Let"s Move Or Fly!

Syane Raphaeli Irawan
Chapter #2

Bayu

Jakarta, Tujuh tahun yang lalu.

"Hah yang bener kamu, Bay? Emang hasil dari test IQ kamu berapa?" Dua pertanyaan Bayu terima sekaligus dari wanita paruh baya yang sedang sibuk dengan perkakas dapur nya. Wanita berambut hitam pendek, dan wajah yang hampir menyerupai Bayu. Daster batik pendek, serta apron berwarna maroon kesukaan nya memperjelas bahwa ia adalah seorang ibu. Apa lagi kegiatan yang sedang wanita itu lakukan siang ini, memasak makan siang untuk anak-anak nya yang sudah pasti membutuhkan asupan gizi, terutama Bayu. Dia adalah anak laki satu-satu nya dari keluarga tersebut. Adik dan kakak Bayu kebetulan adalah seorang perempuan. Ayah Bayu selalu berkata bahwa anak laki-laki harus banyak makan, agar kuat. Itulah sebab nya sekarang Bayu duduk di meja makan yang masih belum ada makanan nya karena sedang di masak oleh mama nya.

"IQ aku 130 Ma. Kata Bu Joyana, kemarin Bayu di suruh test akselerasi. Terus barusan di mading ada pengumuman nya, ternyata Bayu masuk. Jadi besok Bayu udah jadi kelas dua SMA deh. Cuma delapan orang Ma yang lulus test." Jelas Bayu sambil menatap Mama nya yang sedang memasak di dapur.

"Hah? Serius kamu?" Tanya mama nya. Lalu wanita itu membalikkan badan nya, menatap Bayu yang sedang berada di meja makan. Tatapan nya menyelidik, masih belum percaya atas apa yang anak nya bicarakan.

"Iya ma." Jawab Bayu memberikan keyakinan. "Gak percayaan amat deh.." Ucap nya lagi.

"Ish... anak mama hebat banget." Wanita tersebut menghampiri anak nya. "Pinter banget.. Sholeh banget.." Ucap wanita tersebut sambil mencubit kedua pipi anak nya. Senyuman terukir di bibir wanita tersebut, bahagia dan hangat. 

"Ish mama apaan sih?" Ucap Bayu sambil berusaha melepas tangan mama nya yang sedang mencubit-cubit kedua pipi nya. 

"Mama harus ngasih tau Ayah sama Kak Bila ini. Mama mau ngambil handphone dulu." Wanita tersebut langsung pergi meninggalkan Bayu. 

"Loh Ma. Ini masakan nya gimana? Mana kompor nya masih nyala. Bayu gak ngerti cara matiin kompor." Teriak Bayu.

"Udah kamu aduk-aduk aja sayur nya, mama cuma sebentar." Jawab mamanya. 

Bayu langsung menghampiri kompor dan mengaduk-aduk sayur yang di buat oleh mama nya. Sambil mengaduk, Bayu tersenyum mengingat respon mama nya barusan. Mama langsung ingin menelpon ayah nya yang sedang bekerja dan Kakak perempuan Bayu yang sedang berkuliah arsitektur di Jogja. 

"Mas!" Bayu melonjak terkejut lalu membalikan badan nya. 

"Ngagetin aja kamu Bel." Ucap Bayu kepada adik perempuan nya yang baru pulang sekolah. Adik nya langsung tersenyum lebar. 

"Mas aku beli permen karet tau mas." Ucap anak berumur delapan tahun tersebut sambil mengangkat rok merah nya. Bayu mengerutkan kening nya. "Permen nya aku taruh di kantong celana pendek, takut ketauan Mama." Lanjut nya sambil mengambil permen tersebut. "Aku nitip di mas ya, kalo aku yang megang takut ketauan Mama." Permen tersebut langsung di berikan kepada Bayu. 

"Lagian udah tau gak boleh, malah du beli." Ucap Bayu sambil menerima tiga papergum dari Belva. "Mas bagi satu ya." Lanjutnya. 

"Sip." Jawab adik perempuan tersebut sambil mengacungkan ibu jari nya.

