Kami telah menemu panitia. Ada beberapa perseta lainnya ikut dalam pertandingan ini. Game-nya terlihat sederhana, hanya saat dimainkan tidak semudah yang dibayangkan. Permainannya, kami hanya perlu mengikat salah satu kaki kami dengan kaki pasangan main kami. Kami perlu bekerja sama untuk berjalan secepat mungkin dari garis start ke garis finish yang ada diujung sambil membawa satu balon yang dihimpitkan diantara pasangan pipi peserta.
Nama kami harus masuk kedalam nama undian yang dikocok. Setiap dua nama yang keluar akan menjadi pasangan team. Sesekali mataku melirik ke Alhika. Harapanku aku bisa satu team dengannya. Aku menahan rasa sukaku agar tidak ketahuan bahwa aku mengharapkannya untuk bermain bersama menjadi satu team.
Panitia mulai mengundi. Keluar dua nama pertama. Kim dan Leo.
“Waduh! Gak salah tuh pak?” Seru Kim kaget.
“Hehehe” Kami tertawa kecil. Takut orang yang bernama Leo marah karena kami menertawainya padahal kami tidak tahu mana yang bernama Leo.
Nama pasangan kedua muncul, Yuna dan Ekson. Nama pasangan ketiga muncul, Ericha dan Santi. Nama keempat muncul, Alhika dan Gusti. Ah, sial. Kenapa Alhika bersama orang lain? Padahal aku berharap dia bisa bersamaku. Tinggal nama terakhir yang belum mucul. Pasangan kelima, Bibo dan Armaya. Yah, kenapa aku malah bersama Armaya? Pupus harapanku bisa satu team dengan Alhika. Jujur, aku sedikit kecewa, tapi tidak apa. Ini hanya permainan meski hati ini tetap saja tidak mau terima.
Setelah semua perserta siap, kami sudah mengambil posisi kami dengan salah satu kaki kami terikat satu sama lain. Balon ada depan kami. Saat bunyi tanda mulai, kami harus mengambil balon yang ada didepan kami dan meletakannya dinatara pipi kami, tepat ditengah-tengah antara kami.
“Bibo, kamu siap?” Bisik Armaya.
Aku sedikit mencodongkan badanku ke Armaya karena aku lebih tinggi darinya.
“Hm. Tentu saja.” Bisikku juga.
“Game ini kuncinya kerja sama. Saat bunyi mulai, kamu ambil balon yang depan kita. Terus kamu letakan diatara pipi kita. Setelah itu kita jalan sambil bilang satu dan dua. Satu untuk kaki kita yang bebas dan dua untuk kaki kita yang terikat.”
“Oke, paham.”
Aku melihat Armaya cukup antusias untuk bermain. Dia tampak bergantung pada kemampuanku bermain permainan sederhana ini. Kalau sudah begini, apa boleh buat. Aku juga harus lebih serius agar aku dan Armaya bisa memengkan perlombaan ini.
Mataku memantau sekeliling. Aku melihat setiap peserta lomba. Tidak terkecuali Alhika. Aku melihatnya. Tanpa ada tanda dan isyarat, dia juga menoleh dan menatap kearahku. Dia tersenyum manis sembari ambil posisi kuda-kuda. Aku membalas senyumnya. Menawan sekali.
“Para peserta sudah siap?!” Seruan soarang panitia.
Aku langsung menfokuskan padanganku kedepan. Kami semua mengambil posisi kuda-kuda.
“Dalam hitungan mundur, kita mulai pertandingannya! Tiga…. Dua…. Satu….!”
PRITTT….!
Semua peserta mulai mengambil balon yang ada depan mereka, meletakannya di antara pipi satu sama lain dan mulai berjalan cepat menuju garis finish. Semua penonton bersok girang melihat permaian ini. mereka mengule-ulekan nama peserta yang mereka kenal. Riuh sekali ruangan itu.
Aku dan Armaya fokus pada permaianan kami. Kami kompak. “SATU! DUA! SATU! DUA!” itu hitungan kesepakatan kami agar tidak jatuh saat jalan. Sebenarnya ada yang lebih sulit lagi selain ini. kami harus mempertahankan balon yang sedang kami himpit dianatar pipi kami agar tidak jatuh. Agak sedikit canggung karena wajah kami telalu dekat satu sama lain. Hanya aku berusaha bersikap biasa.
Aku dan Armaya melaju cepat menuju garis finish. Sementara Kim dan Leo masih di garis awal ribut berargumen kaki mana duluan yang harus jalan. Mereka jadi bahan tawaan banyak orang. Peserta lain sudah melaju ada yang depan kami dan dibelakang kami. Alhika dan pasangan mainnya terahir ku lihat dia ada dibelakangku. Kesempatan baiknya, pasangan peserta yang ada didapanku mejatuhkan balonnya. Mereka harus sibuk mengambil balon yang terlempar agak jauh. Aku dan Armaya telah mengambil posisi pertama. Aku dan Armaya semakin giat. Kami sangat bersemangat tanpa menghiraukan lawan main kami. Sampai akhirnya kami tiba di garis finish dan memenangkan lomba.
“Yaaay!” Seru Armaya girang.
“Horeee!” Tambahku dengan semangat.
Kami berdua tertawa senang karena memenangkan permainan ini.
Tak selang beberapa lama, orang-orang terkejut. Panitia sontak lari ke tengan area pertandingan. Aku menoleh kebelakang. Aku terkejut. Alhika mengaduh kesakitan karena terjatuh. Kakinya masih terikat dengan pasangan mainnya.
“Alhika?” Ucapku lirih.
Tanpa basa basi. Aku segera melepas ikatan kakiku dari Armaya dan berlari menuju Alhika. Segera aku jongkong dan melepaskan kaki Alhika yang terikat.
“Aduh, sakit.” Rintihnya menahan rasa nyilu dikaki.