Let's Not Fall In Love

Alva
Chapter #1

I Wait

Pagi masih cerah, langit dihiasi oleh suara burung yang berkicauan dengan merdu. Sekolah itu belum terlalu ramai. Suasana pun sangat cocok untuk mengulang pelajaran yang akan dibahas hari ini.

Rafael Prahardja melangkahkan kakinya masuk kedalam lingkungan sekolah. Mempersiapkan diri untuk belajar hari ini sebelum nanti Ujian Nasional.

Tak lama, seorang gadis berlari menuju ke arahnya dan menariknya lengannya untuk mengikuti langkahnya. Tak memperdulikan pandangan orang yang terheran-heran dengan aksinya. Menganggu pagi Rafa yang tenang.

Keduanya berlari menuju ke belakang sekolah yang sepi. Hanya ada beberapa bangku sekolah yang rusak dan beberapa alat olahraga disana.

"Apa sih, Re?!" Pekik Rafa pada Reva setelah ia berhasil mengatur separuh nafasnya setelah diajak olahraga dadakan oleh Reva.

Yang dipekik hanya terkekeh. Gadis itu sama sekali tak terlihat kelelahan karena lari tadi. Sepertinya ia sudah menyiapkan diri untuk melakukan hal itu pagi ini.

Rafa kembali mengatur nafasnya yang masih belum sepenuhnya teratur akibat lari pagi mendadaknya.

"Hari ini lo harus bolos, Raf. Soalnya, hari ini event game. Gue mau lihat." Ucap Reva santai. Seakan tak ada beban apapun ketika ia mengatakan hal itu.

Rafa mengernyitkan dahinya. Menatap ke arah Reva yang mengucapkan itu dengan sangat santai.

"Lo bercanda?" Tanya Rafa memastikan apa yang ia dengar tidak salah.

Reva menggelengkan kepalanya dengan wajah polos.

Rafa menghela kasar nafasnya dan menatap Reva dengan sorot mata penuh kekesalan.

"Bentar lagi UN dan lo masih ngurusin hal kayak gitu? Gila ya, Lo? Bentar lagi udah SMA, nggak usah ikutan gituan. Buang waktu tau nggak?"

Hari masih pagi tapi perempuan itu sudah mengajaknya untuk berbuat dosa. Ralat, membuatnya menambah dosa karena mengomel. Mana mau ia bolos demi acara seperti itu jika dirasa tidak terlalu diperlukan.

Rafa berbalik dan melangkahkan kakinya untuk kembali ke kelas. Namun, langkahnya terhenti karena lengannya yang dengan cepat ditahan oleh Reva.

"Ayolah, Raf. Gue butuh refreshing."

Rafa menghela nafasnya lalu membalik badannya dan menatap Reva kesal.

"Nggak sekarang, Re. Sekarang lo harus fokus belajar. Seminggu lagi try out kedua dan lo masih mau main? Pikirin masa depan lo. Kemarin nilai lo parah sampai Tante Freya stres."

Reva menatap Rafa. Wajahnya terlihat hampir menangis. "Ya, udah, deh. Gue sendiri aja."

Reva melepaskan lengan Rafa lalu membalik badan dan mulai menaiki tembok sekolah yang cukup tinggi dengan bantuan meja yang agak rusak, namun, masih kuat. Sedangkan Rafa, ia tak bergerak sama sekali. Hanya memandangi Reva yang menaiki tembok yang tak terlalu tinggi baginya.

Rafa menghela nafasnya, kesal, setelah Reva berhasil meloloskan diri. Ia akhirnya mengikuti langkah Reva. Takut terjadi apa-apa pada teman masa kecilnya itu. Pada akhirnya ia yang akan ditanya-tanya jika terjadi sesuatu.

"Nah, gue udah nebak lo pasti bakal ikut gue." Ucap Reva senang setelah Rafa berhasil menuruni tembok itu. Sejak tadi ia memang sengaja menunggu Rafa. Ia tak yakin Rafa benar-benar akan menolaknya.

"Bacot lo." Rafa merapikan bajunya yang agak berantakan akibat menaiki tembok. "Dimana lokasinya? Habis ini lo janji harus belajar dengan giat. Gue udah rela bolos buat lo."

"Iya, iya. Jangan kasar gitu, deh. Lokasinya deket kok. Paling 10 menit. Yuk."

Keduanya berjalan ke arah halte yang berada cukup jauh dari sekolah dan menaiki salah satu bus yang berhenti.

Bus sudah berjalan selama 15 menit. Namun, keduanya belum tiba di tujuan. 

"Re, ini beneran ke event game yang lo bilang, kan?" Tanya Rafa. Tentu saja ia kebingungan. Sejak tadi mereka tak sampai-sampai.

Rafa tadi memang tak memperhatikan kemana tujuan bus mereka. Ia hanya mengikuti Reva.

Reve tertawa kecil. "Sebenernya gue mau ke pantai, Raf." Ungkap Reva jujur.

"Bercanda lo!" Pekik Rafa. Tidak terlalu keras tapi cukup memekakkan telinga Reva.

Untung bus itu tidak ramai. Hanya beberapa orang yang sepertinya tertidur karena perjalanan jauh.

"Ih, beneran tahu."

"Beneran, ndasmu. Jauh masalahnya."

"Ya, kan, refreshing."

"Duit darimana? Hah?"

"Dari lo. Gue pinjem."

Rafa menatap Reva dengan tatapan kesal. Gadis itu, serasa tak memiliki dosa ketika mengucapkan kalimat itu. Sudah mengganggu paginya yang tenang, membuatnya harus bolos sekolah padahal sebentar lagi ujian, lalu sekarang? Ia juga menguras dompetnya.

"Boleh ya?" Pinta Reva sekali lagi dengan wajah seperti anak kecil.

Rafa hanya menghela nafasnya pasrah dan dibalas senyum tengil milik Reva.

"Sialan lo." Umpat Rafa pelan dan hampir tak bisa didengar oleh Reva.

***

Keduanya tiba di pantai setelah pergi ke ATM terdekat untuk mengambil uang milik Rafa.

"Pantai!" Teriak Reva seraya melempar tasnya pada Rafa. Tak memperdulika Rafa yang belum siap menerima lemparan itu.

"Bener-bener bocah." Ucap Rafa setelah berhasil menangkap tas yang dilempar. Untung saja isinya tak terlalu berat.

Rafa membawa tas itu dan menuju ke salah satu kursi yang berada dibawah payung besar. Ia memandangi pantai yang bersih. Perjalanan selama satu jam itu terbayar dengan pemandangan pantai yang masih bersih itu.

Reva memang sengaja memilih pantai yang hampir tak pernah terjamah oleh turis yang ke kota ini. Agar ia menikmati pantai itu seakan pantai itu adalah miliknya sendiri dan laut yang masih bersih tentunya.

"Tahu gitu gue bawa kamera tadi." Gumam Rafa. Sembari memandangi pantai

Rafa memutuskan untuk pergi menuju salah satu kedai yang menyediakan air kelapa dan beberapa makanan laut. Lalu, memesankan minuman untuk Reva dan dirinya.

Reva yang sejak tadi sudah merasa lelah akhirnya menuju tempat duduk yang Rafa duduki. Menduduki kursi itu dan bersandar seraya memandangi pantai. Surga dunia mana lagi yang ia dustai?

"Gimana?" Tanya Rafa yang baru kembali dan memberinya salah satu plastik berisi air kelapa.

"Nggak terlalu panas. Asik." Balas Reva seraya tersenyum lalu meminum air kelapanya.

"Langsung pulang aja kalau udah puas."

"Belum."

Lihat selengkapnya