“Vinnnn, ada kabar bagus!” ucap Kira yang langsung berhambur di tempat tidur sahabatnya, dengan secepet kilat.
“Kabar bagus apaan, Ra?? Muka kamu kelihatnnya bahagia banget,” tanya Lovina penasaran melihat reaksi Kira. Lovina pun mengalihkan pandangannya ke sosok yang kini mendarat di kamarnya.
“Iya dong, kamu pasti nggak nyangka dengan kabar ini. Aku saja sampai nggak percaya.”
“Ada apa sih? Sudah deh jangan bikin orang jadi tambah penasaran”
“Tadi aku baru dapet pesan di BBM dari temenku, katanya ada Kejurnas Badminton di GOR BIMA. Banyak atlet-atlet badminton nasional yang datang,” ucap Kira dengan semangat 45 yang mengebu-gebu, telihat dari muka dan cara Kira menjelaskan berita itu ke Lovina.
“SERIUS!? Kapan?” tanya Lovina dengan berbagai macam perasaan serta penasaran akan berita yang sangat membuat para Badminton Lovers seperti dirinya dan Kira berasa mendapat berita memenangkan undian. Beruntung kejadian histeris itu berlangsung di kosan mereka. Jadi tak terlalu mengundang perhatian banyak orang.
“Serius Vin, katanya sih sudah berlangsung beberapa hari ini. Acaranya sampai hari Minggu. Masih ada waktu beberapa hari lagi.”
“Wah… asyik tuh. Kita bisa lihat langsung altet-atlet badminton dengan mata telanjang,” ucap Lovina dengan wajah berseri-seri. Bagaikan mau ketemu pacar, bahkan mungkin lebih dari itu.
“Yeah! Besok nonton yuuk, habis kamu balik kerja.”
“Eh, tapi besok aku nggak bisa nonton. Sudah ada janji sama Alfiona. Paling bisa hari Sabtu dan Minggu saja.”
“Oh, Alfiona temen kerja kamu itu ya?”
“Iya. Sudah terlanjur ada janji, nggak enak kalau dibatalin.”
“Ya sudah yang penting masih bisa lihat pertandingannya walaupun cuma dua hari juga,” ucap Kira dengan sedikit kecewa karena hari pertamanya nanti nonton tidak bersama Lovina.
“Iya pas Semi Final dan Final. Pasti lebih seru lagi tuh.” Sangat jarang sekali bisa lihat langsung pertandingan Badminton. Itu impian Lovina dari dulu. Apalagi kalau bisa melihat langsung badminton di Istora Senayan Jakarta.
Setelah mendapat kabar tersebut Lovina langsung mencari berita tentang Kejurnas Badminton itu lebih lengkap di mbah Google lewat laptopnya yang kini sudah terkoneksi dengan internet. Dalam sekejap muncul artikel yang memuat berita tentang Kejurnas Badmonton PBSI di Cirebon setelah gadis itu mengetikan kata kuncinya dan lalu men-klik tombol search.
Lovina menjelajahi semua artikel itu. Berita tentang Kejurnas Badminton PBSI di Cirebon muncul, tepatnya Prim-A Kejurnas PBSI yang mana Kejuaraan Nasional Badminton itu supported by Prim-A. Dan ternyata memang benar berdasarkan berita yang Lovina baca hampir semua atlet-atlet senior ada dalam Kejuaran Nasional Barminton tersebut. Mereka adalah Mohammad Ahsan dan Hendra Setiawan yang merupakan pasangan ganda putra andalan Indonesia yang juga jadi idola Lovina. Atlet cewek idolanya, Greysia Polli juga ternyata ada. Disusul atlet-atlet lainnya seperti Nitya yang merupakan pasangan ganda putri dengan Greysia Polli. Tantowi Ahmad, Liliyana Natsir dan atlet-atlet lainnya. “Sungguh mengagumkan. Kita nggak boleh melewatkan ini”
“Yuuupp!!!!”
***
Sedikit ada rasa kecewa menghinggapinya. Kecewa karena Kira lebih dulu melihat langsung pertandingan badminton. Impiannya sebagai seorang pencinta olahraga tepok bulu, apalagi kalau bukan menyaksikannya secara langsung pertandingan itu. Semenjak ia tahu kalau Kira juga seorang badminton lover, mereka berdua punya impian yang sama. Sama-sama ingin menyaksikan pertandingan itu secara langsung. Hanya tinggal menunggu waktu. Tapi kenyataanya sekarang Kira lebih dulu melihatnya daripada Lovina.
Ia pasti seneng banget. Tenang, Lovina. Besok kamu juga pasti bisa menyaksikannya. Batinnya menyenangkan dirinya sendiri.
“Mbak Vina nanti kita langsung ke sana aja ya, teman Mbak jadi ikut keluar nggak?” tanya Alfiona.
