“Cobalah mengubah sikapmu untuk tidak kaku pada wanita,” Erlan menyelang. Dia seolah-olah peneroka mengajar anak didiknya.
“Aku tahu. Itu sebabnya aku ingin belajar darimu.”
“Wow… sosok panglima muda wilayah pusat yang kaku ingin mengikuti jejak panglima kerajaan wilayah sebelah rupanya.” ledek Erlan. Senyum dia mencibir. Kalau Erlan bukan wakilku sudah aku lakban mulut dia supaya tak banyak bicara.
“Siapa yang ingin mengikuti jejak dirimu? Jangan terlalu percaya diri!” Aku mendengus. Ingin sekali menjambak rambut don juan sebelahku, tak peduli dia sahabat atau bukan.
“Kau mengatakan padaku, aku ingin belajar darimu. Begitu ‘kan?” Erlan bertitah. Sikap dia pongah.
“Belajar darimu bukan berarti mengikuti jejakmu!”
Erlan kecut, “Aku hanya bercanda.”
“Tidak tepat dalam situasi ini, Er.” Aku cemberut. Selalu saja dia begitu, diajak bicara suka tak serius.
“Maaf Norl,”
“Bisa mulai sekarang, Er?”
“Baiklah. Pelajaran pertama konsep tarik-ulur yaitu carilah perempuan menarik buatmu, Norl.” jawab Erlan.
“Kau sudah tahu, Er.”
“Lanjut ke tahap kedua, berusahalah untuk menarik perhatiannya. “
“Contohnya?”
“Kau sudah melakukannya, Norl.”
“Hanya mencium dan meniup serbuk peri. Memangnya bisa?” Aku mengangkat bahu.
“Bukankah seharusnya lebih mudah setelah itu, Norl?” Alis Erlan mengerut.
“Entah. Aku sendiri masih bingung.”
“Kesimpulan kulihat dari dirimu, kau sudah melakukan konsep dasar tarik-ulur.”
“Mungkin.”
“Bukan mungkin, tapi memang. Aku berani bertaruh perempuan itu akan memanggilmu lagi.” sahut Erlan.
“Iya kah?”