“Tadi itu Amar? Yang sering kamu ceritain itu?”
Pertanyaan yang memecah keheningan diantara mereka membuat Cherry mengalihkan tatapannya dari jalanan yang masih ramai. Ia menatap Fabian dengan satu alis terangkat. “Bukannya kamu udah kenalan sama dia tadi? Kenapa nanya lagi?”
Ekspresi datar yang ditampakkan oleh Fabian membuat Cherry mengulas cengirannya. Jujur saja, Cherry sedikit takut setiap Fabian menampakkan raut datar pada wajah tampannya--karena Cherry terbiasa melihat keceriaan pada wajah tampan Fabian. Pria itu jadi terlihat sangat serius dan mengeluarkan aura-aura yang membuat Cherry mau tidak mau mengalah.
“Iya, itu Amar. Dia yang suka traktir aku martabak keju.”
Tidak mendapatkan respon apapun dari Fabian, Cherry kembali menatap jalanan di luar. Ia tahu kalau mood Fabian sedang dalam keadaan tidak baik. Maka dari itu ia memilih untuk menyudahi percakapan mereka disaat pria itu tidak membalas jawaban yang ia berikan.
“Dia…single?”
Cherry menoleh dengan cepat mendengar pertanyaan yang tidak ia duga keluar dari mulut Fabian—hingga ia sendiri takut jika otot lehernya tertarik karena ia terlalu cepat menoleh. “H-ha? Kamu tanya apa barusan? Amar…single?”
Melihat anggukan kepala Fabian, Cherry memicingkan matanya. “Kamu… suka sama Amar?”
“WHA—”
Cherry mengibaskan tangannya, memotong perkataan Fabian. “Wait. Oke. Maksudku, it’s okay kalau kamu suka sama…Amar. Aku nggak bakal ceramahin kamu. I get it. Setiap orang punya…uhm, preferensi sendiri-sendiri. Jadi…”
“Tunggu. Kamu kira aku suka sama Amar itu?”
Kini Cherry menatap bingung Fabian, “Bukannya kamu tanya status Amar karena kamu tertarik sama dia?”
Mata Fabian yang membulat membuat Cherry mengangkat kedua alisnya. “Aku salah ya?”
“Menurut kamu?!” Fabian mengeryit, menunjukkan ekspresi aneh saat mengingat bahwa Cherry baru saja mengira dirinya tertarik dengan sesama jenis. “We should check your brain, Sha. Aku nggak ngerti kenapa kamu bisa-bisanya mikir aku tertarik sama Narendra.”
“Semua juga bakal mikir kayak aku kalau dengar pertanyaanmu—”
“Kalau kayak gitu, buat apa aku dekat sama cewek-cewek selama ini?” potong Fabian, masih mengeryit—tidak mengerti jalan pikiran Cherry.
Cherry terdiam selama beberapa saat, sebelum mengedikkan bahunya. “Buat nutupin…kalau kamu nggak tertarik sama kaum ha—”