Sesuatu yang beberapa tahun belakangan menjadi pusat perhatiannya kini menjadi sesuatu yang nyata. Di umurnya yang hampir duapuluh sembilan, Lovina bisa membuktikan kalau dirinya bukan hanya sebagai seorang pemimpi, namun bisa mewujudkannya.
Kini Lovina tinggal dan hidup dalam situasi yang amat sangat berbeda. Dalam ruangan yang tidak cukup lebar namun begitu asing.
“Aku yakin keputusan yang kuambil ini sudah tepat. Terbaik untuk diriku dan Ifan. Aku harus benar-benar mencintai diriku sendiri dulu sebelum aku memustuskan untuk mencintai orang lain. Aku akan berusaha dengan keras agar aku bisa bertahan di kehidupan baruku ini. Kehidupan yang keras sudah menantiku di depan,” Lovina berkata dengan yakin dan penuh semangat menjemput takdir dan rejekinya.
Lovina sudah bersiap-siap dengan hari pertamanya kerja di sebuah kafe. Setelah beberapa hari yang lalu dirinya sibuk mencari-cari lowongan pekerjaan dengan bantuan beberapa teman di grup WHV (working holiday visa) dan kemudian selang beberapa hari dia lalu mendapatkan kabar. Salah satu lamarannya diterima. Dan ini untuk yang kali kedunya, pekerjaan pertamanya ketika Lovina memulai hidup barunya berawal di sebuah kafe. Namun, kali ini bukan sebagai chef atau waiters melainkan sebagai pencuci piring. Dari sekian banyak lamaran yang diajukan, pencuci piring adalah rejeki pembukanya hidup di luar Indonesia. Tepatnya di Sydney, kota pertama yang dikunjunginya sebelum kemudian mengunjungi kota-kota lainnya di Australia.
Setelah dua tahun lamanya Lovina bisa bekerja penuh dengan memutuskan kembali bekerja di Viantika Book Café, demi mengumpulkan modal untuknya bisa ke luar negeri dan demi menambah pengalanmannya untuk bekal memulai kehidupan barunya, setelah dia tahu bahwa ada jalan dan peluang baginya untuk ke luar negeri. Bahkan bukan hanya liburan seperti yang diutarakannya dulu ketika berbicara dengan Ivan, namun juga bisa sekalian bekerja. Dengan mengikuti program Working dan Holiday, Lovina bisa bekerja dan berlibur ke kota-kota yang ada di Australia.
Hari-harinya di Sydney begitu penuh dengan tantangan. Memang tidak mudah hidup jauh dari keluarga dan orang-orang terdekat di belahan dunia yang secara iklim dan musim juga berbeda dari Indonesia. Butuh penyesuaian yang tidak sebentar, namun begitu membuat Lovina tidak lantas menyerah. Dengan semangat dan kerja kerasnya, Lovina mampu melewati itu. Melewati bulan demi bulan di Sydney. Bertemu dengan teman-teman dari berbagai Negara. Bekerja di berbagai tempat sudah pernah dilakukannya termasuk di bagian perkebunan, sebagai pemetik buah. Pekerjaan yang bagi Lovina lebih menyengkan daripada bekerja di hospitality.
Namun, karena musimnya harus berganti mau nggak mau Lovina memutuskan untuk pindah ke kota lain lagi, mencari pekerjaan lagi, dan bertemu dengan orang baru lagi dengan karakter yang berbeda. Sudah menjadi hal yang biasa bagi Lovina bertemu dengan banyak orang dengan latar yang berbeda. Suka dan duka pun dilaluinya selama perantauan. Bersyukur, seringnya diketemukan dengan orang-orang yang baik. Namun, yang tak baik pun pernah datang dalam hidupnya. Menjadi penguat baginya untuk tetap semangat dan bertahan mempergunakan waktunya selama di hidup sebagai backpacker.
Setelah Melbourne, sekarang Lovina terdampar di Queensland, tepatnya di kota Brisbane. Sebagai tempat terakir dirinya menjejakan kaki menghabiskan sisa masa working holiday visanya. Kembali bekerja di café. Sebagai waiterss lah dirinya sekarang berkerja, di Books and Beans Café. Tidak hanya tempatnya yang hangat, namun juga orang-orangnya.
“Aleysa!” panggil salah seorang waiter. Itulah nama panggilan Lovina di Australia. “Nanti kita ada tambahan seorang waiter baru. Semoga kamu bisa bekerja sama dengannya. Dia juga dari Indonesia, namun hanya kerja setelah hari.” kata Mr. Sheldon dalam bahasa Indonesia kepada Lovina yang baru selesai mengantarkan pesanan.
“Ok, Mr. saya akan berusaha bekerjasama dengannya,” jawab Lovina kemudian.
Sudah biasa bagi Lovina bertemu dengan para WHV dari Indonesia ataupun para pelajar. Hampir semua orang-orang Indonesia yang ditemuinya menyenangkan dalam bekerja sama, tak jarang malahan saling membantu. Apalagi kalau ada lowongan pekerjaan. Mereka akan saling berbagi info. Namun, Lovina merasa heran karena teman-temannya yang mengajukan lamaran di kafe tempatnya bekerja tidak diterima. Malah posisi itu sudah diisi oleh orang lain. Seseorang yang akan segera diketahuinya.
“Aleysa!”
Lovina tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Seseorang yang akan bekerja sama dengannya adalah seseorang yang sudah dikenalnya dengan baik. Seseorang yang sudah lama tak berkabar dengannya. Seseorang yang dengannya sudah berkomitmen bersama untuk saling menjaga jarak demi mimpi masing-masing sampai waktu dan takdir yang kemudian mempertemukan mereka kembali.
“Andira, dia adalah Aleysa, salah satu orang yang akan menjadi rekan kerja kamu. Kamu bisa berkenalan dengan yang lainnya setelahnya,” ucap Mr. Sheldon kepada Ivan ketika memperkenalkan dengan Lovina.
“Ok. Mr. Terimakasih banyak, Mr. Saya akan bekerja dengan baik,” kata Ivan dengan semangat. Karena akhirnya di bisa bekerja di sela-sela kuliahnya. Setelah banyaknya lamaran kerja yang diajukan, namun tak kunjung mendapatkan kabar baik. Namun, di sini lah ternyata takdirnya. Tidak hanya bisa bekerja, tapi juga bertemu lagi dengan seseorang masih selalu di sayanginya.
Di luar jam kerja dan ketika ada waktu luang Lovina dan Ivan menghabiskan waktu bersama. Bersyukur dengan apa memang Tuhan berikan untuk mereka dalam hidup. Termasuk takdir yang kini mempertemukan mereka berdua.
“Bagaimana ceritanya kamu bisa sampai ke Australia, bukannya kamu pengen ke Austria, Van?” Tanya Lovina ketika mereka berdua sedang berada di taman.