Lepet

Ayu Fitri Septina
Chapter #30

Ratna - Damini yang Malang

Warga berkumpul tak sampai hitungan jam. Perempuan, laki-laki, datang ke rumah warga tempatku dibawa. Awalnya hanya tetangga kiri kanan, lalu dengan cepat, dari mulut ke mulut dan kentongan pos ronda, rumah tersebut sudah penuh sesak. Masjudi tidak langsung ditemukan. Mungkin dia sembunyi di semak-semak atau entah di mana. Namun, akhirnya toh dia tertangkap juga. Lima orang pria beramai-ramai menyeretnya ke rumah ini juga.

Kulihat Yu Mar ada di antara kerumunan. Matanya membelalak begitu melihat putranya diseret-seret sambil menceracau gagap seperti itu. Penampilan Masjudi berantakan sekali. Dia benar-benar terlihat tidak waras sekarang. Matanya merah, rambutnya acak-acakan, dan berewoknya dipenuhi tanah serta daun-daun kering.

"Ono opo iki? Ono opo, Jud?" Yu Mar berseru, mendekat dan menyuruh orang-orang itu melepaskan tangan mereka dari anaknya.

"Anake sampean, Yu, mau berbuat kurang ajar sama Mbak Ratna!" Salah satu pria menjawab, mengedikkan dagu padaku.

Yu Mar mengalihkan pandangan padaku yang duduk dikerubuti ibu-ibu, seperti setetes gula dikerubungi semut. Mungkin karena akhirnya dia melihat keadaanku yang mengenaskan, perempuan itu terdiam. Dia menoleh lagi pada Masjudi, mencurengkan alis, lalu menangis. Tangisnya terdengar pilu. Masjudi hanya bisa menunduk menghadapi ibunya yang kehilangan kendali. Semua orang yang berkumpul juga diam, seolah ikut bersimpati pada Yu Mar, atau memang hanyut dalam drama ibu-anak ini.

"Mbak Ratna ..." Yu Mar mendekat kepadaku setelah tangisnya reda. "Bisa kita bicarakan ini di rumah, Mbak? Tolong ... tolong Judi jangan sampai dipenjara."

Tangis perempuan tersebut tumpah lagi. Bahunya berguncang-guncang dan kedua tangannya menangkup wajah. Aku sebenarnya iba sekali melihat Yu Mar seperti ini, tapi mengingat kelakuan kurang ajar Masjudi hatiku sedikit goyah. Orangtua perlu tahu bahwa apa yang dilakukan anak-anak mereka, apalagi dengan usia yang sudah matang seperti ini, adalah tanggung jawab mereka sendiri. Itu yang selalu Ayah bilang. Dia pernah membiarkan Rani banting tulang sendiri untuk melunasi utangnya di pinjol yang diam-diam dia ajukan.

"Saya memang mau ke rumah, Yu. Saya mau ketemu sama Damini."

Yu Mar sontak mengangkat wajahnya saat mendengar jawabanku. Begitu pula Masjudi dan semua warga yang ada di situ. Pandangan mereka seluruhnya tertuju padaku. Aku menelan ludah susah payah.

"Ada apa? Kalian semua takut karena ketahuan membiarkan seorang perempuan dipasung sama Masjudi?"

Warga saling berpandangan. Kasak-kusuk mulai merebak dari sudut ke sudut.

"Membiarkan kejahatan terjadi sama dengan kejahatan itu sendiri, bapak ibu," ucapku tegas.

Di ujung kalimatku, petugas yang tadi kuhubungi tiba. Tiga lelaki berseragam lengkap turun dari mobil tugas. Wajah-wajah warga terlihat pias.

"Selamat malam, Bripka Ratna!" Mereka menyapaku.

Aku membalas sekadarnya dan menunjuk Masjudi. "Kalian bawa surat tugas? Saya mau geledah rumah dia."

Rekan-rekanku mengangguk dan tanpa menunggu lagi, kami bergegas ke rumah Yu Mar. Masjudi diambil alih oleh dua petugas, tangannya diborgol. Mau tak mau warga mengikuti kami. Tak bisa dihindari, Karang Pakis ramai sekali malam ini. Warga berbondong-bondong ke rumah Masjudi.

Rumah itu tak berbeda dengan rumah-rumah lain di Karang Pakis. Terasnya diterangi lampu neon warna putih yang menyorot tulisan Warung Sego Megono Yu Mar. Catnya berwarna hijau muda, sudah mengelupas di sana-sini. Pintunya tertutup rapat. Yu Mar tertatih-tatih membukanya, tangannya gemetar. Kedua mata perempuan itu sembap. Aku mengekor di belakangnya sambil menyeret-nyeret kakiku yang pincang.

Dua petugas mengawal Masjudi dengan ketat, mendorongnya masuk. Aku dan Bripda Eri--yang memimpin malam ini--mulai menelusuri setiap jengkal rumah Yu Mar. Sementara, suara-suara warga terdengar riuh di depan.

"Masjudi, dari mana kamu dapat kalung yang mau kamu kasihkan ke saya?" tanyaku tajam.

"Su-sudah kubi-bilang. I-itu punya Da-Damini."

"Di mana kalung itu sekarang? Di mana kamu pasung Damini? Tunjukkan sekarang juga!" Aku menggertak.

Lihat selengkapnya