LETTERS: Apakah Kamu Mencintaiku?

Yehezkiel Eko Prasetyo
Chapter #28

Akhir untuk Awal

Pertemuan yang singkat dengan papa waktu itu membuatku menjadi orang yang lebih terbuka dan menghargai setiap kesempatan. Meski ini tidak semudah apa yang dibayangkan, tapi aku percaya bahwa keterbukaan adalah awal dari pemulihan. Ya, meski kita tahu bahwa semuanya perlu waktu untuk beradaptasi menjadi baru.

Sejak saat itu, aku teringat ketika kami pulang dari Surabaya, aku menangis sesegukan didalam kereta bersama Armaya. Dia memelukku lama dan membiarkan aku terus mengis dengan mudah selama aku perlu menangis setelah membaca suratnya yang terakhir untukku.

Sejak saat itu, aku memutuskan untuk berdamai dengan sahabatku Kim. Aku datang ke rumahnya sebelum wisuda untuk membicarakan soal kejadian diacara prom night. Aku belajar untuk memaafkan dan menerima setiap penjelasan, demikian Kim. Kami belajar untuk saling terbuka. Hubungan lama tidak menjamin ada keterbukaan didalamnya. Perlu kejujuran dan kesiapan. Aku juga berbicara masalah ini dengan Alhika. Kami telah rekonsiliasi.

Sejak saat itu, ketika hari wisuda kelulusan, menyanyikan lagu yang diciptakan oleh Armaya, seorang gadis berkebangsaan Jepang itu bersama teman satu angkatan menjadi sebuah kebanggaan tersendiri bagiku. Suara kami menggema diseluruh ruangan. Setiap melodi dan nada-nada dari piano permainan Armaya mengingatkanku akan masa-masa yang telah menjadi kenangan. Bahkan ketika aku melangkah kepodium untuk menyampaikan pidatoku, aku melihat sebuah kesempatan untuk mengatakan apa yang perlu ku katakan dengan jujur. Aku berbicara tetang siapa aku dan kenapa aku ada sampai saat ini. Aku bahkan menceritakan tetang papaku. Aku meletaknya foto papaku dengan seragam penjaranya dibangku wisudaku, membiarkannya menatapku berdiri dipodium meski jarak memisahkan kami.

Sejak saat itu, ketika aku mengantar Armaya ke bandara karena dia harus ke Jepang dan melanjutkan pendidikannya. Aku mengatakan kepadanya bahwa aku akan menyusulnya kesana. Armaya memberikan botol minum kuningnya kepadaku. Armaya memintaku untuk berjanji akan mengembalikan botol itu padanya. Aku menyadari betapa hal-hal kecil yang sepertinya tidak berarti, menjadi sesuatu yang paling berharga saat semuanya tidak ada lagi.

Lihat selengkapnya