Ruangan besar dengan berbagai bendera di belakang tempat duduk, pejabat tertinggi Intelligent high school mendapati dua orang yang berada di depannya. Kini tugasnya seakan menjadi chief yang menunggu hasil kelanjutan kasus dari anak buahnya. Waktu telah menunjukkan pukul 6 pm. 12 jam berlalu setelah, gadis berdarah Jepang membukakan pintu kelasnya.
Chief memandang dua orang yang ada di depannya seksama. Duduk di kursi mewah yang dihiasi meja kayu antik di depannya. Beberapa buku tertumpuk di sampingnya, terlihat lelaki cerdas yang berhasil menjadi kepala sekolah adalah seorang predator ilmu.
"Jujur, saya kecewa dengan cara kerjamu nona Lukas. Anda seharusnya bersikap adil dalam menyikapi kasus. Siapapun tersangkanya mendapatkan perlakuan sama tanpa mementingkan ego pribadi."
"Tapi, Proff. Saya menggunakan metode yang sesuai dengan kepribadian untuk masing-masing individu. Bahwa yang saya lakukan untuk menggertaknya adalah cara yang tepat untuk dilakukan kepada dia yang kebal hukum," interupsinya tegas kemudian melirik ke arah lelaki yang berada di sampingnya "Karena dilindungi oleh perisai seorang anak Pemilik sekolah"
"Membuka paksa tubuh seseorang adalah termasuk tindak pelecehan, Delyn. Tidakkah kau mengetahui itu sebagai seorang yang sekarang menjadi anggota polisi-polisian" ucap Leon, terkekeuh menahan tawa kecutnya.
"Kekasihmu memiliki luka operasi yang sudah sebulan berlalu tetapi dia masih menggunakan perban penutup apakah itu wajar, Leon? Sementara kita mencari tersangka yang memiliki bekas luka cakaran" Dalyna, perempuan yang biasa Leon sebut sebagai Delyn berdiri, membela diri tidak bersalah.
Tanpa aba-aba Leon mengikuti. Dengan suara sama tingginya, tangannya bahkan teracung tegas menunjuk mata sang detektif.
"Sebagai seorang psikolog anda terlalu tolol untuk tidak mengetahui kondisi psikologis seseorang! Dia menderita PTSD"
Seketika gadis berkemeja putih menepuk tangannya dengan tempo yang semakin lama melambat. Sehingga ruang kosong menggemakkan suara bersumber dua telapak tangan yang saling dipertemukan dengan pemiliknya.
"Well, tuan Anderson. Saya menemukan barang bukti sebuah pil anti anxiecty di lokasi kejadian. Hal ini sudah dijelaskan oleh Naomi bahwa pada tubuh korban ditemukan bahan kimia yang diduga sebagai obat golongan benzodiazepine, digunakan untuk membius korban sebelum akhirnya korban dibunuh. Dan sesuai dengan pernyataan Leon bahwa Kimberly L. Bernadette menderita PTSD yang artinya dia pasti mengonsumsi pil penenang yang ada di genggamanku," katanya, penuh kemenangan. Seraya menunjukkan dengan bangga sebuah pil kecil yang telah dibungkus plastik transparan berwarna putih berukuran kecil.
"Baik, saya tidak punya banyak waktu untuk mendengarkan kalian ribut. Serahkan barang bukti itu ke Naomi. Saya ada pertemuan pukul sembilan dan saya harus pergi sekarang. Dengan hormat, silakkan meninggalkan ruangan saya!" pinta lelaki bersuara serak maskulin yang dituruti dua orang yang masih saling menatap beradu.
Setelah dua pasang kaki melangkah melewati ambang pintu, dua orang keamanan menutup ruang pribadi pejabat tertinggi.
"Bukankah seorang psikologi juga memiliki obat, Delyn?"
Suara Leon, berhasil menghentikan langkah Delyna dan memecahkan kesunyian lorong di lantai teratas.