"Eh adek.. udah pulang." Bayu dan Belva langsung menatap mama nya yang datang dengan handphone yang sudah tertempel di telinga nya. Belva langsung berlari menghampiri mama nya. Mencium tangan mama nya lalu pergi entah kemana. Mama Bayu pun menghampiri Bayu. Tangan nya di kibas-kibas kan bermaksud memberi kode ke Bayu untuk pergi. Setelah mengetahui kode tersebut Bayu langsung pergi dari hadapan kompor. Mengambil tas nya yang sedari tadi berada di atas meja makan, lalu pergi menuju kamar.

Kaki nya ia langkahkan satu persatu menaiki anak tangga. Letak kamar Bayu ada di atas. Bersampingan dengan kamar kakak perempuan nya, Mbak Bila. Mbak, panggilan kakak untuk orang Jawa. Bayu memutar knop pintu kamar nya. Kamar bercat merah di padu dengan abu-abu langsung menyambut nya hangat. Kamar ini bisa di katakan bertema motor klasik, bisa di lihat dari aksesoris yang ada di kamar tersebut. Mulai dari poster bergambarkan motor Triumph Bonneville besar yang tertempel di dinding dekat kasur, diecast-diecast motor yang tersusun rapih di meja belajar dan rak-rak yang tersedia, dan dus-dus berisi helm yang berada di sudut ruangan. Semua aksesoris yang berada di kamar ini adalah pemberian dari ayah nya yang menyukai motor tua. Padahal Bayu lebih menyukai motor sport sejenis Ninja, tapi entah mengapa ayah nya Bayu tidak pernah mau membelikan Bayu motor yang Bayu sukai tersebut. Bayu melempar tas nya ke atas kasur bersprei abu-abu, mencharge handphone nya lalu melempar tubuh nya ke atas kasur. Mata nya menatap langit-langit kamar sambil menerawang, apakah besok ia akan mendapatkan teman? Wajar jika Bayu berpikir seperti itu, karena ia akan di satukan dengan murid satu angkatan di atas nya.

-

Bayu memarkirkan motor Vespa Primavera biru miliknya di parkiran yang bisa di bilang belum penuh ini. Bayangkan saja sekarang masih pukul setengah tujuh pagi, terlalu pagi untuk berada di sekolah menurut anak SMA jaman sekarang. Tapi Bayu sudah berada di sekolah, mungkin karena ini masih tahun pertama bagi Bayu. Jadi Bayu lebih memilih untuk terhindar dari segala masalah, dan tahun pertama adalah tahun masih semangat-semangat nya bagi para pelajar. Bayu melepas helm nya lalu menyangkutkan helm tersebut di atas kaca spion motor nya. Seperti yang di ceritakan kemarin, ayah Bayu adalah pecinta motor klasik jadi jangan heran jika Bayu membawa Vespa ke sekolah. Sebenarnya ayah Bayu memiliki enam motor klasik dan hanya Vespa ini yang Bayu anggap pantas di bawa ke Sekolah. Karena lima motor lain milik ayah nya adalah motor gede yang jika Bayu bawa mungkin akan menghabiskan lahan parkir sekolahan. Awal nya Bayu malu membawa motor ini, apa lagi kebanyakan anak SMA jaman sekarang membawa nya motor sport. Tapi karena sudah terbiasa, yasudahlah. Toh Vespa milik nya termasuk Vespa modern yang mulai di gemari sekarang ini. 

Kaki Bayu mulai melangkah, pemandangan halaman sekolah yang masih sepi langsung memenuhi pengelihatan nya. Hanya ada beberapa anak yang duduk-duduk di depan kelas dan beberapa anak OSIS yang sedang menempel banner untuk acara Ulang Tahun Sekolah besok. 

"Bayu!" Seorang menepuk bahu nya. Bayu langsung menolehkan kepala nya. 

"Eh Han." Sapa Bayu.

"Widih sedap lo Bay. Kelas sepuluh belum ngerasain sampe abis, udah langsung kelas sebelas aja." Singgung Farhan. Farhan Dwianggoro, pria bermata tajam, berkulit putih dan berambut cepak ini adalah teman yang pertama Bayu kenal ketika MOS. Dan bisa di akui Farhan ini ganteng, hanya saja lebih pendek sepuluh centimeter di bawah Bayu. Tinggi badan Bayu 175cm, kalian bisa menebak tinggi Farhan ini. 

Lihat selengkapnya