Hari pertama di tahun 2016 menjadi hari yang begitu tidak mudah buat Lovina maupun Ivan, juga Stella. Setelah apa yang sudah mereka lalui.
Lovina memutuskan untuk melihat video yang dikirimkan oleh Ivan terlebih dahulu sebelum akhirnya dia memberitahu Ivan untuk meminta bertemu. Video yang berdurasi lebih dari lima menit itu benar-benar berhasil menyihir Lovina. Membuat gadis itu menitihkan air mata. Teharu.
“Aku tahu dan sadar, kalau di depanku kamu adalah sahabat, di belakangku kamu adalah malaikat tapi di tengah-tengah, yaitu di hatiku kamu mempunyai tempat, tempat yang special.” Hanya kata-kata itu yang akhirnya berhasil keluar dari mulut Lovina. Ketika akhirnya dia tidak bisa lagi terus menghindar dari Ivan. Tak ingin membuat semuanya berlarut-larut.
Ivan tahu kalau sebenarnya Lovina juga mempunyai perasaanya yang sama. Namun, dia belum yakin apakah Lovina mau menerima kehadiran dirinya sebagai seorang yang special itu. Itulah yang bisa Ivan simpulkan dari apa yang barusan didengarnya. “Jadi?” tanya Ivan memastikan.
“Kita jalani aja seperti ini. Biarkan semuanya mengalir, seperti apa yang aku rasakan untukmu. Mengalir seperti air. Tanpa perlu aku membunuh ataupun mengingkarinya. Tanpa perlu aku menahan aliran air ataupun mengotorinya. Kamu mengertikan maksudku?” Jelas Lovina menyampaikan maksudnya.
“Sahabat, malaikat, di tempat yang special.” Ivan mengulang kata kunci dari jawaban Lovina. “Tapi sampai kapan semuanya akan dibiarkan mengalir, tanpa tahu arah dan tujuan akhirnya?”
“Sampai waktu itu tiba, ketika semuanya sudah sama-sama siap. Bukan hanya salah satu yang siap. Ketika sudah siap dengan sebuah komitmen yang serius bukan hanya komitmen untuk besenang-senang dengan perasaan masing-masing.” Dengan tegas Lovina menjawabnya. Menegaskan kepada Ivan bahwa hubungan yang akan dimulainya nanti bukan hanya sekedar hubungan pacaran, namun lebih dari itu.
Lovina tahu kalau Ivan memang benar-benar tulus dengan perasaanya, menerima Lovina yang lebih tua umurnya. Namun, Lovina juga tahu kalau Ivan masih belum siap untuk berkomitmen dalam waktu dekat ini, seperti dirinya yang memang sudah siap.
Ivan terdiam seketika setelah mendengar jawaban yang keluar dari mulut orang yang disayanginya. Ivan tahu dirinya sangat menyayai Lovina. Namun, dirinya juga merasa belum mampu dengan komitmen yang Lovina maksud, komitmen untuk ke jejang yang lebuh serius, jenjang pernikahan. Setidaknya dengan statusnya yang masih belum mandiri secara finansial, sementara Lovina sudah ada di tahap itu, walau sekarang masih berstatus mahasiswa.
“Aku mengerti maksud kamu. Semoga kita berdua bisa sama-sama menjaga rasa ini sampai waktunya tiba. Sampai aku siap dan mampu untuk menjadi imam dalam rumah yang akan kita bangun nanti,” kata Ivan sembari lalu memegang tangan Lovina, erat. Untuk yang pertama kalinya setelah Ivan mengetahui perasaan Lovina kepadanya. Meyakinkan gadis itu bahwa dirinya akan berusaha untuk menjadi seseorang yang lebih baik, seiring berjalannya waktu. Seseorang yang akan lebih siap. Siap menerima dan siap untuk belajar.
Lovina terenyuh mendengar kata-kata Ivan. Rasanya ia merasa yakin kalau Ivan itu yang terbaik untuk dirinya, seperti yang Kira dan Vita bilang. Ivan yang memang tulus dengan perasaannya.
Lovina hanya tak ingin ada yang merasa benar-benar tersakiti dengan dia mengambil keputusan untuk menjalani seperti apa adanya. Bukan berarti Lovina menolak perasaan Ivan. Lovina hanya ingin memberikan jeda dan ruang gerak. Semacam ujian akan perasaan di antara keduanya.
Di luar perkiraan Lovina, bahkan sekarang Ivan begitu mengerti dengan jawaban Lovina. Tidak seperti ketika Ivan baru menyatakan perasaanya.
