Bangun di jam subuh bukanlah hal yang baru atau aneh bagi Ana. Tapi, bangun di jam dua pagi? Kenapa Ana bangun pagi-pagi sekali? Untuk apa dia bangun?
Ana membuka mata ketika tersadar bahwa dia sudah tidak sedang dalam alam mimpi lagi. Kemudian dia beranjak dari tempat tidurnya yang nyaman dan hangat.
"Uuuhhh tempat tidur hangatku," gumamnya setengah sadar sambil memeluk erat selimut tebal berwarna merah muda bercorak bunga matahari miliknya.
Kemudian Ana merapikan bantal, guling, serta selimut kesayangannya itu dengan baik. Setelah itu, dia keluar kamar menuju kamar mandi untuk membersihkan diri dari segala kotoran dan debu yang menempel di tubuhnya.
"Hoaaammm, mandi jam 2 gini enak nih ... jarang-jarang aku gak males mandi jam segini," oceh Ana sambil terus melangkah menuju kamar mandi sambil membawa sebuah handuk bergambar kelinci berwarna kuning dari atas gantungan handuk samping kamar mandi.
Dua puluh menit berlalu, Ana telah selesai mandi. Dan ketika dia keluar dari kamar mandi, dia merasa ada seseorang yang sedang memperhatikannya dari arah dapur.
"Siapa sih?" tanyanya dalam hati dengan dahi berkerut. "Di sini kan cuma ada aku sama kakak aku aja. Kalau jam segini, kakak pasti masih tidur. Terus itu siapa? Apa aku coba cek aja? Tapi ... bagaimana kalau maling?!!!" Lantas Ana panik sendiri di depan pintu kamar mandi.
"Bagaimana ini? Di rumah ini tidak ada laki-laki lagi! Apa aku langsung telepon polisi? Atau aku telepon abang Husen aja? Tapi kalau telepon bang Husen, jauh! Dia kan ada di Papua, sedangkan ini Bandung, bakalan lama kalau nyusul ke sini juga! Terus kalau ..."
Ana terus saja mondar mandir di tempat yang sama dengan perasaan panik yang semakin besar. Namun tiba-tiba, seseorang yang berada di dapur itu terdengar berjalan menuju Ana.
"Wah gawat! Dia mendekat! Aku harus gimana?" Gumamnya dengan kencang.
"Ya kamu harus diam lah!" seketika Ana terdiam mendengar suara yang menjawabnya.
Ketika dia berbalik, ternyata itu adalah kakak perempuannya, Hana, yang sedari tadi memang memperhatikan adik bungsunya dari arah dapur.
"Kak Hana?! Alhamdulillah ternyata bukan maling... o iya, kakak kenapa jam segini masih bangun? Oh! Atau kebangun juga ya sama kayak aku?" Ana terus mengoceh tanpa memberikan Hana kesempatan untuk berbicara.
"Diem dulu! Kakak mau tanya sama kamu. Kamu ngapain malam-malam gini mandi? Apa gak dingin?"
"Ih kak Hana nih, masa gak tahu sih! Kan bagus mandi jam segini kak, jadi seger juga."
"Bagus dari mananya? Seger enggak masuk angin iya."
"Ih kakak..." Ana sedikit merengek.
"Kamu ini kenapa sih? Kalau mau mandi, subuh atau pagi. Itu baru seger."
"Kan sekarang juga mendekat subuh kak," balas Ana dengan percaya diri.
"Subuh? Subuh masih lama sayang... sekarang baru aja jam delapan," kata Hana sambil menunjuk jam dinding di atas pintu.
"Jam delapan? Malem ...?" Ana melihat ke arah jam dinding, dan dia merasa tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Matanya membelalak kaget dan melihat kembali hana dengan kakau.
Hana hanya tersenyum dan mengangguk sekali ketika Ana melihatnya dengan terkejut.
"Jam delapan malam kak... hehe."
"Iya. Jadi sekarang kamu mau gimana?"