Lovina tak sempat mengajak Kira. Tak sempat menyampaikan itu ke sahabatnya itu, karena Kira sudah lebih dulu menyampaikan kabar soal Kejurnas itu. Kira sudah lebih dulu menyampaikan niatnya untuk menonton pertandingan itu. Tapi Kira gagal mengajak Lovina ikut bersamanya.
“Nggak, dia sudah ada acara.”
“Jadi nanti Mbak Vina balik ke kosan sendirian dong.”
“Nggak apa-apa, nyantai saja Al. Kan ada angkot,” ucap Lovina meyakinkan Alfiona agar jangan terlalu khawatir.
“Oh, ya sudah. Kalau nggak, nanti Abang yang nganterin Mbak Vina. Toh juga deket kan dari tempat kita makan ke kosan Mbak. Sementara Abang nganterin Mbak, aku kan bisa ke Gramedia.”
“Nggak usah lah, yang ada malah ngerepotin.”
“Nggak lah, Mbak. Kan Mbak Vina sudah aku anggap seperti kakak aku sendiri. Jadi ya nggak ada acara ngerepotin.”
“Ya sudah terserah kamu saja, kalau menurut kamu baiknya begitu.”
“Gitu dong,” ucap Alfiona dengan nada senang. “Eh itu angkotnya sudah datang.”
Baru saja kenal beberapa minggu, tapi Lovina dan Alfiona sudah akrab. Seperti orang yang sudah kenal lama. Itu semua karena Alfiona bisa dengan mudah bergaul dengan siapa saja. Dia termasuk dalam golongan orang-orang yang mudah bergaul dan akrab dengan siapa saja walaupun baru dikenalnya. Tidak seperti Lovina. Alfiona pandai berbaur dengan orang baru, jadi membuat Lovina tidak canggung dekat dengannya.
Angkot yang mengantar mereka sampai di tempat tujuan kurang dari setengah jam. Mereka menuju Mall yang merupakan salah satu tempat yang selalau dipadati oleh pengunjung karena semuanya tersedia di situ. Grage Mall, salah satu Mall yang kadang Lovina kunjungi kalau tak ada kuliah pagi, mengingat jaraknya yang juga dekat dengan tempat kerjanya dulu.
“Nanti langsung ke lantai 3 saja ya, Mba. Abang sudah nunggu di sana?” ucapnya setelah melihat ponselnya.
“Ok!”
Mereka berdua berjalan menuju lantai 3 di mana food court berada.
“Itu dia, Abang.” Alfiona menunjuk meja yang tak jauh dari pintu masuk sebuah tempat makan yang identik dengan masakan luar negeri. Terlihat dari nuansa dan menu-menu yang beberapa sempet dibaca Lovina sambil jalan. Sparkling Kitchen namanya
“Padahal dari belakang. Kok bisa ngenanlin ya,” ucapku seraya menggoda Alfiona.
“Kan Abang sudah bilang ke aku di mana mejanya, Mbak” ucap Alfiona lalu menunjukan pesan yang ada pada layar ponselnya. Pesan dari BBMnya.
Hanya sekilas Lovina melihatnya. Tapi ia bisa mengenalinya. Mengenali pengirim pesan itu, mengenali siapa yang dimaksud Abang oleh Alfiona. Hanya dengan sekilas melihat display picture BBM nya Lovina yakin kalau ia mengenalinya. Tapi…. Terlambat.
“Tunggu!” Refleks Lovina mengucapkannya.
“Loh, kenapa berhenti, Mbak?” tanya Alfiona.
Tapi terlambat untuk mundur, dan orang itu sudah terlanjur mendengar suara Alfiona. Dan kini orang itu melihat ke arah mereka yang hanya beberapa langkah saja.
“Nggak apa-apa, Al. Sekilas seperti aku pernah lihat cowok kamu. Dan ternyata penglihatanku benar,” ucap Lovina jujur karena tak tahu harus beralasan apa. Apalagi setelah melihat sosok itu, walau sempat Lovina tak percaya dengan apa yang ada dihadapanya. Kenyataan kalau ia bertemu lagi dengan orang dari masa lalunya. Bertemu lagi dengan Fandika.
“Abang nggak lama kan nunggunya?” tanya Alfiona dengan suara cerianya.
“Nggg … nggak, kok. Aku juga baru nyampe.” Fandika pun tak percaya dengan apa yang ada dihadapanya.
Dengan mendengar suaranya saja sudah membuat luka lama itu teringat kembali apalagi harus melihat wajahnya yang kini berdiri persis beberapa langkah dari hadapanku. Batin Lovina.
Ternyata selama ini Lovina salah, bekasnya memang belum sepenuhnya hilang dan sialnya ternyata ia masih belum sepenuhnya menerima kenyataan yang ada, setelah melihat Fandika dan Alfiona ada di hadapannya.