Angin yang berhembus dengan serta membelai rambut Lovina, sementara tangannya yang kini sudah tak begitu mulus seperti kebanyakan mahasiswa lainnya masih ada dalam genggaman tangan Ivan. Angin dan awan menjadi saksi percakapan mereka berdua. Di sebuah tempat yang pernah Ivan siapkan untuk Lovina.
“Mau dengar aku nyanyi nggak?”
“Mau!” dengan cepat Lovina menjawab.
“Semangat banget.” Ujar Ivan yang kemudian dibalas dengan senyuman oleh lawan bicaranya. “Mau dengerin lagu apa? Waktu itu kamu juga belum kasih tahu aku judul lagunya.” Sambung Ivan berusaha meningatkan percakapannya saat itu dengan Lovina.
Lovina kembali teringat percakapannya dengan Ivan selang beberapa hari setelah untuk kali pertamanya ia melihat Ivan bernyanyi di atas panggung, disaksikan banyak orang. Momen ketika ada Artivation.
“Need You Now.”
“I also need you,” ucap Ivan dengan sedikit menggoda padahal dia tahu maksud Lovina mengucapkan itu sebagai judul lagu yang dinyanyikannya semalam untuk Lovina.
“Itu judul lagu yang mau aku denger!” balas Lovina menegaskan maksudnya, namun dalam hati dia merasa senang. Terlebih karena dia akan mendengarkan kembali lagu itu secara langsung bukan seperti tadi pagi lewat video yang Ivan kirimkan.
“Iya, iya, tahu. Pasti udah liat yang aku kirimkan.”
“Sudah.”
“Terus, kenapa sekarang mau dengerin lagi?”
“Nggak apa-apa. Pengen aja.”
“Ooohh.”
Ivan lalu berjalan ke sudut dimana tempat pojok bernyanyi itu ada. Lalu, Lovina mengekor di belakang dan memcari tempat duduk yang dekat dengan posisi Ivan bernyanyi.
Ini untuk yang kali keduanya Lovina melihat Ivan bernyanyi. Kali ini lagu itu benar-benar untuknya. Lagu Need You Now nya Lady Antebellum kini terdengar dengan jelas masuk ke telinga Lovina lewat suara Ivan.
“Kalau saja aku bisa duet sama Ivan dan ambil posisi penyanyi ceweknya,” ucap Lovina lirih di sela-sela dia masih mendengarkan Ivan bernyanyi. Ivan yang begitu menjiwainya. Terlihat dan terdengar jelas dari posisi yang begitu dekat dengan sumber suara.
Lovina bersyukur karena hari yang dilaluinya bersama Ivan tidak seburuk yang dipikirkannya, tidak perlu ada adegan yang mendaramatisir. Lovina hanya tinggal fokus dengan tugas akhirnya, pertempurannya di medan skripsi. Bersama Ivan, membuat Lovina lupa akan Fandika dan Alfiona yang seminggu lagi akan melangsungkan pernikahannya.
***
Bersama Ivan, kini Lovina menuju tempat acara berlangsungnya resepsi pernikahan Fandika dan Alfioana. Keduanya hanya bisa datang saat resepsi, Lovina yang hadir setelah menyelesaikan kerjaanya, dan Ivan yang baru ada waktu karena ada urusan bersama teman-teman di kampusnya.
Ivan merasa tak enak dengan niat baik Stella dan teman-temannya yang sudah menyiapkan segalanya. Stella yang sudah menyiapkan acara kecil-kecilan seperti tahun-tahun sebelumnya saat hari ulang tahun Ivan.
“Harusnya kamu nggak usah repot-repot kaya gini lagi, Ay. Kan sudah gue bilang,” ucap Ivan merasa sungkan kali ini. Setelah Stella tahu kalau ada orang lain dalam hatinya. Namun, Stella masih seperti dulu kepadanya. Hanya saja, sekarang tanpa kejutan dan keusilan seperti tahun-tahun sebelumnya. Sekarang hanya sebatas makan-makan kecil dan kue yang tak pernah Stella lupa belikan.
“Nggak apa-apa. Anggap saja ini yang terakhir kalinya gue ngelakuin ini buat lo, Van. Untuk seseorang yang bukan hanya special buat gue, tapi juga dulu selalu ada buat gue dan selalu mau aja gue repotin. Thanks, Van, buat hari-harinya.
Hari-hari Ivan sekarang banyak dihabiskan bersama Lovina ketika memang ada kesempatan untuk keduanya bertemu mengingat jadwal kuliah yang berbeda dan Lovina yang punya kesibukan sendiri. Kebersamaan Ivan dengan Stella memang tak sesering dulu, itu karena keduanya ingin tetap menjaga persahabatan dan menghargai perasaan semuanya.