Lovina selalu percaya bahwa hidup itu pilihan. Apa pun pilihannya itu, ia harus siap untuk menerimanya. Entah itu hasil atau resiko yang ada. Termasuk pilihan jurusan yang ia ambil di universitas yang menjadi tempatnya menghabiskan waktu dengan segudang tugas yang menumpuk dan menyita waktunya.
Hampir semua orang mungkin mengambil jurusan sesuai minat dan bakatnya, karena dengan begitu mereka akan bisa memaksimalkan kemampuan yang mereka miliki saat mereka berada di bangku kuliah.
Tapi tidak buat Lovina.
Baginya hidup itu selain pilihan juga tantangan. Butuh tantangan untuk menjadi lebih baik lagi dan lebih mengenal dirinya dan dunia lebih luas lagi. Mungkin kedengaranya sedikit tak biasa, apalagi dalam hal pendidikan. Memilih jurusan yang kurang disukai, kecuali permintaan dari keluarga. Namun, nyatanya itulah yang dialaminya dan itu bukan permintaan kedua orangtuanya, melainkan atas kemauan Lovina sendiri. Orangtuanya hanya bisa membantu dengan doa, selanjutnya Lovina lah yang harus berjuang di dalamnya.
Bahasa Inggris, mungkin salah satu jurusan yang menakutkan, susah, dan lain sebagainya. Terutama bagi orang yang tidak mempunyai minat dalam bidang bahasa asing. Karena mungkin akan susah jalannya jika tidak memiliki minat yang lebih dan juga akan menghambat waktu dalam memahami materi kuliah yang akan didapat nanti. Mungkin itu benar, karena kuliah itu tidak sebentar. Lebih dari seratus SKS yang harus diselesaikan dengan berbagai macam mata kuliah dan juga tidak memakan biaya yang sedikit. Jadi, wajar banyak yang berpendapat begitu, termasuk juga Lovina. Ia bukan orang yang memiliki kemampuan lebih di bidang bahasa asing.
Tapi bukan Lovina Aleysa namanya jika tidak bisa mencoba hal yang baru termasuk dalam memilih jurusan. Itulah yang selalu ada di pikirannya. Dan ia percaya selama ada kemauan, maka kemampuan akan datang seiring berjalannya waktu dengan jalannya.
Lovina selalu heran kenapa orang bisa belajar bahasa asing dengan mudah sedangkan ia lumayan susah dalam memahaminya. Mungkin apa yang ia pikirkan juga yang dialami oleh mereka yang kurang menyukai ilmu perhitungan seperti Matematika misalnya, makanya meraka lebih cenderung memilih program bahasa. Berharap dengan mengambil Jurusan Bahasa Inggris, ia akan menemukan jawabanya dan ia pun bisa memiliki kemampuan lebih di bidang bahasa asing.
Lovina bukanlah anak orang kaya yang bisa mendapatkan segalanya, tapi ia tetap bersyukur. Ia juga bukan anak pintar yang menjadi kebanggaan guru-guru di sekolah. Namun, ia tetap berusaha menjadi yang terbaik, terutama buat orangtuanya. Belajar dengan baik demi mereka yang sudah menjadikannya seseorang yang bisa menghargai hidup ini. Tapi ia juga bukan anak malas yang setiap ujian selalu nyontek. Lebih baik mendapatkan nilai yang pas-pasan dari pada nilai bagus tapi nyontek, karena kepercayaan dari guru-guru itu amat mahal harganya.
Sekali guru di sekolah tahu, kamu nyontek saat ujian maka mereka akan mengira kalau kamu adalah orang yang nggak bisa dipercaya dan jika kamu mendapatkan nilai bagus saat ujian mereka akan sanksi dengan apa yang kamu dapat dan selamanya mereka mungkin akan berpandangan seperti itu, maka akan lebih baik kejujuran saat ujian ditanamkan sejak masih usia dini.
Itulah pesan yang selalu diucapkan orangtuanya saat Lovina masih duduk di bangku Sekolah Dasar.
Jujur akan lebih baik, apalagi saat ujian. Walaupun nilai yang didapat tidak begitu memuaskan tapi hati dan jiwa kita akan tenang, dengan sendirinya kita akan terpacu untuk lebih giat lagi mendapatkan yang lebih baik. Hal itulah yang selalu ditanamkan dalam diri Lovina. Baginya mendapatkan kepercayaan, terutama dari para guru, akan lebih puas daripada mendapatkan kepuasan akan nilai bagus tapi dengan jalan yang salah.
***
Waktu begitu cepat berlalu, sekarang sudah bertambah lagi usiaku. Batin Lovina. “Semoga tahun ini akan lebih baik daripada tahun-tahun sebelumnya, diberikan kemudahan dalam segala urusanku baik di dunia maupun di akhirat dan tercapai apa yang aku impikan. Aamiin.” Doa yang dipanjatkan Lovina di hari kelahirannya.
“Kira, Vita, kalian berdua pada mau traktiran apa nih? Mau makan di luar apa di kosan saja?” tanya Lovina saat waktu sudah menunjukan pukul tujuh pagi. Waktu untuknya bersiap-siap memulai aktivitas seperti biasa.