Pertandingan selesai menjelang Maghrib. Sebelum pulang ke tempat tinggal masing-masing mereka memutuskan untuk mengisi perut mereka yang sudah mulai bernyanyi. Apalagi setelah berteriak-teriak selama pertandingan berlangsung.
“Vin, pulangnya mau bareng aku?” tanya Ivan yang langsung membuat Lovina kaget. Padahal itu hanya sebuah penawaran. Setelah kejadian di stadion itu apa yang keluar dari mulut Ivan seakan membuat Lovina jadi sensitive.
“Ng...nggak deh, Van. Thanks. Aku bareng Kira saja, biar nanti kamu nggak usah bolak-balik.”
“Iya, Van. Vina bareng kita aja. Soalnya aku juga pulang ke kosan, jadi sekalian.”
“Ok!”
Dalam perjalanan pulang Lovina hanya terdiam, tapi bukan karena capek. Ia terdiam karena apa yang dilaluinya seharian itu membuat semuanya amat berkesan. Ketemu Ahsan langsung walaupun tak mendapat tanda tangan atau foto bareng. Walau hanya bisa mendapat tanda tangan dari Bellatrix dan bisa berfoto dengan Angga Pratama dan Marcus Gideon, itu semua membuat Lovina merasa senang.
Mereka semua beramai-ramai memberikan semangat saat pertandingan berlangsung. Tapi ada sesutau yang tak pernah Lovina pikirkan akan terjadi. Sesuatu antara dirinya dan Ivan. Mungkin ini hanya sesuatu yang kecil, tapi firasatnya mengatakan bahwa ini akan menjadi besar.
Dan pertanyaanya sekarang adalah apakah ia sudah siap?
Apakah ia sudah siap untuk jatuh cinta lagi?
Apakah ia sudah siap untuk kecewa lagi jika apa yang ditakutkannya terjadi?
“Vin….Vin…” Panggilan dari Kira membuat Lovina tersadar dan Kira berhasil mengetahui kalau ia sedang melamun.
“Iya.”
“Mikirin apa?”
“Nggak apa-apa.”
“Jangan bohong deh.”
“Beneran kok.”
Kira sepertinya memang tahu kalau aku masih belum mau cerita kepadanya jadi ia tidak lagi memaksaku untuk menjelaskan apa yang terjadi.
“Mereka semua orangya asyik ya, walau baru kenal juga,” ucap Ari tiba-tiba memecah keheningan saat Kira tak berhasil membuat Lovina berkata jujur.