LETTERS: Apakah Kamu Mencintaiku?

Yehezkiel Eko Prasetyo
Chapter #23

Kelulusan

Ini adalah hari-hari yang ditunggu oleh semua siswa angkatan akhir. Pengumuman kelulusan SMA. Semua anak antusias menantikan hasil ujian mereka. Aku, Kim, Alhika, dan Armaya ada pada gerombolan anak-anak lain yang sedang berdesakan berdiri didepan papan pengumuman kelulusan. Kami berempat masih dibelakang. Sangat sulit untuk mencapai depan papan pengumuman karena semua anak ingin menemukan nama mereka ada disalah satu daftar anak-anak yang lulus.

“Gimana caranya kita bisa liat?” Gumam Alhika.

Aku memperhatikan sekeliling. Memang benar-benar sulit untuk bisa kedepan papan. Aku melihat Alhika begitu risau. Dia tampak cemas dengan hasil ujiannya. Kim berdiri disebelah Alhika dan mencoba menengkan Alhika yang semakin cemas. Armaya tampak tenang sembari celingukan dari belakang berusaha melihat kearah papan yang jauh dari hadapannya. Aku tahu dia juga merasa cemas.

Tak berapa lama. Pak Thomas dan beberapa guru lain berjalan menuju papan pengumuman. Dia membawa beberapa lembar kertas berisi nama-nama anak yang lulus untuk ditempel dipapan pengumuman. Sebagian besar dari kami semua sontak berteriak melihat mereka memasang penguman itu. Tidak perlu waktu yang lama, semua anak semakin menggila berdesakan demi dapat membaca nama mereka ada dipapan.

WAAAAA…!!!!

Suara riuh makin tidak terkendali ketika mereka telah membaca nama mereka. Sorak-sorai selayaknya kemenganan telah terjadi. Ada haru tangis, tawa, histeris sangking bahagiannya menjadi satu. Ribut sekali. Bahkan kami harus menaikan intonasi bicara kami karena begitu riuhnya.

“Aduh, gimana ini?” Alhika semakin panik.

Dengan cepat aku meraih tangan Alhika. Dia kaget aku menggandeng tanganya. Aku menarik dia masuk kedalam kerumuman. Aku gunakan tubuhku untuk menjadi tameng dan memaksa menerobos kerumuman. Aku menarik Alhika lebih dekat denganku agar dia tidak terlepas. Dia menerobos sambil memperhatikanku. Demikian aku. Kami hanya saling menatap hingga kami sampai di depan papan pengumuman.

Dia diam, kemudian tersenyum lebar. “Thanks, Bib.”

Aku membalasnya dengan senyuman yang semeringah.

Kami langsung mencari nama kami. Aku dan Alhika sedikit sibuk untuk menemukan nama kami masing-masing. Posisi kami menjadi berjauhan. Aku terus mencari namaku, syukur jika aku yang menemukan nama Alhika sekalian.

Got it!” Aku sontak berseru karena menemukan namaku ada dibarisan nama-nama anak yang lulus.

Aku menoleh kearah Alhika. Aku melihat dia semeringah menatap papan pengumunan. Dia mendapatkan namanya ada disitu. Matanya berpaling ke arahku. Dia tersenyum bebas. Matanya berbinar seperti ingin mengatakan sesuatu yang menyenangkan. Aku hampir melangkah menghampirinya, muncul Kim dan Armaya diantara kami. Pandangan Alhika terlihakan oleh badan Kim yang tinggi. Dengan tanpak basa-basi, gadis itu langung memberikan pelukan kepada Kim. Senyum semeringahku lambat laun memudar. Seharusnya aku tidak perlu cemburu dan kuatir. Kim dan Alhika hanya berteman, demikian aku. Bahkan Kim terang-terangan yang membantuku untuk dekat dengan Alhika. Hanya, pelukan pertama kelulusan seharusnya akulah yang mendapatkannya.

Armaya tampaknya sadar dengan situasi ini. Dia memperhatikan kami sebentar lalu melangkah lebih dekat ke papan pengumuman untuk mecari namanya. Tak butuh waktu yang lama, Armaya langsung menghapirku dan memberikan pelukannya dengan bahagia.

Aku kaget dengan apa yang dia lakukan. Aku mematung. Mataku masih mengarah ke Alhika hingga aku tersadar bahwa Armaya sangat dekat denganku. Aku agak menunduk dan melihat kepala Armaya dengan rambut hitam pendeknya yang mengkilap. Aku membalas pelukan ringan kepadanya.

Dia melepaskan pelukannya. Armaya tampak tersipu malu depan apa yang barusan dia lakukan.

Lihat selengkapnya