiba-tiba tidak pulang. Sekarang sudah dua minggu lebih. Lek Santo tidak hilang ingatan. Tidak juga kesasar, apalagi diculik orang. Dia bukan bocah lima tahun, eh?
Semua bertanya-tanya. Termasuk polisi. Malahan, kabarnya polisi curiga sama Yu Sopiyah, istri Lek Santo. Dari cerita Yu Sopiyah dan beberapa warga yang dimintai kesaksian, mereka sedang tidak akur. Tetangga depan rumahnya bahkan bilang kalau hampir setiap hari dia mendengar barang pecah belah yang dilempar-lempar. Eh-eh-eh.
Manusia memang suka begitu, eh? Merasa paling tahu segalanya tentang orang lain, kemudian menghakimi. Memberi penilaian sesukanya. Padahal, mungkin yang dia lihat cuma baru seujung kukunya saja. Ya, meski Lek Santo memang pengangguran.
Karena gunjingan yang makin santer itu, warga jadi mengira-ngira sendiri. Mungkin Lek Santo memang minggat karena tak tahan dengan kehidupan rumah tangganya. Polisi masih melakukan pencarian. Aku dengar kasak-kusuk lain bahwa mungkin saja Yu Sopiyah menusuk suaminya itu, lalu dia dan anak-anaknya mengubur jasad Lek Santo di kebun belakang rumah. Eh-eh-eh.
Selama belum ada bukti, tentu saja itu hanyalah omong-omong kosong. Namun, kabar menghilangnya Lek Santo ini sudah pasti membuat Karang Pakis tambah kacau. Kasus gatal-gatal yang menyerang warga saja belum selesai. Sekarang ditambah berita hilangnya seseorang.
"Me-mereka nggak ta-tahu."
Aku memulai obrolan dengan Damini. Kami baru selesai melakukan itu. Kau paham maksudku, eh? Apalagi memangnya yang dilakukan suami istri kalau sedang berduaan? Eh-eh-eh.
"Tahu apa, Mas?" Damini membelai berewokku. "Aku suka berewokmu, Mas, jangan dicukur, ya."
Aku terkekeh geli melihatnya menggelayut manja seperti bayi.
"Ka-kau percaya sa-sama Mas, kan, Da-Damini?"
Damini mengangguk. Tangannya berpindah pada kalung berbandul hati yang melingkari lehernya. Dia memperhatikan kalung itu sejenak sambil mengelus bandulnya.
"I-itu ka-kalung yang Mas ka-sih, eh? Ma-mas ka-kawin."
"Cantik ya, Mas." Dia tersenyum semringah. Matanya berbinar. Aduhai, Daminiku memang cantik tak alang kepalang.
"Se-semua ini u-ulah han-hantu Lepet. Ma-Mas harus pe-peringatkan war-warga."
Damini menatapku lekat. Raut wajahnya berubah mendung sekarang.
"Ja-jangan ta-takut. Ka-kau aman se-selama pa-patuh sama Ma-Mas."
"Apa hantu Lepet yang menculik Lek Santo, Mas?" Kedua alis Damini bertaut. Dia diliputi kecemasan.