Letters of a Liar

Yoga Arif Rahmansyah
Chapter #5

Denia

Gema tidak berbohong, karena menurutnya ia tidak berjanji pada Rere untuk tidak membaca surat-surat itu. Ia hanya menyetujui saran Rere saat itu untuk tidak membaca karena ia sendiri tidak punya waktu untuk membaca 100 surat. Tapi sekarang ia punya waktu untuk membaca barang satu atau dua surat, dan sesungguhnya ia juga ingin tahu.

Gema mencari surat dengan tanggal paling lama, berharap menemukan surat pertama yang ditulis oleh Bung Erwin. Saat mencari, Gema menyadari bahwa surat-surat itu disimpan secara kronologis. Menemukan surat paling awal menjadi perkara mudah.

Surat pertama tidak diikat, tapi terpisah seperti halnya surat terakhir. Kertas amplopnya paling lusuh, dan tulisan tangannya agak berbeda. Tidak rapi dan cenderung terburu-buru.

Surat #1, 21 Maret 1975

Denia.

Denia yang membuatku menulis surat ini. Baru dua kalimat dan rasanya menulis ini begitu aneh. Denia mau aku menulis surat berisi kebohongan seperti yang dia sering lakukan. Dari situ, ungkapnya, dia bisa memastikan kalau aku ini orang yang jujur.

Tiap surat harus berisi paling tidak satu kebohongan. Mungkin ini semacam pengakuan tertulis? Entah. Aku tidak pandai mengarang-ngarang seperti ini. Kalau aku mengarang-ngarang kebohongan di surat ini, apa aku harus jelaskan kebohongan itu di surat berikutnya?

Mungkin kebohongan untuk surat ini adalah aku bilang pada Denia kalau idenya ini menarik. Jujur? Tolol, menurutku. Bukannya kalau berbohong itu jangan sampai ketahuan? Kenapa justru repot membuat bukti tertulis kalau berbohong? Entah.

Denia melakukan ini sejak masih belasan tahun, katanya. Diajari ibunya. Aku tidak jadi mempertanyakan hal itu, tapi jujur tadi ingin sekali aku bilang bahwa kalau semakin banyak menulis surat kebohongan seperti ini, bukannya seseorang justru terbukti sebagai seorang pembohong?

Denia tidak bilang bohong seperti apa yang harus ditulis. Kebohongan kecil ‘kah? Karena kalau setiap hari menulis kebohongan kecil, ide ini sudah bukan aneh lagi tapi bodoh. Kalau kebohongan besar, siapa pula membuat kebohongan besar setiap hari? Belum lagi, kalau kebohongan yang penting, bukannya sebisa mungkin jangan sampai seorang pun tahu?

Entahlah, buat apa juga terlalu banyak dipikirkan. Yang penting suratnya sudah kutulis.

Lihat selengkapnya