Bekasi, pagi itu.
Tok... tok...
Seorang pria berbadan atletis tengah duduk diam di samping ranjang bersprei putih bersih. Tatapan nya kosong ke arah celah jendela terbuka yang tak jauh di hadapan nya.
Tok... tok...
Kali ini suara itu membangunkan pria tersebut dari pikiran kosong yang sedari tadi menyelimutinya. Pria itu berdiri lalu berjalan menuju kamar mandi yang berada di satu ruangan yang sama dengan kamar tersebut. Tangan nya yang kekar langsung meraih handuk berbentuk baju yang tergantung di jet lag kamar mandi. Handuk tersebut ia kenakan sambil berjalan menuju pintu, agar bisa menutupi tubuh nya yang sedari tadi hanya bertelanjang dada.
Tok... tok...
Ketukan itu kembali terdengar. "Sebentar." Ucap pria tersebut dari balik pintu. Kedua tangan nya tengah berusaha menalikan tali handuk agar menyatu. Setelah selesai, pria itu menekan knop pintu ke bawah. Lalu pintu tersebut ia tarik hingga terbuka lebar.
"Free coffee dan roti untuk hari Jum'at." Ucap seorang Bell Girl berseragam kemeja merah dengan rok span pendek hitam yang tertutup apron di hadapan pria tersebut. Senyuman manis terukir di bibir wanita tersebut. Wanita tersebut langsung memutar badan nya lalu mengambil secangkir kopi dan dua buah roti yang berada di atas trolley alumunium. Lalu wanita tersebut menyerahkan kopi dan roti kepada pria tersebut.
"Di sini emang setiap hari Jum'at ada free coffee sama roti ya?" Tanya pria tersebut setelah menerima kopi dan roti dari Bell Girl yang ada di hadapan nya.
"Iya pak." Jawab wanita tersebut sambil tersenyum.
"Kenapa Jum'at doang?" Tanya pria itu lagi. Karena sudah tiga hari pria itu menginap di hotel ini, tetapi baru hari ini ia mendapatkan free coffee.
"Karena kata bos saya, Jum'at itu hari penuh berkah. Bagus buat nambah pahala, makan nya setiap hari Jum'at hotel ini bagi-bagi yang gratis pak. Biar berkah." Jawab wanita itu panjang lebar dan di akhiri kekehan.
Pria itu mengangguk mengerti. Kini tatapan pria tersebut menilai penampilan Bell Girl di hadapan nya. Bentuk alis yang tajam, mata yang besar, hidung mancung, bibir yang tipis serta rambut nya yang di konde berwarna cokelat tua. Badan nya pun tinggi ideal. Terlalu cantik... tapi tetap saja hanya seorang Bell Girl.
"Ya sudah. Terimakasih." Ucap pria tersebut lalu kembali menutup pintu kamar nya.
Bayu Dewanggoro, pria berumur dua puluh dua tahun itu lah yang baru saja menutup pintu kamar hotel nya. Lalu ia berjalan menuju balkon yang berada di kamar tersebut. Menaruh secangkir kopi dan dua bungkus roti gratis tadi di atas meja lalu duduk di kursi yang berada di samping meja tersebut. Balkon ini tidak terlalu luas. Mungkin hanya berukuran empat kali empat meter, tetapi balkon ini cukup nyaman karena menyajikan pemandangan hiruk pikuk kemacetan kota kecil yang berada tak jauh dari Jakarta ini. Lalu dimana pemandangan nyaman nya jika hanya menyajikan kemacetan? Nyaman karena menurut Bayu kemacetan yang terjadi akibat semangat pagi yang membara para pegawai, dan itu bagus. Tetapi Bayu tak bisa membayangkan jika ia berada di posisi yang sama dengan para pegawai itu, mungkin ia akan jengkel akan kemacetan yang ada dan menyalahkan pemerintah karena kemacetan ini. Padahal kemacetan ini tidak seratus persen kesalahan pemerintah yang kurang gerak cepat, tetapi kemacetan ini di sebabkan juga oleh rakyat nakal yang tak mau mematuhi peraturan. Rumit. Untung di udara tidak ada kemacetan. Kalau ada, Bayu tak habis pikir bagaimana jadi nya jika pesawat yang ia kendarai tiba-tiba kehabisan bahan bakar akibat kemacetan. Bayu tertawa akan khayalan yang ia buat. Setelah itu Bayu menarik nafas, berusaha menghirup udara segar pagi ini.
"Paper doll, come try it on
Step out of that black chiffon
Here's a dress of gold and blue