Lepet

Ayu Fitri Septina
Chapter #24

Masjudi - Permintaan Calon Istri

Alamak, aku senang tak alang kepalang. Ratna menemuiku, eh. Dia tidak marah. Malahan, dia minta sesuatu padaku. Katanya, cuma aku yang bisa melakukan ini untuknya. Eh-eh-eh. Tahu saja dia. Aku suka. Belum apa-apa dia sudah bergantung padaku, eh. Aku akan menuruti semua perkataannya. Akan kubuktikan kalau aku adalah calon suami yang baik untuknya.

Masih bisa kurasakan hangatnya embusan napas Ratna di telingaku. Aku bergidik keenakan malam itu. Eh-eh-eh. Kupikir Ratna pasti bakal jadi istri yang bisa menyenangkan suami. Napasnya yang wangi saja sudah bikin geli. Aku tak bisa berhenti senyam-senyum saat membayangkannya. Aduhai, aku harus berterimakasih pada Lepet si hantu buntung, eh. Dia benar-benar mengabulkan permintaanku. Mungkin Pa'e dan orang-orang itu benar. Lepet adalah Tuhan, atau titisan Tuhan, eh. Dan sekarang akulah titisan Lepet. Eh-eh-eh.

"Senang sekali, Mas." Damini menatapku heran.

Aku tersenyum padanya. "Se-sebentar la-lagi kamu ba-bakal punya te-teman."

Ratna akan kupasung di kamar ini, bersebelahan dengan Damini. Mereka bisa ngobrol. Mereka tidak akan kesepian. Aku bisa tidur bersama-sama dua perempuan cantik setiap malam. Amboi, eh-eh-eh. Sungguh impian lelaki mana pun, eh.

Damini sudah tidak pernah bertanya soal kalungnya lagi. Kalung berbandul itu kusimpan di laci. Kubungkus dengan sapu tangan Ma'e yang sudah diberi pewangi. Mungkin istri pertamaku ini takut kalau aku marah lagi. Digebuki itu tidak enak, eh. Aku tahu betul rasanya. Damini juga sudah tahu dan dia bersikap baik. Tidak membangkang lagi. Begitu baru benar, eh, istri salihah kalau kata ustaz. Istri salihah harus selalu nurut apa kata suami. Nanti dia bisa masuk surga dari pintu mana saja. Aku benar, eh. Aku sudah pantas berceramah di atas mimbar. Eh-eh-eh.

"Ka-kau bisa setrika-kakan kemeja Ma-Mas, Damini?"

"Buat apa Mas pakai kemeja?" Damini mengernyit.

"Be-besok Mas ma-mau ceramah di-di depan warga. Bi-biar gagah." Aku terkekeh.

Damini mengangguk. Aku buru-buru mengambil kemeja batik yang hanya kupakai saat kondangan dari lemari. Kusiapkan meja kecil dan kupinjam setrika Ma'e. Damini menyetrika kemeja dan celana panjangku tanpa berkata-kata. Sungguh istri yang patuh, eh.

Esok hari datang lebih cepat. Begitu yang kurasakan. Aku tersenyum semringah. Pagi-pagi aku sudah mandi dan pakai kemeja batik juga celana kain yang sudah wangi. Aku berterimakasih pada Damini. Istriku itu menatapku tak berkedip.

"Ma-Mas ga-gagah, eh?" tanyaku menggoda.

Damini tersipu malu-malu. Aduhai, jangan begitu. Aku harus pergi untuk menyampaikan berita penting pada warga. Aku cuma mengecup pipi Damini yang kemerahan, lalu berpamitan. Tidak lupa kukenakan peci milik Pa'e. Sekarang penampilanku sudah seperti Kepala Desa. Eh-eh-eh.

Orang-orang yang berpapasan denganku di jalan semua menatapku heran. Tampaknya wibawaku memang tidak bisa dilawan, eh. Aku menuju rumah Pak Hudi, Pak RT di wilayah kami. Di sana beberapa orang sudah berkumpul. Hari ini memang ada perkumpulan rutin tiap setengah tahun sekali--jadi ajang warga untuk cari kesempatan sarapan gratis.

Ma'e sudah ada di rumah Pak RT, terbengong-bengong menatapku. Bahkan Ma'e juga terpesona, eh. Ma'e, seperti biasa, jadi tim sukses masak-masak bersama ibu-ibu lain. Aku duduk di samping Pak RT setelah menyalami semua orang. Kulihat Ratna juga ada di situ bersama ibu-ibu. Aku lemparkan senyum padanya. Dia balas senyumku, eh-eh-eh. Aku jadi makin bersemangat. Sepertinya Ratna sudah tidak malu-malu lagi mengakui hubungan kami. Bagaimana kalau setelah acara ini aku ajak dia ketemu dan bicara sama Ma'e? Membicarakan lamaran, eh-eh-eh.

Musyawarah dimulai dan berjalan lancar. Pak RT memaparkan kegiatan-kegiatan desa yang dalam waktu dekat akan diadakan sehubungan dengan datangnya bulan kemerdekaan. Akan ada banyak acara, eh, salah satunya makan gratis. Setiap malam Agustusan, di Karang Pakis selalu ada budaya ini. Tiap-tiap rumah dibuka, si empunya masak apa pun yang bisa dimakan, dan disuguhkan pada orang-orang yang memang bertamu dari rumah ke rumah. Semuanya gratis. Satu malam saja, kau akan kekenyangan menyantap aneka makanan. Acara ini bahkan lebih meriah daripada saat lebaran, eh.

Lihat selengkapnya